Share

Resah

Author: Naffa Aisha
last update Last Updated: 2022-08-24 18:31:40

Suamiku 90cm

Part 4 : Resah

Malam pun tiba, aku mulai bimbang dengan ketakutan yang mulai menguasai. Kalau takut sama hantu, ya tinggal dibacakan Ayat kursi, hilang deh. Tapi kalau takut disentuh suami, apa yang akan kulakukan? Masa' harus tidur di kamar mandi lagi? Gak lucu deh, aku terus memutar otak.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kakinya menuju kamar, langsung saja aku segera berbaring dan pura-pura tidur. Aku berbaring menghadap dinding dan membelakanginya.

Kalau dia mencoba menyentuhku, aku akan pura-pura mengigau saja. Aku menyusun siasat.

Lama sekali aku menunggu reaksinya, bukannya aku kemauan disentuh. Cuma memastikan dia tidak akan memaksakan kehendaknya dan mengambil haknya secara diam-diam.

Perlahan aku membenarkan posisi tubuh dan membuka sedikit mata melirik lalu ke arahnya. Ternyata dia sudah tertidur.

Alhamdulillah, maafkan hamba ya Allah. Bukannya hamba mau menjadi istri durhaka. Tapi hamba belum siap. Ampuni hamba ya Allah. Aku menghembuskan napas lega dan kemudian ikut terlelap juga.

Subuhnya, dia lagi-lagi membangunkanku mengajak sholat berjama'ah. Yeah, tanpa menolak, aku langsung menurutinya. Sebelum menikah dengannya, aku memang jarang sholat dan sekarang alhamdulillah sudah 5 waktu kukerjakan walau pun baru dua hari ini.

Setelah sholat bersama, aku kembali memilih berbaring ke tempat tidur. Sedang dia, suamiku. Setelah mengganti pakaianya dengan setelan olahraga, dia pamit mau joging.

"Mau ikut joging, Dik," ajaknya dengan handuk tergantung dileher.

"Nggak deh, Mas, Zilla masih mau tidur," jawabku dengan mata yang sengaja kupejamkan.

"Ya sudah, Mas pergi dulu."

Setelah beberapa saat mencoba tidur, aku bangun juga karena si netra tidak mau di ajak kompromi.

Aku berjalan ke dapur mencari sesuatu untuk mengganjal perut karena keroncongan yang sudah melanda pagi-pagi begini.

Ketika mengarahkan pandangan ke atas meja makan, terlihatlah sarapan sudah terhidang di sana. Ada nasi goreng, ayam goreng, lalapan potongan timun dan krupuk satu toples.

Waw, siapa yang sudah masak pagi-pagi begini? Bukannya di rumah ini tidak ada pembantu? aku celingukan sambil menghirup aroma harum nasi goreng yang membuat perutku tak sabar untuk segera di isi.

Langsung saja kutarik kursi dan duduk tertunduk menikmati sarapan itu. Beberapa saat kemudian piringku sudah licin tanpa sisa.

Alhamdulillah, kenyang. Aku tersenyum puas dan baru menyadari kalau kakiku tersangkut di bawah meja makan.

Ini, kakiku yang terlalu panjang atau mejanya yang terlalu rendah? gerutuku sambil mencoba menarik perlahan kaki.

Taklama kemudian terdengar suara langkah kaki Mas Syafril mendekat ke arahku. Hem, aku mulai hafal dengan suara langkah kakinya. Bukan karena sudah terlalu cinta, tapi langkah kakinya itu beda dengan orang kebanyakan. Deru langkahnya begitu pendek dan cepat, sehingga iramanya terdengar nyaring.

Dan benar saja, beberapa detik kemudian pria mungil yang berstatus suamiku itu sudah berdiri di hadapan.

"Gimana nasi gorengnya, Dik, enak?" tanyanya sembari melirik piringku yang sudah bersih tanpa sisa sedikit pun.

"Ah ... iya, enak. Mas Syafril yang masak?" aku gelagapan.

"Iya, syukurlah kalau Dik Zilla suka." Dia duduk di depanku sembari memakan nasi goreng jatahnya.

