Share

SUAMIKU TAK TAHU AKU ISTRINYA
SUAMIKU TAK TAHU AKU ISTRINYA
Author: Emylia Arkana Putra

Bab 1 SUAMIKU TAK TAHU AKU ISTRINYA

Dengan tangan bergetar, aku mengambil sisa nasi yang berserakan di lantai karena dibuang oleh Nyonya Mala, yang tak lain Ibu mertuaku sendiri.

"Kamu itu hanya seorang pembantu. Jangan mimpi bisa mendekati Ardian," sebuah ucapan yang dibarengi dengan toyoran di kepala.

Berkali-kali aku mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di rumah yang begitu mewah dengan fasilitas serba ada tersebut.

Pembantu? Ya, aku seorang istri yang selalu dipanggil dengan sebutan pembantu. Bahkan untuk menyebut nama Ardian yang tak lain suamiku sendiri harus dengan sebutan Tuan Ardian.

"Apa sih, Ma. Pagi-pagi sudah ribut?" tanya Flo adik perempuan Ardian.

"Mama itu gemes sama pembantu sialan ini, Flo. Apalagi kalau dia dekat-dekat dengan kakakmu."

"Suruh pergi saja kenapa, sih, Ma. Lagian Papa 'kan sudah tidak ada."

"Tapi bapaknya dia masih hidup, Flo."

Keluarga di rumah ini memang sangat membeciku. Karena kedatanganku menjadi istrinya Ardian hanya mempermalukan status mereka sebagai keluarga pengusaha sukses.

Mereka pikir, aku yang menginginkan perjodohan ini. Padahal diriku sendiri tidak pernah tahu dengan perjodohan yang dilakukan bapakku dengan almarhum papanya Ardian yang meninggal satu minggu setelah pernikahan dilaksanakan.

Bapak dan papanya Ardian adalah sahabat. Hanya saja status sosial kami memang berbeda. Papanya Ardian terlahir dari keluarga sangat berada. Sedangkan Bapak terlahir dari keluarga sangat sederhana.

Harapan dan impian menjadi seorang istri yang bahagia telah pupus. Karena pada kenyataannya aku harus merasakan pernikahan yang begitu menyiksa lahir dan batin.

Pernikahan yang baru berjalan enam bulan, tapi sudah membuat tubuhku tinggal tulang dan kulit saja.

"Sundarii ... ngapain kamu masih di kamarnya Ardian? Keluar!" bentak Nyonya Mala dengan menyeretku.

"Sa - saya tidak ada maksud apa-apa, Nyonya. Tadi saya hanya menyiapkan apa yang diminta Tuan Ardian saja."

Kini tubuhku terjengkang di lantai karena dorongan keras dari Nyonya Mala.

"Sudah saya bilang 'kan? Pernikahan itu tidak ada artinya untuk kami. Semua terpaksa agar Ardian tetap mendapat warisan dari papanya. Jadi jangan sekali-kali berpikir kalau kamu itu istrinya Ardian! Paham."

Lelaki tampan yang memakai jas dan menenteng tas kerja berwarna cokelat kini lewat di sampingku tanpa menoleh sedikitpun.

Ardian, suamiku. Dia tidak pernah membelaku sedikitpun saat semua keluarganya bersikap begitu kasar padaku. Hanya sikap acuh dan angkuh yang selalu dia perlihatkan.

Ingin rasanya aku pergi dan meninggalkan rumah neraka ini. Tapi akhirnya niat itu ku'urungkan ketika rasa sakit hati menjadi sebuah dendam.

Ya. Aku dendam atas perlakuan mereka padaku selama ini. Dan keinginanku tersebut mendapatkan jalan yang begitu mudah.

Saat itu aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Nyonya Mala dan Ardian. Mereka membicarakan tentang Nyonya Intan. Pengusaha yang menjadi saingan keluarga mereka.

Aku pun berusaha mencari tahu tentang Nyonya Intan. Karena dia bisa memberi jalan untuk balas dendamku.

***

"Jadi, kamu ini istrinya Ardian?" tanya perempuan yang terlihat begitu cantik dengan balutan pakaian mewah. Dia terus berputar memandangku dari atas kepala hingga ujung kaki. " Saya tidak pernah tahu kalau ternyata Ardian sudah menikah."

"Kami dijodohkan oleh Bapak dan papanya Ardian. Tetapi Nyonya Mala dan Ardian tidak pernah menganggap pernikahan itu ada. Pernikahan kami terpaksa dilakukan agar Ardian mendapat warisan almarhum papanya. Dan saya di perlakukan sangat tidak manusiawi dan dianggap sebagai pembantu di rumah tersebut." jelasku dengan menahan air mata agar tidak tumpah. Sudah cukup aku menangis karena perlakuan mereka.

