Share

43. Lounge

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2025-08-11 11:05:42

Rumah Ibu Mia terlihat sederhana tetapi rapi. Di ruang tamu, Restu sedang memijat kaki ibunya yang mulai bengkak karena usia. Televisi menyala dengan suara pelan, menayangkan berita pagi hari. Suasana tenang sekali, sampai ponsel Restu bergetar di atas meja.

Ia mengambilnya. Nomor asing muncul tanpa nama.”

“Selama pagi Pak Restu, saya Amara sekretaris Ibu Rusyana. Beliau ingin bertemu dengan Anda hari ini di Hotel Arunika, pukul dua siang.”

Restu mengernyit. “Maaf, saya tidak tertarik. Saya tidak kenal Anda juga Ibu Rusyana, sepertinya Anda salah sambung.”

Amara tak langsung menjawab. Lalu suaranya terdengar lebih pelan, tapi tegas.

“Ini menyangkut Pak Aziz.”

Restu terdiam. Matanya menatap lantai. Ia tahu nama itu. Ibu Mia menatapnya lalu Restu tersenyum.

“Baik. Saya datang, tapi lain kali jangan buat pertemuan mendadak seperti ini, ya, karena ibu saya sendirian di rumah.”

Setelah panggilan berakhir, Restu melakukan panggilan pada Haira. Ia sungkan sebenarnya, tapi tidak ada pilihan l
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • SUMPAH PELAKOR   45. UGD

    Ibu Mia menghirup udara lebih dalam untuk kesehatan jantungnya. Di dapur Haira sedang memasak untuknya dan Restu belum juga pulang sampai sekarang.Pandangan wanita yang mulai kabur itu melihat kedatangan seorang wanita yang menggunakan mobil mewah. Anita turun dari mobil dengan langkah angkuh menggunakan sepatu hak tingginya. Pengusaha skin care itu tersenyum ketika melihat Ibu Mia seorang diri.Ia berdiri di depan pintu rumah itu, memandangi dinding dan jendela yang tertutup tirai. Ada nostalgia bercampur dendam menelusup dalam dadanya. Lima tahun lalu, ia berdiri di tempat yang sama, dengan harapan dan cinta yang ditolak mentah-mentah.Tanpa salam, Anita menghampiri Ibu Mia yang sedang meluruskan kakinya. Ibu Mia terlihat tubuhnya kurus, wajahnya pucat, napasnya berat dari sejak terakhir kali mereka berjumpa di rumah sakit.Anita mendekat, duduk di sebelah Ibu Mia tiba-tiba. Ia menatap wajah wanita tua itu dengan sorot mata yang dingin.“Masih hidup rupanya, kirain sudah mati,” gu

  • SUMPAH PELAKOR   44. Memalukan

    Restu duduk dengan sikap waspada, sementara Ibu Rusyana menyandarkan punggungnya dengan tenang. Amara sudah keluar dari ruangan, dan memberi mereka privasi penuh.“Hotel ini terlalu mewah untuk selera saya, sebenarnya,” kata Ibu Rusyana membuka percakapan. “Tapi tempat ini sangat menjanjikan. Tidak banyak orang yang tahu ada lounge seperti ini di lantai atas.”Restu mengangguk pelan. “Saya baru tahu juga.”Ibu Rusyana tersenyum tipis. “Kamu tidak banyak bicara, ya?”“Saya lebih banyak mendengar, Bu.”“Bagus. Orang yang banyak mendengar biasanya tahu lebih banyak, meski tidak selalu bicara.”Suasana terasa seperti percakapan biasa, tapi Restu tahu, ada sesuatu yang sedang disusun. Ibu Rusyana mengambil cangkir teh di depannya, menyeruput pelan, lalu meletakkannya kembali dengan gerakan yang nyaris tanpa suara.“Kamu tinggal bersama Ibu Mia, bukan?”“Iya. Sudah lama.”“Dia wanita yang baik, sederhana, tapi punya hati yang besar, begitu juga dengan Haira menantunya.”Restu mengangguk lag