Setelah berhasil mengeluarkan kaki dari bawah meja, aku langsung bangkit dari kursiku.

"Kenapa, Dik? Maaf ya, kalau perabotan di rumah ini serba mini." Dia lagi-lagi menjelaskan dan tampak merasa bersalah melihat aku kesusahan menarik keluar kakiku.

"Gak apa, Mas, nanti juga terbiasa." Aku meringis sambil memegangi lutut.

*******

Siangnya, lagi-lagi Mas Syafril yang memasak. Aku jadi tidak enak juga, tapi masakannya yang terhidang di meja begitu menggodaku untuk segera menyantapnya.

"Ayo, Dik, duduk," ucapnya ketika melihatku hanya berdiri canggung di depan meja makan.

"Iya, Mas. Maaf ya, lagi-lagi Mas yang memasak. Seharusnya Zilla yang masak, tapi tragisnya istrimu ini tidak bisa masak."

"Tidak apa, ayo kita makan." Dia tersenyum ke arahku.

Dengan hati-hati, aku duduk di kursi dan meja makan mungil ini. Aku takut kaki panjang ini tersangkut meja lagi.

Setelah menikmati makan siang yang begitu lezat, aku menatap takjub pria kecil ini. Karena masakannya begitu nikmat sekali, semuanya bercipta rasa pedas sesuai dengan seleraku.

"Mas, pintar sekali masaknya! Semuanya lezat sekali," pujiku.

"Ah, Dik Zilla bisa saja."

"Benaran lhoh Mas, enak semuanya. Kalau Zilla, bisanya cuma masak indomie dan goreng telor dadar saja," ucapku agak malu karena sudah sedikit menyadari kelebihan pria kecil ini.

"Tidak apa, Dik. Nanti kalau kita sudah pada masuk kerja, makannya bisa beli masakan jadi saja. Zaman sekarang ini semuanya sudah serba ada, tak perlu repot memasak."

"Oke, Mas. Oh iya, besok Zilla udah pengen masuk kantor ya. Boleh?" Aku menatapnya meminta persetujuan.

"Iya, boleh dong. Mas juga besok udah mau masuk ngajar. Kasian anak-anak kalau kelamaan cuti," jawabnya.

Aku mengangguk dan kemudian berlalu menuju ruang tengah, menghidupkan televisi dan duduk sambil memangku toples kacang mede.

Ehm, kok Mas Syafril kayak tahu saja apa-apa makanan kesukaanku? Aku menatap senang cemilan kesukaanku itu.

*******

Malam kembali menyapa, aku kembali memutar otak. Bagaimana kalau malam ini dia akan mengambil haknya yang tertunda itu? Hatiku jadi ketang-ketir tak karuan.

Ya sudah, sebaiknya aku pasrah saja. Dosaku akan semakin membukit kalau selalu menghindar dari kewajiban ini. Kutarik napas panjang dan mengatur debaran jantung yang mulai berpacu cepat.

Taklama kemudian dia, suamiku memasuki kamar. Aku jadi gelagapan dan segera duduk di pinggir tempat tidur.

Kemudian Mas Syafril berjalan mendekat ke arahku dan duduk tepat di samping.

"Dik .... " ucapnya ragu-ragu.

"Iya, Mas," jawabku agak gugup.

"Sebenarnya .... " Mas Syafril menatapku sejenak dan kemudian menjadi tergugup salah tingkah.

"Ada apa, Mas?" Aku pura-pura tidak paham maksudnya.

"Bolehkah, Mas .... ?"

Aku terdiam dan sudah mengerti maksudnya. Kujawab dengan anggukan kepala saja dan mencoba mempasrahkan diri dengan keadaan ini.

Beberapa saat kemudian, dia sudah melancarkan aksinya. Kami pun melakukan hubungan itu. Aku memejamkan mata karena tidak mau melihat wajah jeleknya dan tanpa perlawanan membiarkan dia, suamiku mengambil haknya. Setelah selesai, aku langsung menyambar selimut dan pura-pura tertidur.

Semoga saja dia tidak menyadari ketidak perawananku. Dan seandainya dia tahu, semoga dia tidak mempermasalahkannya. Aku berdoa dalam hati.

