Sagara terkesiap mendengar pertanyaan Viana. Lelaki itu terdiam menatap Viana dengan tatapan tajam. Lidahnya mendadak kelu, dia tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan Viana yang tak pernah dia sangka. Melihat keterdiaman Sagara, Viana mengerti bahwa Sagara tidak ingin memberitahunya perihal itu. "Kalo kamu nggak mau jawab juga nggak papa. Maaf, udah buat kamu nggak nyaman, Gar."Viana tidak ingin memaksa Sagara untuk menjelaskan tentang Alin. Mungkin itu berat bagi Sagara, jadi Viana tidak ingin membuat Sagara marah padanya. Sagara masih terdiam, kini tatapannya beralih menatap lautan yang membentang luas di hadapannya. Ombak bergulung pelan, berdebur menyapu pantai seolah hendak menghapus jejak-jejak langkah mereka. Angin laut meniup rambutnya yang sedikit berantakan, tapi dia membiarkan saja. Dia butuh waktu untuk menyusun kata-kata—tidak hanya untuk menjawab Viana, tapi juga untuk menghadapi sesuatu yang selama ini dia sembunyikan dari semua orang. "Alin ...," Sagara akhirnya
"Kita langsung pulang, Na?" Sagara menoleh, menatap sang gadis yang kini duduk di sampingnya dengan anteng. Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil milik Sagara. Mobilnya masih berada di area parkir sekolah, sebelum dia keluar dari pekarangan sekolah. Sagara bertanya terlebih dahulu pada Viana, barangkali gadis itu ingin pergi ke suatu tempat atau ada keperluan lainnya. Viana berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sagara. Kalau mereka langsung pulang ke apartemen, Viana pasti akan merasa bosan. Selain itu, Viana akan semakin teringat dengan pernikahan Arthur dan Allisha. Lebih baik dia pergi bersama Sagara, kemana saja agar dirinya tidak begitu larut memikirkan hal yang membuat dirinya sakit. "No, kita pergi dulu kemana gitu!" Viana menoleh dengan senyum tipis, meski matanya menyiratkan kelelahan yang coba dia tutupi. Sagara mengangguk pelan, tanpa protes. dia bisa menebak Viana sedang butuh pelarian. Tanpa banyak tanya, dia mulai menyalakan mesin mobil dan perl
"Lo itu emang anjing, ya?!" Agatha berjalan mendekati sosok perempuan dengan seragam khas SMA Galaksi. Tatapan Arga menunjukan kemurkaan yang tak bisa ditahan lagi. "Gimana hadiah gue? Lo seneng, kan?" Rachell yang menyadari kedatangan Agatha dari balik dinding belakang SMA Galaksi. Dia sudah menunggu wanita hamil itu sejak dua belas menit yang lalu di belakang gedung SMA Galaksi yang terdapat sebuah gang kecil. Di mana ujung gang terdapat sebuah warung makan yang biasa menjadi tempat tongkrongan geng Verdon. Agatha yang murka dengan Rachell. Mengangkat tangannya bersiap untuk menampar wajah angkuh gadis yang merupakan mantan sahabatnya itu. Namun, sebuah tangan kekar menahan pergerakan Agatha. Satya Mahendra— dia yang sejak tadi mengawasi interaksi singkat antara Agatha dan Rachell yang hanya lima menit saja. Segera mendekat saat melihat wanita itu ingin menyakiti gadisnya. "Jaga tangan lo, jalang!" desis Satya dengan nada tajam dan menusuk. Agatha membelalakkan matanya saat m
"Kemarin, gue diculik sama Agatha. Gu—""What the hell?" Teriakan Rachell dan Seyra secara bersamaan menghentikan kalimat Viana yang kini menggantung di udara. Viana kembali menatap kedua sahabatnya yang berada di hadapannya dengan ekspresi datar. Keduanya itu terlaluwbay sejak tadi, tenggorokannya tidak merasakan sakit kah? Sejak tadi berteriak terus seperti Tarzan. Rachell yang biasanya alim, kini ikutan gila seperti Seyra. Apakah karena tidak diberi kabar oleh dirinya semalam membuat keduanya seperti ini?"Brengsek! Jadi, ini alasan muka Lo luka-luka kaya gini?" Seyra segera mendekat pada Viana, dia meraba pelan wajah Viana yang dipenuhi oleh lebam. Tapi dengan cepat sahabatnya itu menepis tangannya dengan pelan. Viana mengangguk. Membuat atensi Rachell menatap wajah Viana dengan tubuh yang dia condongkan agar lebih dekat dengan Viana."Ceritain secara jelas ke kita, Vi!" Dari nada bicara Rachell terdengar menuntut. Ekspresi wajah gadis itu berubah serius dengan sorot mata ya
"Viana, kenapa nomor lo nggak bisa dihubungin, sih? Bikin orang khawatir aja, sih, Viana Rajendra!"Rachel segera menyerbu Viana dengan kalimat yang sudah dia siapkan sejak tadi. Dia menarik gadis yang berstatus sebagai sahabat dekat yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri agar duduk di sampingnya. Seyra yang tengah merapihkan buku-buku pelajaran dan peralatan sekolah lainnya di dalam tas. Segera mendekat pada sahabatnya yang sudah membuat dirinya khawatir semalaman. "Dari mana aja, sih, lo?" Seyra berdecak pelan sambil mengambil duduk di depan meja Viana dan Rachell. "Hoby banget bikin orang panik!"Viana tidak langsung menjawab. Dia terlalu bingung untuk menjelaskan apa yang terjadi padanya kepada Rachell dan juga Seyra. Kedua sahabatnya itu berhak tahu atas apa yang dia alami kemarin. Viana selalu menceritakan apa yang terjadi padanya kepada kedua sahabatnya. Terkecuali pernikahannya dengan Sagara dan juga pernikahan Arthur dengan Alisha. Viana bangkit dari duduknya. Membu
"Makasih, udah mau berbagi keluh kesah kamu ke aku, Na."Sagara menarik Viana ke dalam dekapan hangatnya dari samping. Dia mengusap punggung sang gadis dengan lembut. Dia merasa senang Viana bisa terbuka seperti ini padanya. Dia tidak pernah berpikir sedikitpun bahwa dirinya dan Viana akan berada di moment seperti ini. Viana yang selalu bersikap angkuh dan mempertahankan gengsinya yang begitu tinggi. Bisa mengeluarkan air matanya di depan dirinya, bahkan gadis itu menunjukan kerapuhannya yang selama ini disembunyikan oleh wajahnya yang datar dengan kedua mata yang selalu menatap siapapun dengan sinis. Mini tatapan Viana berubah menjadi rapuh, dengan derai air mata yang mengenang di pelupuk matanya. Gadis angkuh yang ditakuti oleh semua murid di SMA Galaksi menunjukan sisi rapuhnya pada Sagara. Gadis itu menyimpan banyak luka di balik wajahnya yang angkuh. Viana selalu menunjukan bahwa hidupnya bahagia, nyatanya jauh dari semua itu. Tanpa sadar mendengar cerita pilu Viana, hati Saga