Share

74. Kecemasan

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-06 05:57:12

Malam turun cepat. Rumah Jati terasa sepi bagi Jati, padahal Mbok Darmi lagi ngobrol denganbak Ratih soal apa yang mau dimasak besuk.

Jati menatap ke luar yang juga terasa sepi walau di bawah sana, lampu taman kecil menyala lembut seperti kunang-kunang yang kehilangan arah.

Kamar terasa kosong, dingin, dan tak ada tarikan napas perempuan yang biasanya tertidur memunggunginya.

Jati membuka kelopak mata yang berat. Bantal di belakang terasa dingin. Tangannya meraba sisi kasur yang kosong. Nafasnya bergetar.

Satu jam ia memaksa mata terpejam, namun setiap menoleh ia hanya melihat ruang kosong yang biasanya ditempati tubuh mungil istrinya. Ia meraih sisi itu dengan gerakan refleks, berharap ada kehangatan yang tersisa. Tidak ada.

Desakan resah menyeruak sampai dada terasa mengeras.

Ia bangkit. Detak jantungnya lebih cepat dari langkah kakinya saat menuju pintu belakang. Udara pekarangan masuk pelan, menusuk kulitnya. Ia keluar ke taman kecil dan menyalakan rokok. Asap tipis menguap, tet
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwiindah Wahyuni
satset kak wduh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   107. Penyesalan

    “Gandes?”Jati tersentak. Tangannya masih menopang tubuh itu, namun beban tiba-tiba terasa asing. Kepala Gandes terkulai ke samping, jilbab menutup separuh wajah. Tidak ada perlawanan. Tidak ada napas terengah.“Mas… jangan.”Suara itu masih terngiang kembali, terlalu lirih. Hampir tenggelam oleh napas Jati sendiri yang memburu menciumnya dengan kasar, sampai tubuh itu melemas sepenuhnya seperti yang kini di tangan Jati.“Gandes!” Jati menepuk pipinya. “Jangan bercanda. Buka mata.”Sunyi.Jantung Jati berdentum panik. Tangannya mulai gemetar. Ia menggeser tubuh Gandes, menempelkan telinga ke dada gadis itu, mencari denyut yang meyakinkan dirinya bahwa semuanya baik-baik saja.Ada. Lemah. Tidak stabil.“Ya Allah… apa yang sudah aku lakukan,” gumamnya.Rasa panas di dadanya berubah menjadi dingin yang mematikan. Semua kalimat yang tadi meluncur dengan nada menuntut kini terasa kejam. Ia mengingat wajah Gandes yang pucat, suara yang bilang tak enak badan, tatapan mata yang minta dipahami

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   106. Kemarahan

    "Gandes?!" Jati tersentak.Kanaya melepas pelukan seolah baru sadar tubuhnya masih memeluk Jati erat.“Astaga…” Kanaya mengusap wajah, telapak tangannya bergetar. "Gandes… kamu sudah datang. Dari tadi aku tanya, kenapa kamu tak ikut turun.""Aku kayak nggak enak badan, Ma.""Muka kamu emang kelihatan pucat." Kanaya menelisik Gandes. "Maafkan Mama, ya, tadi, ” katanya cepat, suara bergetar. “Mama peluk Jati karena kaget. Mama… terharu.”Gandes kaku. Bahunya naik turun, lalu perlahan melunak. “Terharu?”Kanaya mengangguk, mengusap punggung Gandes. “Kalian kelihatan saling mencintai sekarang. Bahkan kata Jati kalian baru dari villa. Juga, cara kamu memanggil dia barusan… itu bukan suara pura-pura.”Gandes tetap menatap. Tatapannya tak segera beralih. Ia menelan ludah, napasnya tersangkut. Namun, senyum segera mengembang."Maaf jika tadi mengagetkan. Aku cuma mikir, ada apa kok lama? Katanya tadi sebentar,” tanya Gandes masih tersenyum."Emang apa kamu sendiri tak kangen Mama?" Kanaya ya

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   105. Ganti rugi

    “Kanaya, aku cuma mampir sebentar. Mau kasihkan... "Kanaya sudah menarik pergelangan tangan Jati sebelum ia sempat meneruskan kata-katanya lagi. Tarikan itu tidak kasar, justru terlalu akrab. Pintu rumah tertutup. Suara engselnya seperti kunci yang mengunci ruang bernapas Jati.“Kamu kurusan,” ujar Kanaya cepat. Tangannya menyentuh lengan Jati, naik, lalu berhenti dekat dadanya.Tanpa aba-aba, Kanaya yang tingginya 170 cm itu, tak jauh dari tinggi Jati, segera menarik tengkuknya dan mencium bibir Jati. “Aku kangen. Sudah lama kita tak melakukan kemesraan kita. Tinggallah sebentar, bukankah hari Senin ini tanggal merah. Kamu libur 'kan?" bisiknya manja. Jati menegang. Otot bahunya kaku. Ia mendirong Kanaya pelan, lalu mundur setengah langkah, cukup untuk menciptakan jarak yang terasa canggung.“Jangan begitu, Kanaya, ” katanya. “Kamu tahun'kan aku sudah menikah.”Kanaya tertawa pendek. “Pernikahan macam apa? Bukankah dia cuma penggantiku? Kamu selalu pakai nada itu kalau gugup.”Di