Aku takut juga membayangkan seandainya dia mempermasalahkan ini seperti cerita di film-film dan novel yang pernah kubaca. Gelisah melanda, aku tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMIKU 90 CM   I Love You

    Suamiku 90cmBab 35 : I Love YouBeberapa bulan kemudian, aku sudah masuk kantor setiap harinya. Suasana kantor mulai membaik, gosip tentang putri salju yang menikahi seorang kurcaci tak lagi terdengar. Heru si pebinor tak lagi terlihat."Heru dipecat Pak Alfin, Zil." Ucap Mona."Masa' sih? Kenapa?" tanyaku ketularan kepo dua ratu gosip si Mona dan si Ellis."Dia tertangkap tangan menggelapkan duit proyek." Ellis yang menjawab pertanyaanku.Bibirku hanya membentuk hurup 'O' mendengar cerita Ellis, "trus?""Dan akhirnya dia pulang kampung deh. Kan habis diceraikan istrinya dia gak punya apa-apa lagi." Ucap Mona."Jadi gembel deh, dia ... Haha" Ellis tertawa sambil menutupi bibir dowernya."Kasian, ya ... "ucapku agak iba juga mendengar cerita tentang nasib si Heru."Ih, orang kayak gitu gak pantas dikasiani.""Itu hukuman yang pantas untuk 'Pebinor dan Koruptor' kayak cecunguk Heru." Mona terkekeh.Aku ikut tertawa juga mendengar ocehan dua temanku ini, ada benarnya juga sih kata-kata

  • SUAMIKU 90 CM   Ulah Silvia dan Lidia

    Suamiku 90cmBab 34 : Ulah Silvia dan LidiaPaginya, ketika membuka mata kudapati mas Syafril sedang duduk di pinggir tempat tidur dan memperhatikan kami. Entah sejak dari kapan ia berada di sini."Dik, kok tidur di sini? Masih marah ya sama mas?" ucapnya pelan.Aku hanya diam dan kemudian beranjak menuju kamar mandi. Dan ketika membuka pintu kamar mandi hendak melangkah keluar, dia si pria kecil sedang berdiri di depanku.Oh, my god. Apalagi mau pria kecil ini? Aku menatapnya galak."Dik, jangan marah terus dong." Dia menarik ujung bajuku."Dik, senyum dong. Mas janji gak akan membandingkan dik Zilla dengan si .... lagi ... " ucapnya."Benaran janji? Asal mas tahu ya, Zilla paling tidak suka kalau dibandingkan dengan siapa pun. Zilla ya, Zilla. Angel ya, Angel. Kalau suka sama Angel, berarti ceraikan Zilla. Zilla, ya seperti ini adanya. Kalau gak bisa menerima, ya sudah. Akhiri saja semua ini." Ucapku."Iya, dik. Iya. Mas janji gak akan mengulanginya lagi." Mas Syafril mencium punggu

  • SUAMIKU 90 CM   Pembalasan Untuk Heru

    Suamiku 90cmBab 33 : Pembalasan Untuk HeruMalamnya, Mona dan Ellis menjemputku di rumah."Mau ke mana, Dik?" tanya mas Syafril kepadaku yang sudah berdandan rapi dan menghampiri Ellis dan Mona di ruang tamu."Mas Syafril, kita mau izin ajak Zilla pergi. Ada undangan selamatan teman kantor. Boleh kan, mas?" Mona yang menjawab pertanyaan si pria kecil."Oh, begitu. Ya sudah, hati-hati. Pulangnya jangan terlalu malam, ya!" ucap mas Syafril.Aku hanya menatapnya sekilas, masih ada sedikit kemarahanku padanya karena pertengkaran kecil tadi pagi.Kami bertiga pun berangkat menuju hotel tempat perjanjian dengan Heru. Di parkiran, seorang wanita dengan pakaian serba hitam sudah menunggu kami.Aku segera mengirim sebuah pesan Wa kepada Heru.[Aku akan mengenakan pakaian serba hitam + cadar hitam juga. Aku tidak mau ada yang mengenali diriku, tidak apa-apakan?][Oke, sayang. Tidak apa-apa. Langsung ke kamar 103 ya, aku tunggu!]Aku memperlihatkan pesan Wa kepada wanita berpakaian serba hitam

