Beranda / Romansa / SUAMIKU KETUA GENG MOTOR / 161 || Sebuah Pelukan

Share

161 || Sebuah Pelukan

Penulis: Diva
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 00:32:41

Mentari baru saja menembus langit dengan sinar pucat saat orang-orang mulai berdatangan ke rumah duka. Udara pagi itu terasa berat. Bukan karena cuaca, tapi karena duka yang menggantung di antara daun-daun yang nyaris tak bergerak. Rumah keluarga Satya sudah dipenuhi pelayat sejak subuh. Beberapa orang duduk bersila di ruang tamu, melafalkan doa, sementara sisanya berdiri di halaman, berbaju serba hitam.

Sagara berdiri kaku di sisi kiri keranda, bersama Kenzo dan Danish. Pakaian hitam yang mereka kenakan sudah lecek, masih berbau tanah dan darah dari hari sebelumnya. Mata mereka sembab, terutama Sagara—yang sejak malam tadi bahkan belum melepas sepatunya. Dia belum pulang. Belum istirahat. Entah karena memang tak sempat atau memang tak bisa.

Satu per satu pelayat mendekat. Menyalami Anton dan Ratna. Memberikan pelukan. Ucapan bela sungkawa. Tapi Ratna nyaris tak merespons. Wanita itu hanya duduk di kursi rotan, wajahnya menunduk, jemarinya menggenggam selembar saputangan putih yang su
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • SUAMIKU KETUA GENG MOTOR   189 || Ending

    Langit mulai berubah warna ketika mobil Sagara berhenti di tepi pantai yang sepi. Ombak bergulung tenang, menyapu pasir seperti napas panjang yang dilepaskan bumi. Matahari belum benar-benar tenggelam, menyisakan semburat oranye di ufuk barat. Viana turun perlahan dari mobil, mengangkat sedikit kebaya putihnya agar tak terkena pasir. High heels-nya ia lepas, diganti dengan langkah ragu-ragu yang menciptakan jejak di pasir basah. “Aku enggak nyangka kamu beneran bawa aku ke sini,” katanya lirih, menoleh ke belakang saat Sagara ikut menyusul dengan tangan dimasukkan ke saku celananya. Cowok itu hanya mengangkat bahu, senyum kecil di ujung bibirnya. Jas abu-abu yang ia kenakan masih rapi, meski dasinya sudah longgar. “Katanya kamu pengen sesuatu yang nggak rame. Cuma berdua,” jawab Sagara, lalu menoleh ke laut. “Ya ini, pantai paling ujung di Swinden. Sepi, tenang, enggak ada orang.” "Dulu kita pernah ke sini, sepulang sekolah. Ya, cuma buat hibur kamu yang lagi sedih setelah tau per

  • SUAMIKU KETUA GENG MOTOR   188 || Foto Bersama

    Viana mengangkat wajahnya pada cahaya matahari siang yang begitu terik. Angin membawa sisa harum bunga dari bangku kosong tadi, mengaduk-aduk dadanya—tapi kini tak lagi perih. Lebih ke hangat. Seperti pelukan seseorang yang lama ditunggu, lalu akhirnya datang, bukan untuk menenangkan, tapi untuk menyertai.“Viana, Sayang!” panggil sebuah suara dari kejauhan.Arthur.Pria itu melambai ke arahnya, berdiri tak jauh dari Alesha yang sedang mengelus perutnya yang membuncit. Senyum Alesha terlihat lembut, wajahnya bersinar karena cahaya matahari.Dengan langkah perlahan, Viana mendekat ke arah ayah dan ibu tirinya. Satu tahun lalu, bahkan satu bulan lalu, rasanya tak mungkin ia akan berdiri di sini, dengan hati yang ringan. Tapi waktu dan luka membentuk ruang baru di dalam dirinya—ruang yang tak diisi oleh dendam, tapi oleh pengertian.“Ayo, kita foto, Sayang!” ajak Arthur pelan.Viana mengangguk. “Ayo, Pa.”Alesha berjalan lebih dekat, tampak canggung. Ia menatap Viana sejenak, lalu berkat