Terdengar hembusan napas panjang dari Nyonya Intan. Jari telunjuknya menutup bibir yang dipoles dengan gincu merah merona.

"Terus. Maksud kedatangan kamu ke sini?"

"Saya ingin bekerjasama dengan Nyonya Intan. Mungkin saya memang hanya perempuan kampung yang tidak tahu soal perusahaan. Tapi saya bisa belajar dan membantu Nyonya Intan. Saya tahu kalau perusahaan Ardian dan perusahaan Nyonya Intan bersaing."

"Okey, tawaran yang cukup menarik. Dan juga keberanian yang saya acungi dua jempol. Tidak semua orang bisa bertemu dengan saya. Tapi kamu, bisa membuat saya menyita waktu untuk mendengar sebuah cerita yang membuat saya cukup terpaku."

Aku mengulas senyum yang begitu lega mendengar jawaban dari Nyonya Intan.

Awal yang sangat baik.

***

Sebuah rencana mulai disusun dengan rapi. Aku pergi dari rumah tanpa sepengetahuan siapapun.

Nyonya Intan menyuruhku tinggal di rumahnya yang ada di luar kota. Di sana aku mulai merubah diri. Dari penampilan sampai cara bicara. Aku juga sangat ekstra untuk menambah berat badan agar terlihat ideal.

Selain itu, aku juga diajari cara mengelola perusahaan. Karena nantinya Nyonya Intan akan menempatkanku di salah satu perusahaannya.

Rasa sakit hati membuatku begitu semangat untuk bisa balas dendam dengan keluarga Ardian. Dan tidak akan pernah ku sia-siakan kebaikan Nyonya Intan yang sudah menolongku.

Nyonya Mala, Ardian, Flo. Tunggu kedatanganku untuk memberi pelajaran atas kesombongan kalian.

Pikiranku mulai tertuju dengan keluarga di kampung. Bagaimana dengan Bapak dan Ibu? Mereka pasti sangat khawatir denganku yang tiba-tiba pergi tanpa kabar.

"Bapak ... Ibu. Sundari baik-baik saja di sini. Bahkan sangat baik. Semoga kalian bisa merasakannya," ucapku dengan memandang foto yang tersimpan di dompet lusuh.

Aku memang tidak pernah cerita dengan keluarga di kampung atas perlakuan Ibu mertua dan suamiku yang begitu jahat. Dan mereka berpikir aku sangat bahagia dengan perjodohan tersebut.

Hemh ... kutarik napas panjang dalam-dalam dengan memandang diri sendiri di sebuah cermin. "Cantik, dan sangat berbeda. Seakan bukan sosok Sundari yang kulihat saat ini," ucapku pada diri sendiri

Aku mulai berpikir mencari nama samaran. Tidak mungkin 'kan penampilan dan cara bicara sudah berbeda, tapi nama tetap sama.

Dengan berjalan mondar-mandir aku terus berpikir nama apa yang cocok sebagai nama samaran.

Dan akhirnya terbesit sebuah nama. Rubi, ya ... Rubi. Sekarang aku akan berakting sebagai Rubi. Wanita cantik dan pintar.

Terdengar suara ponsel berdering yang mengalihkan pandangan.

"Assalamu'alaikum, Nyonya Intan."

"W*'alaikumsalam, Sundari. Jangan panggil Nyonya! Panggil saja Mama! Kamu sudah saya anggap sebagai anak sendiri," sebuah ucapan yang membuatku begitu terharu.

"Ta - tapi, Nyonya."

"Sttt .... Mama, bukan Nyonya. Ini bukan di sinetron, Sun."

"Ba - baik, Ma. Sundari juga sudah memiliki nama samaran, Ma."

"Nama samaran?"

"Iya, Ma. Sekarang Sundari menyamar dengan nama Rubi."

"Rubi. Nama yang bagus. Kamu harus semangat! Sebenarnya saya membantu bukan karena persaingan. Tetapi sebagai seorang perempuan, saya ikut merasakan apa yang telah mereka lakukan padamu, Sun. Mereka terlalu membanggakan kekayaannya. Sampai lupa menghargai orang lain."

Aku ingin membalas rasa sakit hati karena tidak pernah dianggap sebagai istri dan menantu. Serta perlakuan mereka yang sangat menyakitkan hanya karena perbedaan status sosial.

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hendri Safran
I like this. awal yg menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status