Wajah Celine menegang. Tubuhnya mendadak menjadi kaku dan otomatis menjadi defensif ketika mendengar suara Tanner. Ia tidak berbalik dan tetap berusaha fokus pada masakannya.
"Putraku! Akhirnya kau pulang juga. Betapa sepinya rumah ini terasa tanpa kehadiran kalian!" sambut Mrs. Reynolds sambil memeluk dan menciumi wajah putranya dengan hangat dan bahagia.
Sebagai bagian dari keluarga Reynolds, Tanner terbilang tampan. Jika saja kelakuannya tidak menyebalkan maka mungkin saja Celine bisa menaruh hati pada Tanner.
"Wah, kau hanya memeluknya, Bu? Tidak memelukku juga?" tiba-tiba terdengar suara lain yang terdengar centil dan membuat telinga Celine terasa sakit.
Qiana, anak bungsu dari keluarga Reynolds juga memiliki penampilan yang menawan. Karena ia memang memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang model semenjak ia di perguruan tinggi. Kakinya yang jenjang, pinggang ramping, dengan mata biru, dan rambut pirang membuatnya terlihat seperti boneka barbie.
"Qiana! Tentu tidak, Sayangku! Aku juga sangat merindukanmu! Sini, biarkan aku memelukmu juga!" Mrs. Reynolds kembali menyambut putrinya dan memeluknya dengan senang.
Bagi orang lain yang tidak tahu, mereka semua pasti mengira bahwa keluarga Reynolds adalah keluarga yang penuh kasih. Memang sih, mereka saling menyayangi satu sama lain, kecuali terhadap Celine.
"Ouch! Hati-hati, Bu! Aku baru saja melakukan hair extension dan perawatan kuku di salon. Nanti rambut dan kukuku bisa rusak," Qiana menyuruh ibunya untuk berhati-hati.
"Oh, maafkan Ibu, Sayang!" Mrs. Reynolds langsung mundur seketika.
"Penampilan putriku yang sempurna tidak boleh sampai rusak," Mrs. Reynolds berkata lagi.
"Tentu saja. Apalagi aku baru menandatangani kontrak dengan perusahaan ritel terkenal. Kau tahukan, Bu? Diamond Corporation!" Qiana menyombongkan diri.
"Astaga, Qiana! Putriku memang sangat hebat dan berbakat sekali. Tidak seperti Celine yang bahkan tidak memiliki tempat tinggal sendiri, sehingga ia harus kembali menumpang di sini ketika usianya sudah 25 tahun," Mrs. Reynolds terang-terangan mengejek Celine.
"Aku lapar, Bu! Tadi aku sibuk sekali di kantor. Apa makanan sudah siap?" sela Tanner sambil memegangi perutnya yang berbentuk six pack sempurna.
"Ayo, semuanya duduk kalau begitu! Celine! Lambat sekali sih kau ini! Sudah selesai belum masaknya? Kami semua sudah lapar!" teriak Mrs. Reynolds memarahi Celine, sementara yang lain semuanya duduk mengambil posisi di meja makan.
Celine tidak menjawab. Sebagai gantinya ia hanya menghidangkan telur gulung masakannya di atas meja makan. Ketika sampai pada giliran Tanner, pria itu dengan sengaja menepuk bokong Celine dengan kurang ajar.
"Kau sudah pantas untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, Celine!" Ejek Tanner sambil tersenyum.
Celine menahan nafas kemudian menghembuskannya untuk menahan kemarahannya yang hampir meledak. Untuk marah … itu tak mungkin. Jadi sebagai gantinya Celine menyikut keras kepala Tanner dengan sengaja.
"Ups, maaf! Aku tidak sengaja! Coba lain kali parkir kepalamu ditempat yang benar. Oh ya, aku lupa. Kepalamu terlalu besar! Percuma saja kau parkir dimanapun pasti kepalamu tidak akan muat," balas Celine dengan masam.
"Celine, apa yang kau katakan barusan? Minta maaf cepat pada Tanner cepat!" sentak Mr. Reynolds.
"Aku baru saja melakukannya," sahut Celine masa bodoh.
Celine langsung pergi ke kamar Nana untuk mendorong kursi roda Nana dan membawanya ke meja makan.
"Terima kasih, Sayang!" ucap Nana setelah Celine meletakkan makan malam di depannya. Celine tersenyum tulus. Dalam hati ia merasa kasihan juga pada Nana. Tubuhnya sudah bungkuk dan kurus. Apa mereka tidak pernah memberinya makan dan tidak pernah merawatnya? Kemana perginya semua uang yang sudah ditransfernya?