  • SUAMIKU KETUA GENG MOTOR   187 || Mengenang Satya

    Usai upacara, langit berubah keemasan. Mentari menggantung lebih rendah, menyelimuti halaman SMA Galaksi dalam cahaya hangat yang temaram.Orang-orang mulai menyebar. Ada yang sibuk berfoto, ada yang tertawa—bahkan menangis bahagia. Balon-balon putih dan emas dilepas ke langit, perlahan menjauh dari jangkauan. Tapi di satu sudut, waktu seakan berhenti.Viana berdiri di bawah pohon trembesi, mendongak menatap balon-balon yang menjauh. Di tangannya tergenggam erat selembar surat kelulusan, tapi hatinya terasa berat. Ada sesuatu yang belum selesai.Sagara berjalan menghampiri, diam-diam berdiri di sisinya. Tak ada kata. Hanya tatapan panjang ke langit, ke arah balon yang makin tinggi—satu di antaranya tersangkut di dahan pohon. Menggantung. Tak ikut terbang.“Kayak Satya ya,” gumam Viana, lirih.Sagara mengangguk pelan. “Dia nggak pernah benar-benar pergi.”Viana menunduk. “Aku masih ingat suara teriakannya waktu hari itu pas dia nyuruh aku pergi. Masih terngiang. Kadang muncul waktu aku

  • SUAMIKU KETUA GENG MOTOR   186 || Hari Kelulusan

    Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu, begitupun bulan berganti bulan. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, hari kelulusan telah tiba.Langit pagi membentang biru lembut di atas gedung megah SMA Galaksi, sekolah swasta elite yang hari ini penuh dengan wajah-wajah berseri dan mata-mata yang sembab karena haru. Deretan mobil mewah terparkir rapi di pelataran, menandai kedatangan para orang tua yang bangga dan siap menyaksikan momen penting anak-anak mereka.Di antara kerumunan yang berdiri di bawah naungan pohon trembesi tua, Viana berdiri dengan anggun mengenakan kebaya putih gading yang membalut tubuhnya dengan pas, memperlihatkan siluet sederhana tapi elegan. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi jepit mutiara kecil yang berkilau saat cahaya matahari menyapunya. Wajahnya yang biasanya kuat kini tampak tenang, dengan senyum kecil yang menggantung di sudut bibir.Sagara berdiri tak jauh darinya, mengenakan jas hitam yang dipadukan dengan dasi warna burgundy. Tatapannya sesekali mel

  • SUAMIKU KETUA GENG MOTOR   185 || Memulai Kembali

    Mobil melaju perlahan meninggalkan rumah itu. Di kaca belakang, cahaya lampu rumah masih terlihat, begitu pula dua bayangan orang dewasa yang berdiri terpaku di depan garasi, diterpa angin malam yang dingin dan bisu."Papa nolak buat ceraikan Tante Alesha." Viana tertawa pelan, penuh luka. "Nggak ada cara lain selain nerima keberadaan Tante Alesha dalam hidup aku."Viana menoleh pada Sagara yang mulai menjalankan mobilnya keluar dari pekarangan rumah. Saat ini tujuan mereka apartemen. Apartemen yang kata Sagara, menjadi tempat tinggal mereka setelah menikah. "Aku senang kamu dengerin nasihat aku buat maafin mereka. Mereka orang tua kamu sekarang, meskipun kamu masih nggak bisa nganggep Tante Alesha sebagai Mama kamu. Tapi ingat kasih sayang yang selalu Tante Alesha curahkan ke kamu, Viana!" Sagara menggenggam tangan Viana dengan lembut, dan hangat. Tangan yang sudah lama tidak dia genggam, bahkan terasa sangat jauh dari jangkauannya. Viana tersenyum lebar. "Makasih ya, Sagara. Kam

  • SUAMIKU KETUA GENG MOTOR   184 || Damai

    "Viana!"Suara itu memecah keheningan malam yang bergantung di antara lampu-lampu taman rumah besar bergaya Eropa. Viana baru saja membuka pintu mobil ketika suara Arthur menggema, membuat langkahnya terhenti. Tangannya masih menggenggam handle pintu, tapi tubuhnya membeku di tempat. Matanya memejam sesaat, mencoba menahan semua rasa yang mengendap sejak tadi.Arthur mendekat. Kemeja putihnya tampak kusut, dasi tergantung longgar di leher. Wajahnya lelah, tapi matanya penuh ketegangan. Di belakangnya, Alesha berdiri beberapa langkah, memeluk tas kerja ke dadanya, sementara Sagara berdiri di sisi mobil, menyandarkan punggung ke pintu dengan lengan terlipat."Viana, dengar dulu Papa minta maaf."Suara Arthur serak. Bukan karena dingin, tapi karena sesuatu yang sudah lama menyesak. Matanya memohon. Bukan seperti tatapan seorang ayah yang memarahi anaknya. Tapi seperti seseorang yang akhirnya menyadari betapa besar kesalahan yang telah ia lakukan, dan seberapa besar luka yang telah dibiar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status