Share

22

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-03-18 23:37:45

Haira membuka pintu kamar Aziz yang sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke kerja. Sebelum wanita yang baru saja memuntahkan isi perutnya itu bicara, suaminya sudah lebih dulu mengatakan akan pulang terlambat.

“Ada urusan kerjaan di luar kota mungkin pulang tengah malam. Nggak usah nungguin, kunci aja pintu dari luar,” ucap Aziz yang tak perasa dengan mata Haira yang memerah.

“Kok, akhir-akhir ini sering keluar kota, Mas? Bukannya Mas kerjanya di bagian kantor, ya? Apa udah pindah bagian?”

“Iya, udah sejak sebulan yang lalu. Naik pangkat.”

“Berarti gaji naik juga donk.”

“Urusan gaji ngapain kamu mau tahu, yang penting kebutuhan, kan, nggak pernah kekurangan.” Lelaki plin plan itu tak suka istrinya ikut campur terlalu dalam.

“Ya udah, iya, maaf, oh, iya, Haira mau kasih tahu sesuatu sama Mas. Penting!” Wanita bermata sendu itu melihat dua tangan di dada.

“Nanti aja, Mas mau pergi cepat. Sarapan di luar, mau tukar suasana baru.” Aziz menyisir rambutnya sampai rapi. Ia gunakan pa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • SUMPAH PELAKOR   32. Pesan Mesra

    Malam itu, meja makan di rumah terasa dingin. Tiga piring tersaji, tapi hanya dua yang disentuh.Haira menyuapi Yoga yang duduk di sebelahnya, lalu sesekali melirik ke arah Ibu Mia yang makan perlahan. Aziz duduk di ujung meja. Ia sibuk menatap layar ponselnya sambil tersenyum tipis yang bukan ditujukan untuk orang-orang di sekitarnya.Tak ada percakapan. Tak ada sapaan. Suara sendok dan garpu yang berdenting jadi satu-satunya bunyi di ruang makan.Ponsel Aziz bergetar. Ia membuka pesan dengan cepat yang berasal dari Anita.[Aku masih ingat tadi malam di hotel. Masih bisa ngerasain detak jantungmu waktu tanganku di dada kamu. Kangen lagi. Malam ini kita ulang, Mas?][Jangan goda Mas, Nita. Mas nggak bisa berhenti mikirin kamu. Yang kemarin itu luar biasa. Lumayan untuk penghilang lelah, seharian lihat wajah Haira yang ditekuk, rasanya ingin sekali Mas menamparnya.] balas Aziz tanpa sadar diri. Haira diam-diam memperhatikan ekspresi suaminya. Mata yang berbinar, jari yang sibuk menget

  • SUMPAH PELAKOR   31. Perubahan Sikap

    Haira duduk di kursi plastik sebelah ranjang Ibu Mia. Matanya bengkak, tubuhnya lelah, tapi ia tetap menggenggam tangan yang dingin itu.Sudah dua hari sejak Anita datang. Sejak itu, Haira jadi sering terbangun malam-malam karena mimpi buruk. Ia merasa cemas, jantungnya sering berdebar tanpa sebab, dan nafsu makannya menurun drastis.“Suster,” ucap Haira pelan saat seorang petugas masuk. “Kalau Ibu nggak bisa tidur malam ini, tolong kabari saya, ya. Saya mau tetap jaga.”Suster mengangguk dan tersenyum simpati. “Ibu Haira juga harus istirahat. Sudah dua malam lo begadang, ingat lagi hamil.”Haira hanya menggeleng. “Saya nggak tenang kalau tinggalin Ibu sendirian.”Saat suster keluar, Ima datang membawa makanan.“Mbak, kamu harus makan, belum isi apa-apa sejak pagi,” ujar Ima, ia meletakkan kotak nasi di meja kecil.Haira menoleh, tapi tidak membalas. Tatapannya kosong, hatinya penuh kekecewaan yang mendalam.“Mbak?” Ima mendekat. “Ada masalah apa?”Haira menghela napas pendek. “Mbak c