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   104. Pelukan

    “Kenapa nada kamu berubah begitu?” tanya Gandes pelan, matanya menatap Jati yang masih duduk di tepi ranjang.Jati menghela napas. Tangannya bergerak ke belakang kepala, kebiasaan lama saat pikirannya kusut. “Aku cuma… bingung.”“Bingung soal Mama?”“Soal kamu. ” Jati menoleh. “Setelah semua yang terjadi, kamu masih mau dekat dengan mama kamu? Aku bahkan tak percaya dia tak. Menyimpan sesuatu.”Gandes bangkit, meraih bantal, memeluknya sebentar sebelum bicara. “Mas, jangan bicara begitu. Kalau bukan karena Mama, aku mungkin nggak akan sampai sejauh ini.” Suaranya tenang, tapi ada getar tipis. “Dia yang berjuang buat hidupku. Dia yang begadang waktu aku membutuhkan uang untuk tetap sekolah. Dia yang nutup telinga dari omongan orang, cuma supaya aku bisa sekolah.”Jati terdiam. Pandangannya jatuh ke jari Gandes yang saling mengait.“Apapun yang Mama lakukan,” lanjut Gandes, “aku percaya niatnya selalu buat kebaikanku.”"Termasuk mendekatkanmu pada Ryan?""Itu karena dia masih mencintai

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   103. Aku pasti kembali

    "Jangan lama,” jawab perempuan itu.Ryan melangkah menyusuri sisi vila Mica. Jalur sempit itu mengarah ke pagar rendah. Dari sana, pandangan terbuka ke vila di bukit seberang. Ia berhenti.Di teras vila itu, Gandes duduk bersandar, tertawa lepas. Jati duduk di sampingnya, satu tangan memegang piring, tangan lain mengusap lengan Gandes dengan gerakan kecil yang penuh kebiasaan. Mereka bicara, tertawa, lalu Jati mendekat, mengecup bibir Gandes singkat, seolah dunia hanya milik mereka berdua.Ryan merasa dada terbelah.Setiap tawa Gandes seperti pisau. Setiap sentuhan Jati seperti menambah luka. Ia ingin berpaling, namun kakinya tidak mau bergerak.Begitu besar cintanya hingga ia lupa cara bernapas.Gandes mencondongkan kepala ke bahu Jati. Lelaki itu tertawa, menyentuh pipi Gandes dengan punggung jari, lalu mengusapnya pelan. Adegan itu sederhana, namun terasa kejam.Air mata Ryan jatuh tanpa suara."Aku mau pergi, Ndes," batinnya. "Aku ingin menyimpan wajahmu terakhir kalinya karena

  • SUAMIKU KEKASIH IBUKU   101. Tawaran

    Udara seolah berhenti.Reirna menoleh cepat. "Michael?"Michael tidak mengalihkan pandangan.Mica berdiri perlahan. "Aku ke dalam." Dia sudah merasabtahu apa yang akan diminta papinya. Langkahnya menjauh, kembali ke dalam. Dari sana, ia berhenti. Tidak masuk sepenuhnya. Cukup jauh untuk tak terlihat jelas, cukup dekat untuk mendengar.Ryan menelan ludah. "Tergantung apa yang Om minta."Michael tersenyum tipis. "Jawaban aman.""Aku jujur," kata Ryan."Itu bagus," jawab Michael. "Karena yang akan aku minta tidak mudah."Reirna merapat. "Kamu yakin?""Yakin," jawab Michael.Ryan menunggu. Detik berlalu. Angin menggerakkan dedaunan. Dari arah bukit, samar terdengar bunyi lonceng sepeda. Hati Ryan resah. Bayangan Handes dibonceng sepeda muncul lagi. Michael berkata pelan, "Aku ingin kamu kelak menjadi pendamping Mica."Ryan membeku. "Bukankah selama ini kami seperti adik kakak? Bagaimana mungkin tiba-tiba saja saya bisa menganggapnya lain?""Hanya itu harapan Om untuk kalian," lanjut Mic

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status