Share

Part 6

Author: Ricny
last update Last Updated: 2024-03-12 15:04:41

Suami Miskinku di Ruang Nasabah Prioritas

Part 6

"Iya uangnya biar buat Ibu aja, tadi 'kan kita gak bawa apa-apa buat Ibu, jadi biar uang arisan itu untuk hadiah Ibu aja," kata Bang Jaya yakin.

"Lah kok gitu sih?"

Kesal, aku pun bangkit menarik tangan suami sebentar keluar.

"Abang, apaan sih, kok duit arisannya malah mau dikasih ke Ibu? 'Kan kita juga butuh Bang buat periksa rutin dan beli-beli makanan sehat buat utun."

Bang Jaya mengibas tangan, "kalau soal buat belanja sehari-hari dan periksa utun, kamu tenang aja Rin, Abang ada uang kok."

"Ya tapi, Bang-"

"Bener apa kata Jaya Rin, kasih aja uangnya ke ibumu, biar kalian nggak dihina-hina dan dibedakan lagi," potong Ibu mertua yang tiba-tiba sudah ada di teras.

"Eh Bu, udah pulang?"

"Udah cuma muter sekitaran sini aja, Nuna juga udah tidur nih."

"Oh tidur ya Bu. Ya udah kita langsung balik aja kali ya, arisannya juga udah selesai."

"Ya udah ayok."

"Bentar Arin pamit dulu ke dalam." Aku berbalik badan. "Tapi eh, seriusan ini uang arisan Bang Jaya mau dikasih ke Ibu Arin, Bu?" tanyaku lagi sambil kembali berbalik badan ke arah mereka.

"Serius. Udah kasih aja."

"Oh ya udah."

Aku pun masuk ke dalam.

"Bu, uang arisan Bang Jaya buat Ibu aja. Kami mau langsung pulang aja karena Nuna udah tidur."

"Gak usah, ambil aja," respon Ibu ketus.

Astagfirullah. Aku cuma bisa elus dada lalu pamitan pada yang lainnya dari pada meladeni beliau.

Duit arisan juga tetap kutinggalkan di atas meja, tak kuambil walau selembar.

"Eh beneran mau pulang sekarang Rin? Kok buru-buru amat. Kalau gitu Mbak antar kalian pake mobil ya," kata Mbak Juwita ketika aku menyalaminya.

"Eh nggak. Nggak usah, Mbak," tolakku cepat.

"Mereka gak akan mau Mbak karena suka mabok perjalanan kalau naik mobil, jadi percuma aja nawarin," ketus Mbak Opi.

Aku geram sebetulnya, tapi males kalau harus debat lagi sama itu orang. Akhirnya aku buru-buru saja ke depan meski tak ada yang mengantar kami ke pintu kecuali Mbak Juwita.

"Kalian hati-hati ya, bawa motor 'kan? Terus anak sama mertuamu naik apa dong pulangnya?" tanya iparku lagi.

"Naik-"

Tiiit!

Ucapanku terpotong saat ada klakson mobil bunyi kencang di depan rumah ibu.

"Ibu mertua naik taksi online kayaknya, Mbak," lanjutku akhirnya.

Mbak Wiwit manggut-manggut sambil mengedarkan pandang pada mobil itu.

Mendengar ada suara klakson mobil di luar, ibuku dan Mbak Opi akhirnya ikut keluar.

"Rin, kamu naik mobil aja ya sama Ibu dan Nuna, biar Abang naik motor sendiri," kata Bang Jaya. Aku mengangguk saja.

"Mari Bu, kami permisi," pamit mertua sambil menganggukkan kepala dengan sopan ke arah ibuku.

Ibu membuang muka, "halah kirian mobil pribadi, tahunya cuma taksi online," ketusnya pelan.

"Astagfirullah, gak ada akhlak emang tuh ibuku," celetukku kesal. Saat aku sudah berada dalam mobil.

"Husst, jangan gitu sama ibumu." Ibu mertua menyikut lenganku.

"Hehe maaf Bu, habisan Arin kesel."

Ibu mertua menggeleng-gelengkan kepalanya. Saat mobil mulai melaju aku menyenderkan punggung pada jok yang terasa sangat empuk itu.

"Aaah ternyata gini ya rasanya jadi orkay. Andai kita juga punya mobil kayak gini ya Bu, udah pasti kita juga jadi tamu kehormatan Ibunya Arin," kataku sambil merem melek.

"Tenang aja, suatu hari nanti mobil ini bakal jadi milik kamu kok," celetuk Ibu mertua.

Aku kontan menoleh, "maksud Ibu?"

Ibu mengibas tangan seperti ingin meralat ucapanya, "enggak. Itu maksudnya ... suatu hari nanti kamu juga pasti bakal punya mobil kayak gini, Rin. Tenang aja. Asal kamu sabar, terus berbuat baik dan tetep jadi diri kamu sendiri."

"Ouuh." Aku manggut-manggut.

-

"Rin, sebentar. Sini duduk dulu, biar Nuna Jaya yang tidurin ke kamar," ajak Ibu mertua ketika kami sampai dan aku hendak masuk ke dalam kamar.

Akhirnya, cepat kuberikan Nuna pada suamiku dan aku menuruti perintah mertua untuk duduk di sampingnya.

"Ada apa, Bu?"

"Ada yang mau Ibu bicarakan sama kamu."

"Apa?" Aku menyimak serius.

"Maaf ya Rin kalau Ibu kurang sopan, tapi tadi saat di rumah ibumu, Ibu gak sengaja denger pas kamu lagi berantem sama ibumu," ucap beliau sambil menatapku serius.

Aku menarik napas panjang.

"Gak apa-apa, Bu. Emang begitulah ibunya Arin, Ibu jangan kapok ya berkunjung ke sana."

Mertua menggeleng cepat, "nggak. Bukan begitu, maksud Ibu, tadi 'kan Ibu denger apa yang sedang jadi perdebatan kalian. Kalau gak salah soal Jayanta anak Ibu ya?"

Lagi, aku menarik napas panjang dan berat, "iya, Bu. Ibu jangan kesinggung ya. Ibunya Arin emang begitu orangnya, ceplas-ceplos."

"Gak apa-apa kok Rin, Ibu tuh gak bakal marah atau apa pun sama kamu. Cuman ... kamu serius gak mau memikirkan ulang kemauan ibumu itu?"

Alisku menaut, "kemauan apa maksudnya, Bu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 B (End)

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 47

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 B

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 45

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status