Share

Video Pribadi

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-02-13 12:19:40

“Imah, sini kamu.” Darmadi memanggil pembantu yang sedang membersihkan meja makan.

Lelaki itu membisikkan sesuatu, antara mereka berdua saja. Bukan urusan cinta terlarang, Darmadi tak suka pembantu. Tapi hal yang diminta cukup membuat Imah membelalakkan mata.

“Saya takut, Pak.” Imah ragu-ragu menerima ponsel bosnya.

“Buat saja apa yang saya suruh, nanti ada bonus buat kamu. Atau kamu saya pecat!” ancamnya.

Imah tak punya pilihan walau ia sebenarnya sudah risih kerja di sana. Ponsel cadangan milik bosnya ia ambil dan diam-diam Imah membuka pintu kamar Anita.

Tidak ada orang di sana, suara gemericik air terdengar. Imah membuka pintu perlahan dan mulai merekam Anita yang sedang tak menggunakan sehelai benang pun mulai dari guyuran shower hingga berendam di dalam bath tubh.

Cukup, pembantu itu pun keluar dan menyerahkan rekaman pada bosnya. Tak luput beberapa lembaran merah ia terima dan lagi-lagi Imah harus tutup mulut soal permainan kotor Darmadi.

Pengusaha itu memasuki kamar Ani
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • SUMPAH PELAKOR   31. Rahasia yang Tersimpan

    Sore itu, langit di luar rumah sakit tampak mendung. Dari dalam kamar rawat, Haira sedang mengganti handuk basah di dahi Ibu Mia sambil bercerita. Ia selalu berusaha membuat suasana lebih hidup, agar ibu mertuanya tidak terlalu larut dalam tekanan.Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Haira menoleh, lalu berjalan dan membuka pintu tanpa rasa curiga.Di sana berdiri seorang perempuan dengan penampilan anggun tapi mencolok. Rambutnya terurai, tubuhnya ramping dalam balutan blazer merah marun dan bibirnya menyunggingkan senyuman pahit.“Permisi, aku Anita.” Wanita itu mengulurkan tanganya. Haira tercengang sedikit tapi tetap menjaga suasana agar baik-baik saja.“Maaf, ada perlu dengan siapa, ya?”“Anita?” Ibu Mia bangkit sedikit, wajahnya seketika pucat. Matanya membulat serta napasnya memburu seperti baru saja berlari dari kenyataan.Deg!Haira segera berbalik. Ia melihat tubuh Ibu Mia menegang, tangannya mencengkeram selimut, dan detak jantung di monitor berdetak makin cepat. Haira pa

  • SUMPAH PELAKOR   30 Anggrek Putih

    Haira perlahan membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang dari ruang rawat inap, tapi ia memilih tetap tinggal di rumah sakit untuk mendampingi Ibu Mia, yang belum sepenuhnya pulih. Seperti biasa, Haira kembali menjadi sosok yang tangguh bagi semua orang.Ada yang berbeda dalam dirinya, tidak terlihat, tapi terasa menyakitkan. Ia lebih pendiam, dan sesekali matanya menatap dalam kekosongan.Percakapan dari hati ke hati yang ia lakukan dengan Aziz beberapa hari yang lalu, ternyata tak lebih dari basa basi busuk. Setelah kata maaf diucapkan dan janji untuk berubah dilontarkan, hari-hari mereka justru menjadi lebih asing.Aziz tetap sibuk. Terlalu sibuk. Bahkan saat Haira meminta waktu untuk periksa kandungan kehamilan. Janji yang seharusnya mereka lakukan bersama diabaikan hanya karena hal-hal lain.[Maaf, hari ini nggak bisa. Rapat mendadak. Lain kali saja, ya.] Tulis Aziz dalam pesannya.“Lain kali.” Haira tersenyum ketika membacanya.Dua kata yang selalu menjadi alasan untuk semua hal ya

  • SUMPAH PELAKOR    29 Luka yang Tak Terlihat

    Selang infus menancap di pergelangan tangan Haira. Sementara detak jantungnya terekam di layar monitor kecil di sisi ranjang. Dokter mengatakan kandungannya selamat, untung belum terlambat. Tapi luka yang sebenarnya tak terlihat oleh hasil pemeriksaan medis mana pun.“Napasnya sudah lebih stabil sekarang, Ibu Haira,” ujar perawat sambil mengganti kantong infus yang hampir habis. “Harus banyak istirahat. Jangan stres dulu ya demi si kecil.”Haira hanya mengangguk pelan. Matanya sembab, tetapi sudah tak ada air mata tersisa. Hati yang patah tak selalu menjerit bahkan kadang hanya diam demi menahan sakit.Di luar ruangan, Aziz berdiri terpaku. Ia sudah datang sejak tadi pagi, tapi belum juga masuk. Tangannya gemetar, matanya merah karena kurang tidur. Tapi bukan itu yang paling menyiksa. Bukan rasa bersalah yang menghantui tapi pikirannya masih tertuju pada Anita.“Masuk,” ucap dokter yang keluar dari ruang perawatan. “Bapak suaminya, bukan? Dia butuh dukungan, Pak Aziz. Tapi tolong jang