  • SUMPAH PELAKOR   31. Rahasia yang Tersimpan

    Sore itu, langit di luar rumah sakit tampak mendung. Dari dalam kamar rawat, Haira sedang mengganti handuk basah di dahi Ibu Mia sambil bercerita. Ia selalu berusaha membuat suasana lebih hidup, agar ibu mertuanya tidak terlalu larut dalam tekanan.Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Haira menoleh, lalu berjalan dan membuka pintu tanpa rasa curiga.Di sana berdiri seorang perempuan dengan penampilan anggun tapi mencolok. Rambutnya terurai, tubuhnya ramping dalam balutan blazer merah marun dan bibirnya menyunggingkan senyuman pahit.“Permisi, aku Anita.” Wanita itu mengulurkan tanganya. Haira tercengang sedikit tapi tetap menjaga suasana agar baik-baik saja.“Maaf, ada perlu dengan siapa, ya?”“Anita?” Ibu Mia bangkit sedikit, wajahnya seketika pucat. Matanya membulat serta napasnya memburu seperti baru saja berlari dari kenyataan.Deg!Haira segera berbalik. Ia melihat tubuh Ibu Mia menegang, tangannya mencengkeram selimut, dan detak jantung di monitor berdetak makin cepat. Haira pa

  • SUMPAH PELAKOR   30 Anggrek Putih

    Haira perlahan membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang dari ruang rawat inap, tapi ia memilih tetap tinggal di rumah sakit untuk mendampingi Ibu Mia, yang belum sepenuhnya pulih. Seperti biasa, Haira kembali menjadi sosok yang tangguh bagi semua orang.Ada yang berbeda dalam dirinya, tidak terlihat, tapi terasa menyakitkan. Ia lebih pendiam, dan sesekali matanya menatap dalam kekosongan.Percakapan dari hati ke hati yang ia lakukan dengan Aziz beberapa hari yang lalu, ternyata tak lebih dari basa basi busuk. Setelah kata maaf diucapkan dan janji untuk berubah dilontarkan, hari-hari mereka justru menjadi lebih asing.Aziz tetap sibuk. Terlalu sibuk. Bahkan saat Haira meminta waktu untuk periksa kandungan kehamilan. Janji yang seharusnya mereka lakukan bersama diabaikan hanya karena hal-hal lain.[Maaf, hari ini nggak bisa. Rapat mendadak. Lain kali saja, ya.] Tulis Aziz dalam pesannya.“Lain kali.” Haira tersenyum ketika membacanya.Dua kata yang selalu menjadi alasan untuk semua hal ya

  • SUMPAH PELAKOR    29 Luka yang Tak Terlihat

    Selang infus menancap di pergelangan tangan Haira. Sementara detak jantungnya terekam di layar monitor kecil di sisi ranjang. Dokter mengatakan kandungannya selamat, untung belum terlambat. Tapi luka yang sebenarnya tak terlihat oleh hasil pemeriksaan medis mana pun.“Napasnya sudah lebih stabil sekarang, Ibu Haira,” ujar perawat sambil mengganti kantong infus yang hampir habis. “Harus banyak istirahat. Jangan stres dulu ya demi si kecil.”Haira hanya mengangguk pelan. Matanya sembab, tetapi sudah tak ada air mata tersisa. Hati yang patah tak selalu menjerit bahkan kadang hanya diam demi menahan sakit.Di luar ruangan, Aziz berdiri terpaku. Ia sudah datang sejak tadi pagi, tapi belum juga masuk. Tangannya gemetar, matanya merah karena kurang tidur. Tapi bukan itu yang paling menyiksa. Bukan rasa bersalah yang menghantui tapi pikirannya masih tertuju pada Anita.“Masuk,” ucap dokter yang keluar dari ruang perawatan. “Bapak suaminya, bukan? Dia butuh dukungan, Pak Aziz. Tapi tolong jang

  • SUMPAH PELAKOR   28

    Di ballroom Museum Kebudayaan Nasional, Rusyana berdiri di podium dengan gaun biru gelap berkerah tinggi. Wanita itu terlihat anggun dan mencuri perhatian. Ia sedang membuka diskusi panel tentang keterlibatan perempuan dalam reformasi transparansi bisnis sektor publik.“Korupsi tidak hanya merusak angka, tapi juga menghancurkan wajah-wajah keluarga,” ucap Rusyana di hadapan diplomat, aktivis, dan tokoh media yang hadir.Tepuk tangan menggema. Di antara para hadirin, satu reporter investigasi bernama Reza Halim mencatat bukan hanya kata-kata Rusyana, tapi ekspresi dan gestur tubuhnya yang menyimpan lebih banyak misteri lebih dari sekadar pidato.Usai acara, Rusyana melangkah menuju ruang privat lantai atas. Di dalam, asistennya sudah menunggu dengan sebuah folder berisi laporan keuangan grup milik Darmadi.“Transfer ke akun Anita Savitri. Dua kali dalam sebulan. Total dua miliar.” Rusyana membuka halaman pertama.“Termasuk pemesanan suite hotel atas nama pihak ketiga.” Asistennya menun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status