"Jadi, Celine. Kata ibuku kau akan pindah kembali kemari?" tanya Qiana membuka percakapan.
Ini bukan merupakan percakapan biasa yang hangat antar keluarga. Celine tahu bahwa sebentar lagi ia akan kembali menjadi bulan-bulanan Qiana.
"Hanya untuk sementara. Aku ingin bertemu dengan Nana," Celine beralasan.
"Hanya ingin bertemu dengan Nana? Kata ayahku, Jason telah mengusirmu dari rumahnya. Hah! Akhirnya dia sadar juga kalau dia telah menampung sampah selama ini!" Qiana dengan jelas menghina.
"Jason memang pria bodoh! Tidak tahu mana wanita berkelas dan mana yang sampah! Untung saja aku sudah mencampakannya terlebih dahulu. Ia sangat putus asa ketika aku memutuskannya, sehingga ia langsung mengencanimu," Qiana melanjutkan.
Celine mencengkram garpunya dengan erat berusaha keras menahan emosinya. Satu malam pun belum berhasil dilaluinya bermalam di rumah ini. Tapi ia sudah langsung menghadapi cobaan berat ini.
Sejauh ini, Celine yakin bahwa dirinya masih waras dan Qianalah yang telah memutarbalikkan fakta. Ketika memasuki masa kuliah, Celine sudah bahagia karena berpikir bahwa pada akhirnya ia akan terbebas dari mereka semua. Tapi ternyata Qiana pergi ke universitas yang sama dengannya. Saat itu Jason adalah seorang bintang football di universitas mereka. Qiana tergila-gila padanya, tapi justru Jason tak pernah menggubrisnya. Ia malah mengejar-ngejar Celine tanpa putus asa.
Awalnya Celine tidak menggubris Jason sama sekali. Baginya yang terpenting adalah belajar dengan tekun dan cepat lukus sehingga ia bisa cepat-cepat bekerja dan menduduki posisi yang lumayan bagus. Tapi Jason tidak mau menyerah. Dan akhirnya Celine memutuskan untuk menerima Jason sebagai kekasihnya. Hal itu membuat Qiana semakin membenci dirinya. Setiap ada kesempatan, Qiana pasti akan berusaha menjatuhkan Celine di depan Jason. Untungnya dulu hal itu tidak pernah berhasil Jason menganggap omongan Qiana hanya sebagai angin lalu saja. Sampai saat sekarang, akhirnya Jason mengkhianati dirinya juga.
"Apa kau sudah selesai berkhayal, Qiana? Setahuku yang terjadi adalah kau malah memohon-mohon pada Jason agar mau berkencan denganmu. Sayangnya, Jason sama sekali tidak tertarik padamu. Makanya kau jadi kecewa karena Jason lebih memilihku. Kau tidak bisa berbuat apa-apa pada Jason. Jadi kau melampiaskan kekesalanmu padaku." Celine berkata dengan dingin sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Celine yang malang. Sepertinya, ingatanmulah yang tertukar. Apa kau lupa bahwa sejak kita duduk di sekolah menengah semua orang tahu bahwa ada tanda tak tertulis di keningmu?" Qiana tertawa jahat.
"Tulisan itu bunyinya 'W - H - O - R - E'!" Qiana membisikkan kata terakhir sambil dieja supaya Nana tidak mendengarnya.
"Mungkin kau berhasil menutupi tanda itu dari yang lain. Tapi kau tidak bisa mengelabui aku, Celine. Aku bisa melihat dengan jelas apa yang kau lakukan bersama Jason dan betapa jalangnya dirimu," Qiana berbisik agar hanya Celine yang mendengarnya. Tapi rupanya selain Celine, ketiga anggota keluarga Reynolds yang lain juga mendengarnya dengan jelas, kecuali Nana yang pendengarannya memang sudah mulai berkurang.
Ini sudah lebih dari cukup bagi Celine. Kesabarannya sudah habis. Ia langsung berdiri dan mengambil gelas air minumnya kemudian menyiramkan air minumnya ke arah Qiana.
"Mulutmu yang kotor itu perlu dicuci rupanya!" hardik Celine marah.
Qiana yang tak menyangka sama sekali Celine akan seberani itu langsung berteriak terkejut. Ia merasakan wajahnya basah. Qiana juga menunduk dan menemukan bahwa pakaiannya juga basah. Ia menatap Celine dan kembali ke pakaiannnya kemudian kembali lagi ke wajah Celine.
Wajahnya yang cantik berubah menjadi buruk seketika. Ia bangkit dari kursinya begitu cepat hingga kursinya terguling di lantai. Kemudian ia menyambar rambut Celine.