  • SUMPAH PELAKOR   43. Lounge

    Rumah Ibu Mia terlihat sederhana tetapi rapi. Di ruang tamu, Restu sedang memijat kaki ibunya yang mulai bengkak karena usia. Televisi menyala dengan suara pelan, menayangkan berita pagi hari. Suasana tenang sekali, sampai ponsel Restu bergetar di atas meja.Ia mengambilnya. Nomor asing muncul tanpa nama.”“Selama pagi Pak Restu, saya Amara sekretaris Ibu Rusyana. Beliau ingin bertemu dengan Anda hari ini di Hotel Arunika, pukul dua siang.”Restu mengernyit. “Maaf, saya tidak tertarik. Saya tidak kenal Anda juga Ibu Rusyana, sepertinya Anda salah sambung.”Amara tak langsung menjawab. Lalu suaranya terdengar lebih pelan, tapi tegas.“Ini menyangkut Pak Aziz.”Restu terdiam. Matanya menatap lantai. Ia tahu nama itu. Ibu Mia menatapnya lalu Restu tersenyum.“Baik. Saya datang, tapi lain kali jangan buat pertemuan mendadak seperti ini, ya, karena ibu saya sendirian di rumah.”Setelah panggilan berakhir, Restu melakukan panggilan pada Haira. Ia sungkan sebenarnya, tapi tidak ada pilihan l

  • SUMPAH PELAKOR   42. Nyonya Besar

    Pagi itu, Ibu Rusyana duduk tegak di balik meja kerjanya yang berlapis kaca. Matanya menatap layar tablet tanpa berkedip, lalu beralih ke sekretarisnya yang berdiri di hadapannya.“Serahkan semua bukti kemesraan antara Darmadi dan Anita. Sekarang,” ucapnya datar, tanpa nada marah, tapi cukup untuk membuat udara di ruangan terasa dingin.Sekretarisnya, Amara, melangkah maju dan meletakkan sebuah map cokelat di atas meja.“Foto-foto dari pasar tradisional, rekaman CCTV dari lobi hotel, dan transkrip pesan singkat, Bu.”“Pasar tradisional? Untuk apa suami saya ke sana?”Rusyana membuka map itu perlahan-lahan. Foto pertama, Anita bersandar di bahu Darmadi sambil tertawa. Foto kedua, tangan mereka saling menggenggam di bawah meja makan.Lalu rekaman pesan suara Anita yang memanggil Darmadi dengan sebutan Om. Nada bicara mereka manja sekali, suara yang tak pernah ia dengar dari suaminya selama bertahun-tahun.Rusyana tak bereaksi. Ia hanya menutup map itu dengan perasaan yang bercampur aduk

  • SUMPAH PELAKOR   41. Mengintai

    Efendi menyelesaikan pemesanan lewat aplikasi hotel dengan cepat dan tenang. Ia memilih sebuah kamar di lantai tiga sebuah hotel kecil di pinggiran kota.Bukan tempat yang biasa digunakan untuk pertemuan bisnis, tapi cukup bersih dan jauh dari pantauan Rusyana maupun pengintai lainnya. Tidak ada nama Anita atau Darmadi dalam reservasi. Ia gunakan identitas palsu, dan membayar tunai.“Kamar 308. Sudah aman,” ucap Efendi singkat saat kembali ke mobil tempat Anita dan Darmadi menunggu.Darmadi mengangguk. “Bagus. Kita makan di sana. Saya tak mau ada gangguan malam ini.”Setelah memastikan koper-koper dan uang telah disimpan di tempat aman tadi pagi, mereka bertiga menuju hotel. Anita duduk di kursi belakang, tapi ia tak menunjukkan ekspresi apa pun. Di pikirannya hanya ingin malam berlalu tanpa insiden atau ancaman baru.Hotel itu tampak biasa saja. Bangunan tua dengan gang sempit dan lampu remang-remang. Resepsionis tak banyak bicara, hanya menyerahkan kunci kamar setelah Efendi menunju

  • SUMPAH PELAKOR   40. Membuncah

    Anita menatap layar ponselnya yang kini gelap, jantungnya masih berdegup cepat. Di meja kerjanya, berkas-berkas strategi pemasaran untuk produk serum baru tampak tak lagi penting.Peringatan dari nomor tak dikenal masih terngiang jelas, “Jauhi Darmadi sebelum kau ikut tenggelam.” Suara itu dingin, dan penuh ancaman. Ia tak perlu menebak lama.Sudah pasti orang dari Rusyana istrinya Darmadi yang kini jadi musuh dalam bayang-bayang perjalanan bisnisnya. Belum sempat ia menjernihkan pikirannya, panggilan lain masuk. Darmadi di sana.“Aku butuh tempat bersih untuk transaksi lima belas milyar,” kata serigala putih itu tanpa basa-basi. “Uang itu akan masuk lewat perusahaan skincare-mu secara aman. Setelah itu, kamu bisa ekspansi besar-besaran.”Anita terdiam. Lima belas milyar. Jumlah yang bisa mengubah segalanya. Pabrik baru, distribusi nasional, bahkan masuk pasar Asia Tenggara. Namun, harga dari semua itu?“Ini bukan sekadar bisnis, Omku sayang,” ucapnya pelan. “Ini bisa menghancurkan se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status