Share

Part 7

Author: Ricny
last update Last Updated: 2024-03-13 15:45:16

Suami Miskinku di Ruang Nasabah Prioritas

Part 7

"Soal yang katanya kamu mau dijodohkan sama anak juragan jengkol, yakin kamu gak mau nikah sama dia? Dia pasti mau kok meski sekarang kamu udah punya anak Rin. Kamu 'kan masih muda, cantik dan kuat."

"Astagfirullah Ibu, apaan sih. Mikirnya kok sampai ke sana? Jelas aja Arin gak mau, Bu. Jangankan sekarang saat anak udah mau anak dua. Andai Arin jadi janda sekali pun, Arin gak akan mau nikah sama dia," terangku panjang lebar.

"Loh kenapa? Kan dia kaya raya Rin, gak seperti anak Ibu yang hanya ...." Ibu mertua berubah sedih.

Aku cepat mengusap bahu beliau.

"Gak penting Bang Jaya orang kaya atau bukan Bu, karena bagi Arin, Bang Jaya itu spesial. Lebih dari siapa pun. Dan posisinya jelas gak akan bisa digantikan oleh siapa pun. Jadi tolong berhenti nyebut-nyebut nama lelaki lain ya, Bu. Kita fokus aja ke kehidupan kita. Keluarga kecil kita. Nuna yang lagi lucu-lucunya dan utun yang berapa bulan lagi akan siap meramaikan rumah kita juga. Oke, Bu?"

Ibu mertua senyum getir sambil manggut-manggut, "terimakasih Nak, terimakasih. Kamu emang berbeda. Gak salah pilih berarti anak Ibu menikahimu. Semoga kamu bisa tetap seperti ini ya, Nak." Ibu mertua menatapku dalam.

Aku membalas dengan senyuman lebar.

"Ya pasti dong Bu, emangnya menantu Ibu ini mau berubah jadi apa? Wonder Women? Atau ... Kuntilanak? Hahaha." Aku terbahak.

"Issshh kamu nih." Ibu mertua mendorong halus bahuku sambil ikut terbahak juga akhirnya.

"Ya udah ya Bu, Arin istirahat sebentar ya, bentar lagi mau Ashar soalnya," pamitku akhirnya.

"Iya. Ya udah gih."

Aku masuk ke dalam kamar dan ikut berbaring di ranjang sebelah Bang Jaya dengan posisi Nuna di tengah-tengah.

Suamiku kayaknya kecapekan banget, dia udah langsung pelor aja soalnya.

Ting!

Aku baru akan memejamkan mata saat ponsel Bang Jaya berdenting di dekat kepalaku. Kuangkat pelan dan iseng melihat pesan di layar pop upnya.

Pesan dari ibu mertua ternyata.

[Kamu emang gak salah pilih istri. Ibu makin yakin sekarang.]

Keningku mengerut diikuti senyuman yang mendadak melengkung di bibirku. Aheeuuy.

***

Esok hari.

"Beberapa hari lalu saya lihat kamu lagi ada di bidan Rin, lagi ngapain?" tanya Bu Juli, tetangga rumah.

Pagi ini kami sedang berbelanja sayur di gerobaknya Mang Naim.

"Oh iya, lagi periksa Bu, Arin lagi isi lagi."

"Eh serius? Isi lagi? Hamil maksudnya?" Bu Juli nampak terkejut.

"Iya. Kenapa?"

"Anak kamu si Nuna 'kan masih kecil Rin," timpal Bu Titi, tetangga rumah juga.

"Oh ya gak apa-apa, 'kan ada mertua yang bantu jagain."

"Bukan masalah itu loh. Maaf ya, emang kamu gak takut nanti anak-anakmu itu kekurangan gizi? Maksudnya ... biaya besarin satu anak aja gede loh Rin, eh ini malah mau nambah lagi. Sementara kerjaan suami kamu aja masih serabutan."

Aku terhenyak, dan baru akan menanggapi saat Bu Titi lebih dulu nyerobot.

"Iya bener. Anak saya tuh sampe sekarang masih belum berani loh buat hamil, karena katanya masih nabung buat besarin anaknya. Kamu itu pasti entar susunya juga harus dibantu pake susu formula Rin anakmu yang pertama itu."

"Iya. Mana mahal pula kalau susu formula tuh. Eh ada sih yang murah dan bisa aja minta subsidi ke pemerintah, tapi itu juga kalau dikasih ya haha." Bu Juli terbahak-bahak.

Aku mulai geram.

"Lagian kamu tuh kok mau-maunya aja sih jadi mesin pencetak anak? Kamu 'kan masih muda. Nikah juga baru kemaren sore istilahnya, tapi anak udah mau dua aja," timpal Bu Titi lagi.

Aku benar-benar geram dan tak tahan lagi.

"Saya tahu kok Bu, saya tahu biaya besarin anak itu mahal. Bukan cuma susu formulanya aja, tapi biaya vaksin dan lain-lainnya juga mahal. Tapi karena saya udah persiapan, makanya sekarang saya mantap ha mil lagi. Jadi ibu-ibu tuh gak usah ya repot-repot ngurusin hidup saya, karena saya juga udah persipkan dengan matang," tandasku sebelum akhirnya aku pergi dari hadapan mereka setelah membayar belanjaanku lebih dulu.

"Hih, kesel banget deh. Apaan sih, pada julid amat jadi orang," gerutuku kesal.

"Kenapa lagi Rin?" tanya mertua yang sedang sibuk mengasuh Nuna di ruang tv.

"Biasa emak-emak julid Bu, bikin kesel aja. Masa tadi Arin diceramahin soal biaya gedein anak. Ya mungkin niat mereka baik, mau ngingetin, tapi 'kan gak harus di depan banyakan orang juga. Mana pake nanya segala katanya nanti anak-anak Arin mau dikasih makan apa? Malu banget Arin, gak ada adab banget tuh Bu Juli sama Bu Titi."

"Masa sih? Bentar biar Ibu yang labrak mereka." Mertua cepat bangkit setelah meletakan Nuna pada pangkuanku.

Kubiarkan saja. Biar Bu Juli dan Bu Titi para tetangga rempong itu tahu rasa.

"Kalian jangan pada ngomong gitu dong sama menantu saya. Dia itu lagi hamil muda, kalau stres akibat omongan kalian, gimana? Mau tanggung jawab kalian, hah?!"

Kudengar suara mertuaku menggelegar di luar. Haha rasian tuh Bu Juli-pet sama Bu Titi-pan setan. Kena omel mertuaku yang galak baru tahu rasa kalian. Rese sih ngurusin hidup orang.

"Ya biarin aja. Suka-suka dia. Lagian mau dia hamil berpuluh-puluh kali pun, emang kami nyusahin ibu-ibu? Nggak 'kan?!" teriak mertuaku lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 B (End)

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 47

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 B

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 45

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status