Bab 20 Karena rengekan Alea yang ingin bertemu dengan kakek kesayangannya sehingga Ulfa terpaksa setuju. Dia sudah tiba di rumah yang pada malam sebelumnya berhasil menunjukkan sesuatu di liar dugaan. Alea langsung berlari kegirangan, meskipun Mahatma tidak ada di sana. Dia bermain bersama Tantri yang saat ini tidak ada jadwal kuliah. Ulfa sendiri memilih duduk di kursi tamu seakan dirinya memanglah seorang tamu, malu untuk menerobos masuk rumah. Tas besarnya memang sudah dibawa Tantri masuk kamar Sano dulu, tetapi tetap saja dia berusaha untuk terlibat sungkan. Ulfa ingin ibu mertuanya paham kalau dia sedang marah, masih tentang perkara kemarin. Dia memperhatikan gerak-gerik Mahika yang kelihatan bingung. Tentu saja karena dia tidak berpihak pada Ulfa malam itu. Dia terang-terangan menolaknya dan menerima kehadiran Dita. "Kenapa berdiri saja, Bu? Kalau ada kesibukan, silakan dilanjutkan. Aku tidak apa-apa kalau harus duduk di sini sendirian." Ulfa tersenyum semanis mungkin. Seben
Bab 21 Selesai makan malam, Tantri langsung membereskan meja sekaligus mencuci peralatan makan. Sementara Alea menunggunya di kursi sambil menikmati susu ultra milk. Perhatian Ulfa kembali terusik ketika melihat ibu mertuanya menyeret Sano masuk kamar karena mengira Ulfa sedang bermain bersama Alea. Tanpa ragu, tanpa menutup rapat pintu kamar, dia berkata pada putra sulungnya. "Sano, ibu mau tanya sesuatu sama kamu." "Tanya apa, Bu?" "Selama ini, kamu ngasih uang belanja berapa ke Ulfa? Sebelum ketahuan kalau ada Dita dalam hidupmu." Ulfa semakin penasaran ketika mendengar namanya disebut. Dia tidak takut menguping karena ayah mertuanya belum pulang, sementara kamar Tantri berada di dekat dapur sehingga tidak akan melihat Ulfa di depan kamar Mahika. "Empat juta di luar kebutuhan jajannya dia, Bu. Itu dulu, tapi bulan kemarin lupa ngasih berapa. Intinya beda jauh sama dulu. Apalagi untuk bulan ini, mana bisa aku ngasih uang bulanan. Kalau pun ngasih paling lima ratus ribu karena h
Bab 22 Pagi ini, selesai menanak nasi, Ulfa langsung duduk santai di ruang tamu untuk bermain sosmed, paling menonton konten yang kadang aneh, kadang pula masuk akal. Tadi malam dia dan mertuanya sudah membuat kesepakatan bahwa mulai hari ini dan seterusnya, Ulfa tidak mau belanja ke pasar. Enak saja, setelah mengatakan 300 ribu itu cukup untuk satu bulan, lalu satu jam kemudian memutuskan memberi nafkah lima puluh ribu untuk sehari dengan catatan makanan yang dimasak harus beragam, enak, serta berganti menu setiap harinya. Mungkin saja mereka tidak memikirkan gas dan kebutuhan lain. Ah, biar saja, Ulfa tidak mau mengambil pusing. Kalau nanti mertuanya terus membandingkan dia dan Dita lagi, itu berarti sudah waktunya untuk berperang. Mungkin dulu Ulfa selalu memikirkan kebahagiaan keluarga suaminya, tetapi tidak untuk sekarang. Sano terlalu banyak berubah terutama hati dan perasaannya, jadi tidak ada salahnya kalau Ulfa juga ikut berubah. "Ulfa!" panggil Mahika yang baru saja kemb
Bab 23 Setelah mereka pergi, tentunya dalam satu mobil, Ulfa segera bersiap. Hanya ada dia di sana karena Mahatma sendiri ke luar untuk bekerja. Tidak ada libur bagi pekerja non kantoran. Ulfa menghela napas panjang. Mereka bertiga pergi bersamaan dalam satu mobil seolah menunjukkan kalau tujuannya sama. Ulfa semakin yakin begitu melihat tingkah Tantri yang mencurigakan. Gadis itu memang sudah menginjak usia 18 tahun, tetapi belum mahir bersandiwara. Beberapa kali dia tersedak saat Ulfa sengaja menanyainya tentang banyak hal termasuk saat dia terciduk pulang diantar oleh Dita. "Ma, aku cantik nggak?" tanya Alea memecah lamunan Ulfa yang sedang mematut diri di depan cermin. "Anak mama selalu cantik. Nanti Alea sama Tante Kancana lagi, ya?" Gadis itu mengangguk. Ulfa pun meraih tangan putrinya begitu mendengar suara klakson motor di depan rumah. Dia adalah Kancana, mereka sudah janjian sebelumnya. Ulfa mempercepat langkahnya sebelum dilihat sama tetangga lain yang mungkin saja bis