"Nona apakah sudah siap?" ucap Nadia yang begitu terlihat takjub sekali dengan penampilan dari Sinta.Malam ini adalah malam resepsi pernikahan Sinta, gaun yang begitu mewah melekat sempurna di tubuhnya. Benar-benar selera orang kaya itu beda."Cantik sekali,"ucap Nadia sambil mengedipkan mata ke arah Sinta.Sinta terkekeh geli, ia sudah selesai di rias, hanya riasan sederhana saja, ia tak ingin terlalu berlebihan. Toh yang natural natural seperti ini saja sudah bisa membuat ia terlihat cantik."Kamu juga cantik kok," Puji Sinta pada Nadia."Tidak nyangka ya, nona, setelah perjalanan cukup panjang akhirnya Tuhan menghadirkan sebuah kebahagiaan."Sinta menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang dikatakan oleh Nadia itu, setelah banyak sekali ujian yang ia dapatkan selama ini, ternyata Tuhan begitu baik memberikan kebahagiaan lengkap dengan yang ia dapatkan saat ini."Benar adanya, setelah hujan pasti akan ada pelangi yang muncul." jawab Sinta, ia mengambil alih Arka yang ada dalam g
Ethan berlalu untuk menghampiri Sinta yang berada di depan pintu, "baiklah kalau seperti itu, perkenalkan saya adalah calon suami Sinta. kami akan menikah sebentar lagi," ucap Ethan dengan begitu bangga sekali mengenalkan sosok wanita bermata sembab akibat menangis tersebut.Carlota menggelengkan kepalanya, tak mengerti dengan apa yang dihadirkan oleh kenyataan saat ini. apakah ia salah atau memang saat ini ia sedang bermimpi?"Bawa dia Pak!" titah Devan yang langsung dianggukan oleh dua orang polisi tersebut, mereka memasangkan borgol ke tangan Sinta dan juga Carlota."Apa-apaan ini, lepaskan saya! saya tidak bersalah." ucap Carlota."Iya saya juga tidak bersalah Pak, mengapa saya diperlakukan seperti ini? lepaskan saya sekarang juga! Apakah kamu tidak tahu siapa kita? kami bisa saja menuntut kalian semua atas pencemaran nama baik." timpal Karla.Bagaskara terkekeh mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Karla itu,"Apakah aku perlu memutar kembali rekaman kejujuranmu tentang Racun ya
"Jadi bagaimana, Apakah kamu sudah berhasil untuk masuk ke rumah itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada Papaku?" tanya Sinta, kali ini mereka sedang melakukan pemilihan dekorasi untuk pernikahan mereka, sekalian setelah habis dari sini mereka akan mencicipi beberapa tester dari makanan yang mereka pilih untuk acara pernikahan mereka, yang tinggal satu bulan lagi."Aku sudah mencoba untuk masuk ke rumah itu, Namun ternyata sulit karena saat ini ada sedikit kendala yang membuat mereka tidak menerima orang baru lagi. semuanya dikerjakan secara sendiri-sendiri saja," ucap Ethan yang membuat raut wajah Sinta berubah menjadi murung, ia sungguh ingin tahu tentang perkembangan ayahnya saat ini.Melihat itu, Ethan menggenggam erat tangan sang kekasih, "tapi Devan sudah mengirim seseorang untuk mendekati anaknya Karla,"Sinta menaikkan alisnya, "Maksudnya seperti apa ini?" tanya Sinta."Iya, Devan telah membantuku untuk memecahkan masalah ini, ia mengirim seseorang untuk menca
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Di rumah yang megah dan begitu luas Carlota berjalan mondar-mandir di depan pintu utama menunggu anak semata wayangnya yang sejak tadi belum juga menampakan wajah. Hari sudah begitu larut sekali, entah ke mana perginya Karla itu.Ia Mencoba menelepon anak semata wayangnya itu lagi, meskipun sejak tadi panggilannya tidak sama sekali diangkat oleh Karla."Kemana sih kamu?" Ucap Carlota penuh dengan geram pada layar ponsel yang menampilkan Panggilan kepada sang anak.Sudah berapa kali panggilan pun, ia tidak menghitungnya. Tapi selama itu juga pun tidak ada tanda-tanda Karla akan mengangkat panggilannya.Ia khawatir Sesuatu terjadi kepada sang anak, namun dengan cepat ia langsung menepis semuanya itu, tidak mungkin anaknya melakukan hal yang tidak tidak di luar sana, dan tidak mungkin juga sesuatu yang buruk terjadi kepada anaknya, karena ada seorang Bodyguard yang selalu ia suruh untuk mengikuti Karla ke mana saja anaknya pergi.Mengingat tentang itu, ia kembali berpikir untuk menelpon