  • SUAMIKU 90 CM   Badai

    Suamiku 90cmBab 31 : BadaiDua hari ini pantatku bekas suntikan KB masih terasa sakit, apalagi kemaren malam mas Syafril habis ambil jatah. Aku terduduk lesu di depan cermin kamar sambil menyisir rambut yang basah sehabis mandi keramas tadi pagi. Taklama kemudian ponselku diatas tempata tidur berbunyi, tanda ada beberapa pesab Wa yang masuk. Segera kuraih dan membuka isi pesan itu.By. Mona[Zil, di kantor lagi heboh. Heru menyebarkan fotomu bersama mas Syafril.]Aku melompat kaget dari tempat tidur. Oh, my god. Aku belum siap dengan kenyataan ini, bagaimana? Langsung kubalas pesan Mona.[Kok bisa?] balasku.[Aku juga tidak tahu, tahu-tahu tadi pagi si Heru sudah meletakkan foto pernikahan kalian. Sontak, semua teman-teman kantor jadi heboh. Aku dan Ellis yang menjadi todongan pertanyaan mereka.][Terus kalian bilang apa?][Ya, kami dian saja. Takut salah bicara.][Oh, ya sudah. Besok aku ke kantor, makasih infonya mon.][Bukannya kamu masih cuti, Zil?][Iya, emang. Aku gak tahan den

  • SUAMIKU 90 CM   Suntik KB

    Suamiku 90cmBab 31: Suntik KBSampai malam, ART dan Baby Sister yang dipesan belum juga muncul. Aku sudah keluh kesah cemas, takut si baby Kim ngajak begadang malam ini. Oh, my god. Jadi mami itu berat, aku harus kuat."Dik Zilla tidur saja, biar mas yang jaga baby Kim," ucap mas Syafril ketika si baby bangun jam 01.00 malam dan gak mau dibobokan lagi."Okelah, Mas," jawabku lemas.Ketika merebahkan diri di ranjang, aku langsung terlelap tak sadarkan diri lagi. Dan ketika tersadar, saat mendengar tangisan si baby Kim. Aku langsung beranjak turun dari ranjang dan menuju box tempat tidur baby Kim.Oh, my god. Pantas saja si baby Kim menangis, botol susunya dimulut si papi yang tertidur duduk di samping box."Mas, mas ... Bangun! Gak sadar apa si Kim nangis dari tadi?" Aku mulai dongkol melihat kelakuan si pria kecil."Eh, iya Dik." Dia langsung terbangun dengan botol susu tersumpal dimulutnya dan sambil memegangi itu botol."Mas, pantas saja si Kim nangis. Susunya dia, papi yang minum.

  • SUAMIKU 90 CM   Memperkenalkannya

    Suamiku 90cmBab 30 : MemperkenalkannyaDari rumah sakit, kami langsung menuju ke rumah mas Syafril. Dengan rombongan 3 buah mobil. Mobil pertama berisi keluarga mas Syafril, mobil kedua ada bang Fradit beserta kak Metha juga Farah dan mobil yang ketiga ada kami. Aku duduk bersampingan dengan Ibu yang sedang memangku si baby Kim. Mas Syafril duduk di samping Pak Sugeng yang sedang mengemudi.Sesampainya di rumah, lagi-lagi si baby Kim menjadi rebutan semua orang. Terutama orangtua mas Syafril dan adik beradiknya. Mereka berebutan mengajak bicara bayi yang baru saja lahir itu. Aku hanya cekikikan dalam hati. Apalagi kak Metha, dia selalu menutup mulut untuk menyembunyikan tawanya.Sore harinya, hanya tinggal Ibu saja yang masih tinggal di rumah kami. Semuanya sudah pulang."Akhirnya bisa istirahat dengan tenang juga." Aku memejamkan mata."Kok ngomongnya gitu?" Ibu yang sedang mengganti popok si baby Kim menoleh ke arahku.Aku tersenyum kecut, "Emangnya tadi Ibu gak lihat apa, para ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status