Share

Bab 3. MY LOVELY

Bimo buru-buru mengalihkan pandangannya.

Bimo baru bisa bernapas lega, saat Luna mendekati, dan kali ini tubuhnya sudah tertutup pakaian lengkap. Bimo menghempaskan napasnya dengan kasar yang dari tadi sempat ia tahan.

***

"Bagaimana Bimo, bisakah kamu menolongku?"

"Saya?" Wajah tampan Bimo semakin membeku. Alis tebalnya terlihat kian menyatu satu sama lain, saat ia kerutkan keningnya. Hidung mancungnya berkali-kali ia seka dengan ujung jarinya.

"Ya, kamu, Bimo!" Tatapan Luna kian sendu. Tak berani menatap Bimo, sopir pribadinya yang baru sebulan ini bekerja dengannya.

"Saya bisa apa, Mbak? Saya tak mungkin menikahi Mbak. Saya hanya seorang sopir pribadi, dan berasal dari keluarga miskin. Bagaimana ka …"

"Sudahlah Bimo, kamu bersedia membantu aku, atau tidak? Kalau kau bersedia, akan aku jamin kehidupanmu dan keluargamu. Please, demi bayi yang sedang ku kandung ini, Bimo!" Mata indah Luna, samar tertutup embun. Ia remas jari-jemarinya sendiri, seolah sedang menahan kepedihan yang sangat dalam.

Bimo tak kuasa menyaksikan semua ini. Tapi menikahi seorang Luna baginya adalah sesuatu yang tak pernah ia impikan. Luna adalah putri dari seorang pengusaha yang sangat kaya raya, dan sangat terpandang di seantero negeri ini. Sedang dia hanyalah seorang anak dari mantan sopir angkutan umum, yang saat ini sedang terbaring lemah karena menderita penyakit diabetes akutnya.

"Tapi, Mbak kan bisa dapatkan suami yang lebih pantas ketimbang saya." Bimo masih tetap mengelak pernikahan yang ditawarkan Luna barusan.

"Bimo, aku tak mungkin mencari calon suami dalam beberapa hari ini. Sedang aku sudah tidak percaya dengan lelaki. Setelah Marcel, tak akan ada lagi yang lain. Dan maafkan aku, Bimo, kalau aku hanya butuh kamu sebagai suami sementara, atau suami sewaan, sampai anak yang kukandung ini lahir ke dunia. Papi, Mami dan keluarga besarku pasti tidak akan tinggal diam kalau tahu aku sedang hamil saat ini. Mereka pasti akan melakukan segala cara untuk memaksa si bajingan, Marcel menikahiku. Itu tidak mungkin … aku benci dia!" Luna berteriak histeris, seperti di dalam mobil kemarin.

"Mbak Luna … tenang Mbak!" Bimo berusaha menenangkan gadis itu, yang berkali-kali memukul perutnya. 

"Tinggalkan aku sendiri, Bimo! Aku lebih pantas mati bersama bayiku." Kali ini Luna menarik-narik rambutnya. Dan berlari ke jendela kamar hotel, sambil meraih pisau pemotong buah yang ada di meja kecil di sampingnya.

Bimo mendekap tubuh Luna, mencoba menghalanginya untuk melakukan sesuatu yang lebih nekat lagi.

Namun tetap saja, Luna semakin beringas. Ia seolah hilang kendali, bayang-bayang penghianatan kemarin yang dilakukan Marcel, membuatnya kembali kalap.

"Baiklah, Mbak, saya akan menikahi Mbak!" Akhirnya Bimo terpaksa mengatakan itu. Ia hanya ingin membuat Luna tenang. Dan keselamatan bayi yang ada dalam kandung gadis cantik ini, juga membuatnya terpaksa harus mengambil keputusan berat itu.

"Benarkah, Bimo?" Bibir merah Luna terlihat bergetar.

"Benar, Mbak!" Bimo masih saja sopan mengatakan itu.

***

Senja itu, di tepian pantai, Luna duduk menatap kejauhan.

"Bimo, duduklah di sini!" Luna menepuk bangku kosong yang ada di sebelahnya.

"My Lovely!" Hanya itu yang keluar dari bibirnya.

Ucapan itu, seperti kidung cinta yang hinggap di setiap sudut ruang hati Luna. Luna tak mampu membalasnya, baginya ini adalah ucapan paling indah yang pernah ia dengar.

Meski rikuh, akhirnya ia pun melangkah mendekat ke arah Luna.

"Bersikaplah wajar mulai dari sekarang, Bimo! Jangan membuat kedua orang tuaku dan yang lainnya curiga kalau kamu adalah sopirku. Selama ini mereka tidak tahu siapa sopir pribadiku. Kamu tahukan, jika selama ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di Amerika?" jelas Luna, dan Bimo hanya mengangguk pelan.

Saat itu, bayang-bayang ayahnya yang sedang terbaring di rumah sederhana mereka, seakan menari-nari di pelupuk matanya.

"Tentang ayahmu, aku akan berikan biaya pengobatan, segala kebutuhannya akan aku penuhi, dan aku akan carikan orang yang akan merawatnya. Katakan padanya, kamu akan ikut keluarga Bramasta keluar negeri, untuk suatu pekerjaan." Luna seperti menangkap apa yang sedang Bimo pikirkan.

"Terima kasih, Mbak." Lagi-lagi jawaban Bimo singkat saja.

"Panggil aku Luna. Luna saja, atau My Lovely atau panggilan sayang lainnya, yang dapat menambah kesan bahwa kamu memang benar kekasih baruku yang akan menikahiku!" 

"Kalau mereka curiga?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status