Share

3. TIDAK TAHU

"OMG! Arlando Meshach belum pernah pacaran?! Ck, ck, ck. Rasanya itu tidak mungkin!"

"Ssst!" Arlando melebarkan matanya. "Jangan keras-keras!" 

Qeiza menurunkan volume suara dengan tubuh sedikit condong mendekati Arlando. "Kamu belum pernah pacaran?! Serius?!" tanya Qeiza dengan mimik wajah tak percaya.

Arlando mengangguk pelan. "Iya! Itu yang membuatku pusing." Arlando menghembuskan napas seakan ingin mengeluarkan beban yang ada di dalam dadanya.

"OMG! Berarti kamu tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta?!" tanya Qeiza.

Jari jemari tangan Arlando langsung menyentil kening Qeiza. "Itu nanya atau meledek?!"

"Aduh!" Qeiza mengusap keningnya yang sakit, tapi tak berapa lama kemudian tawanya berderai. "Ha-ha-ha. Percuma punya wajah ganteng, tapi tidak laku. Kasihan sekali dirimu! Ha-ha-ha. Kasihan, kasihan."

Arlando mencibir. "Ledek aku sesuka hatimu! Memangnya kamu sudah laku? Memangnya kamu sudah pernah pacaran?!"

Tawa berderai Qeiza langsung berhenti begitu mendengar pertanyaan Arlando, teringat dengan mantan kekasihnya yang telah selingkuh dengan si Ririn.

Melihat ekspresi Qeiza jadi berubah sendu dalam hitungan detik membuat Arlando sedikit heran dan juga penasaran. "Eh, kenapa kamu? Kok jadi sedih?!"

Orange juice yang tersisa tinggal setengah gelas langsung diteguk Qeiza, setelah itu melihat jam tangannya. "Ceritanya panjang. Ini sudah sore, aku harus segera pulang. Orang rumah pasti sudah menungguku."

"O iya, aku sampai lupa. Bagaimana kabar Tante Dewi dan Om Darmawan?!"  tanya Arlando. "Aku kangen dengan bubur kacang ijo buatan Tante Dewi yang enak itu."

"Mereka baik-baik saja," jawab Qeiza. "Dan mereka juga tidak memintaku untuk segera menikah," sambungnya sambil menahan tawa.

Arlando melengos kesal. "Meledek lagi! Awas kamu!" Tatapan Arlando jatuh pada ponsel Qeiza yang ada di atas meja. "Berapa nomor ponselmu?!" segera diambilnya ponsel Qeiza.

"Eh, sembarangan ambil ponsel punya orang!" Qeiza dengan cepat mengambil ponsel dari tangan Arlando.

"Biasanya juga tidak marah kalau aku pegang ponselmu," ucap Arlando.

"Itu dulu! Sekarang, tidak!" jawab Qeiza tegas, sebenarnya bukan karena tidak boleh, tapi Qeiza lupa wallpaper ponselnya belum diganti masih berupa foto dirinya dan si Damar. 

Arlando memberikan ponsel miliknya pada Qeiza. "Masukkan nomormu."

Jari jemari Qeiza dengan lincah mengetik satu per satu nomor ponsel miliknya. "Kamu boleh meneleponku sesuka hatimu. Sekarang aku harus cepat pulang, terlambat sedikit saja bisa diceramahi Ibu dari Sabang sampai Merauke."

Arlando sebenarnya ingin membicarakan masalah pribadinya agar cepat selesai, tapi melihat Qeiza begitu terburu-buru, Arlando merasa tidak enak juga harus menahannya lebih lama lagi. "Hati-hati di jalan!"

"Ok! Kalau begitu ...," Qeiza merapikan buku-buku miliknya dan segera mengambil tas selendangnya. "Aku pulang duluan."

"Rumahmu, masih rumah yang dulu itukan?!" tanya Arlando.

"Iya, rumahku cuma satu, tidak seperti rumahmu yang bertebaran dimana-mana," jawab Qeiza bangun dari duduk. "Sampai bertemu lagi." 

"Hati-hati," ucap Arlando ikut berdiri. "Langsung pulang ke rumah, jangan mampir kemana-mana."

"Iya," jawab Qeiza tersenyum manis, kemudian kaki kecilnya pergi meninggalkan Arlando, tapi belum satu menit berlalu, tiba-tiba Qeiza sudah datang lagi dengan membawa wajah yang sulit diungkapkan.

"Qeiza, ada apa?!" tanya Arlando kaget, baru duduk beberapa detik langsung berdiri lagi melihat sahabat masa kecilnya datang lagi.

"Arlando, tolong aku," pinta Qeiza langsung berdiri di belakang pria blasteran berpostur tubuh tinggi tegap itu.

"Qei, Qeiza!" terdengar suara bariton memanggil. "Dengarkan penjelasanku, Qei!"

Arlando melihat seorang pemuda yang umurnya tidak jauh berbeda darinya baru saja datang dengan wajah penuh pengharapan pada Qeiza.

"Qei, please! Dengarkan penjelasanku," ucapnya lalu melihat Arlando yang menjadi tameng bagi mantan kekasihnya.

"Pergi kamu dari sini! Kita sudah tidak ada urusan apa-apa lagi!" teriak Qeiza dari balik tubuh Arlando. "Aku tak sudi melihatmu lagi! Pergi kamu, Damar!"

Tangan Damar meraih tangan Qeiza. "Beri aku satu kali kesempatan untuk menjelaskan semuanya, Qei!"

"Jangan sentuh aku!" Qeiza semakin menyembunyikan tubuh kecil mungilnya dibelakang tubuh Arlando. 

"Qei," Damar kembali diraihnya tangan mantan kekasihnya itu. 

Melihat Qeiza mati-matian menolak pria yang ada di depannya membuat Arlando turun tangan. "Hai, bung! Jangan kasar pada wanita!"

Damar langsung melihat Arlando dengan tatapan tidak suka. "Siapa kau?! Jangan ikut campur urusanku!"

"Dia tidak mau berurusan denganmu!" ucap Arlando.

Damar malah menekan dada bidang Arlando dengan jari telunjuk tangan kanannya sambil menatap galak. "Jangan ikut campur kalau kau masih sayang dengan wajahmu yang ganteng ini!"

"Jaga sopan santunmu, bung!" Arlando mulai tersulut emosi melihat Damar bersikap tak sopan.

Damar malah semakin tidak sopan. Kerah kemeja Arlando dicengkeramnya kuat-kuat sambil menatap tajam iris mata Arlando. "Aku peringatkan sekali lagi, jangan ikut campur urusanku!" Detik berikutnya dilepaskan kembali. "Minggir kau!"

Qeiza yang berada di belakang tubuh Arlando langsung ke luar. "Apa-apaan sih kamu ini?! Malah mencari ribut! Pergi kamu dari sini!" usir Qeiza menatap galak pada Damar kemudian melihat Arlando. "Kamu tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa, tenang saja," jawab Arlando tersenyum menenangkan. 

Qeiza kembali melihat Damar. "Sudah aku bilang, kita ini sudah putus! Kamu bodoh atau tulalit, begitu saja tidak mengerti!"

"Aku tidak mau kita putus!" Damar hendak meraih tangan Qeiza, tapi tanpa diduga tangan Arlando menepisnya. 

"Jangan kasar dengan wanita bung!" ucap Arlando menggeser tubuhnya menghalangi Qeiza dari Damar. "Apalagi kasar dengan calon istriku.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status