Bab 24 "Mungkin Tante nggak tahu kalau aku masih istri sah Mas Sano. Anak kami aja nggak dinafkahi apalagi Dita nanti. Coba sebagai sesama wanita, bagaimana rasanya diduakan tanpa mau dicerai, tapi tidak dinafkahi? Aku, sih, biasa saja sebenarnya karena Mas Sano itu tidak berguna. Dia punya banyak utang dan suka mengeluh. Kalau Dita mau menerima orang sepertinya, berarti sudah sepantasnya Mas Sano aku buang." "Buang? Kamu menganggap anakku sampah?" geram Mahika. Terlihat jelas semburat merah di kedua matanya. "Aku tidak membenarkan, tetapi tidak menyalahkan. Kalau menurut Ibu, Mas Sano itu sampah, ya terserah. Setelah aku, Ibu yang paling tahu wataknya." "Sialan!" "Pecundang. Itu julukan yang bagus untuk Mas Sano." Ulfa berdiri dari kursi, lalu melangkah santai menuju Sano yang terlihat menahan marah. Wanita itu tersenyum, memegang pundak suaminya santai. "Kamu selingkuh, kumiskinkan dirimu!" bisik Ulfa. "D-dek?" "Sepertinya itu cocok untuk judul novel aku, kan, Mas?" Kembali Ul
Bab 25 Ulfa baru saja selesai menidurkan Alea yang sejak satu jam lalu diambil dari Kancana. Rencana mereka selanjutnya adalah berkelahi dengan mertua. Meski ragu, wanita itu harus berani melakukannya. "Kalau kamu terus diam dan mengalah, mereka akan menganggap kamu lemah!" tukas Kancana tadi yang sengaja memanas-manasi hati Ulfa karena sudah geram dengan kelakuan suami dan ibu mertuanya. "Baiklah, aku harus bisa!" Ulfa mengembuskan napas berat, lantas memberi semangat dalam hati. Sekarang sudah mendekati waktu asar bertepatan dengan deru mobil Sano yang terdengar memasuki halaman rumah. Wanita itu langsung mempercepat langkahnya untuk membuka pintu setelah membaca ayat kursi dari galeri ponselnya. Itu saran Fajar. Dia meminta Ulfa membaca ayat tersebut untuk menguatkan mental, menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Sekarang dia tiba-tiba kembali memiliki keberanian. Pintu terbuka lebar, terlihat Sano beserta ibu dan adiknya yang sama memanyunkan bibir. Entah apa penyebabnya, mungkin
Bab 26 Ulfa pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Meskipun selama beberapa hari terakhir ibarat diperlakukan seperti putri raja oleh keluarga suaminya, tetapi dia tetap merasa tertekan. Bagaimana tidak, Mahika terlalu kejam bagi Ulfa karena sudah berani menghasut putranya sendiri. Apalagi semua kebaikan itu dilakukan demi mencapai sebuah tujuan. Alea dibiarkan main boneka di depan televisi sementara Ulfa membawa pakaiannya ke dalam kamar. Sore ini dia harus menyibukkan diri dengan memasak sebelum memikirkan cara terbaik untuk membalas semuanya. Ulfa belum merasa cukup dengan makiannya tadi pada mertua sebelum naik ke mobil, Dita dan Sano harus mendapat balasan juga. Tepatnya, semua orang yang berani melukai hati Ulfa harus menerima konsekuensinya. Seseorang yang hatinya selembut kapas saja bisa berubah sangar ketika mendapat perlakuan tidak adil, apalagi Ulfa yang memang kadang mudah marah. "Ulfa, kamu pulang?" Suara itu membuat Ulfa mengambangkan senyuman lantas mempercepat la
Bab 27 Pov Ulfa _________________ Hari yang dinanti telah tiba, aku sedikit gugup. Ah ya, setelah hari itu bersama Mbak Kancana, esoknya Mas Sano datang dengan linangan air mata memohon agar aku memberinya satu kesempatan. Dia berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku tentu memberi izin, tetapi untuk sementara saja sampai pada titik tertentu. Aku sudah berhasil mengumpulkan banyak bukti, tentang perselingkuhan Mas Sano dan juga fakta bahwa mereka telah melakukan hubungan suami istri tanpa terikat pernikahan. Hati perih? Jelas, tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Sekarang hanya perlu memikirkan bagaimana cara untuk bisa lepas dari Mas Sano tanpa harus pergi dari rumah ini. Jika aku pulang ke Makassar, sebenarnya tidak mengapa. Hanya aku khawatir dengan bisik-bisik tetangga. Lagi pula, untuk apa mempertahankan pernikahan yang tidak lagi sehat? Fakta bahwa Mas Sano memiliki wanita lain di luar sana menjadi jalan perpisahan untuk kami. Tidak boleh ada kesempatan kedua k