  • SUMPAH PELAKOR   28

    Di ballroom Museum Kebudayaan Nasional, Rusyana berdiri di podium dengan gaun biru gelap berkerah tinggi. Wanita itu terlihat anggun dan mencuri perhatian. Ia sedang membuka diskusi panel tentang keterlibatan perempuan dalam reformasi transparansi bisnis sektor publik.“Korupsi tidak hanya merusak angka, tapi juga menghancurkan wajah-wajah keluarga,” ucap Rusyana di hadapan diplomat, aktivis, dan tokoh media yang hadir.Tepuk tangan menggema. Di antara para hadirin, satu reporter investigasi bernama Reza Halim mencatat bukan hanya kata-kata Rusyana, tapi ekspresi dan gestur tubuhnya yang menyimpan lebih banyak misteri lebih dari sekadar pidato.Usai acara, Rusyana melangkah menuju ruang privat lantai atas. Di dalam, asistennya sudah menunggu dengan sebuah folder berisi laporan keuangan grup milik Darmadi.“Transfer ke akun Anita Savitri. Dua kali dalam sebulan. Total dua miliar.” Rusyana membuka halaman pertama.“Termasuk pemesanan suite hotel atas nama pihak ketiga.” Asistennya menun

  • SUMPAH PELAKOR   27

    Waktu melambat di ruang pemulihan. Monitor di sisi tempat tidur menampilkan detak jantung yang stabil, lembut, serta teratur. Tanda bahwa prosedur berhasil. Namun di luar tubuh yang tenang, dunia masih bergemuruh di sekitar Haira.Wanita itu duduk di kursi yang sama, jari-jarinya tak lagi menggenggam ponsel, melainkan tangan Ibu Mia yang kini lebih hangat dari pagi tadi. Ia menatap wajah yang sudah dikenal selama beberapa tahun lamanya. Wajah Haira menyimpan rasa syukur yang tak sempat ia ucapkan.“Terima kasih, Bu, sudah bertahan, sekarang cepat sadar ya, biar kita bisa pulang.”Langkah kaki pelan terdengar dari lorong luar. Seorang perawat masuk membawa laporan pasca operasi, tersenyum sambil meletakkan map di meja kecil.“Pasien stabil. Tapi perlu observasi dua hari. Pastikan tidak terlalu banyak pengunjung, ya, Mbak Haira.”Haira mengangguk cepat. “Iya, Mbak. Saya pasti menjaga ibu dengan baik.”Perawat itu kemudian keluar. Lalu di saat yang bersamaan ponsel Haira bergetar.[Giman

  • SUMPAH PELAKOR   26

    Rumah Sakit Harapan Sejahtera pagi itu penuh sesak. Lorong-lorong dipenuhi pasien yang duduk menunggu giliran, beberapa di kursi roda, sebagian lagi bersandar pasrah di dinding.Bau khas rumah sakit yaitu campuran antiseptik, alkohol, dan obat-obatan menguar di udara, dan menusuk hidung tetapi juga membawa rasa aman yang membuat diri merasa tenang.Haira menggenggam tangan Ibu Mia erat-erat saat mereka duduk di ruang tunggu kardiologi. Ibu Mia mengenakan kerudung abu-abu dan jaket tipis, wajahnya tampak pucat tapi tetap tersenyum.“Kamu sudah kasih makan Yoga, kan?” tanya Ibu Mia pelan.“Sudah, Bu. Ima juga janji mau ajak dia main sepeda sore nanti,” jawab Haira sambil tersenyum, meski matanya tak bisa menyembunyikan rasa cemas.“Ima itu baik, ya. Tapi kamu jangan terlalu merepotkan dia.”“Nggak repot, Bu. Yoga juga senang sama Tante Ima.”Suara panggilan dari pengeras suara terdengar. “Pasien atas nama Ibu Mia Suryani, silakan masuk ke ruang 3.”Haira berdiri dan membantu ibunya bang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status