Beranda / Rumah Tangga / SURGA YANG TAK DIINGINKAN / Bab 2. Air Mata di Atas Sajadah

Share

Bab 2. Air Mata di Atas Sajadah

Penulis: Aryan Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-11 07:41:24

Setelah berpikir lebih jauh lagi, Rani memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Ia tidak langsung pulang ke rumah, tetapi pergi mencari tempat yang nyaman untuk menenangkan diri. Namun, Rani tidak tahu harus ke mana, mengadu sama siapa. Pikirannya terasa buntu dengan hati yang berkecamuk hebat.

Hingga matanya tertuju pada sebuah mesjid. Tanpa berpikir panjang lagi, ia segera membelokan kendaraannya. Melihat keadaan mesjid yang sepi, Rani segera menangis sejadinya di dalam mobil. Ia meraung meratapi nasibnya yang dikhianati secara diam-diam.

"Kamu jahat Mas, jahat!" pekik Rani sambil memukul-mukul stir mobil dengan penuh kemarahan. Sehingga tanpa sadar menekan klakson mobil.

"Ada apa Bu?" tanya security mesjid sambil mengetuk pintu mobil.

Rani segera menyeka air matanya dan segera mencari kaca mata dan masker. Setelah memakai kedua benda itu, ia segera membuka pintu mobil.

"Maaf Pak, ketekan!" ucap Rani yang dijawab anggukan oleh security itu. Ia segera menuju ke toilet dan mengambil wudu.

Rani kemudian masuk ke mesjid dan mencari al-quran. Ia ingin menenangkan hatinya dengan membaca ayat-ayat suci. Namun, baru saja mengucapkan kata bismillah air mataya tidak bisa ditahan lagi. Rani segera memeluk mushaf itu dengan erat.

"Ya Allah, kenapa Engkau berikan aku ujian seberat ini. Aku tidak sanggup!" lirih Rani dengan bahu yang bergetar hebat.

Hati Rani terasa sakit sekali, kecewa dan marah. Membuat cinta dan kepercayaan kepada Zian runtuh seketika. Suami yang sangat dicintainya diam-diam telah mendua. Untuk mendapatkan sesuatu yang belum bisa diberikan olehnya.

"Kenapa harus seperti ini," lirih Rani sambil membekap mulutnya dengan satu tangan. Ia tidak mengerti kenapa Zian harus mengkhianatinya untuk memiliki anak.

Setelah hampir sejam, tangis Rani pun mereda. Tidak lama kemudian azan azhar berkumandang. Orang-orang mulai berdatangan untuk menunaikan salat ashar. Rani segera melaksanakan salat berjamaah sambil sesekali air matanya jatuh di atas sajadah.

***

Lembayung tampak menoreh di ufuk barat ketika Zian pulang dari luar kota. Pria itu pelan-pelan masuk ke rumah dan berniat memberi kejutan untuk istri tercintanya.

Akan tetapi, sayang semua tidak sesuai harapan ketika melihat suasana rumah yang tampak sunyi. Zian berpikir pasti Rani belum pulang kerja dan memaklumi karena sudah libur kemarin.

"Maafkan aku ya sayang," ucap Zian yang merasa bersalah.

Sambil menunggu Rani pulang, Zian membersihkan diri. Setelah itu mulai sibuk di dapur untuk memasak makan malam. Ia berencana membuat kejutan untuk istri yang sangat dicintainya. Setelah selesai membuat spaghetti, Zian segera menghias meja makan. Tidak lupa beberapa tangkai mawar merah dan sebuah kotak kecil telah dipersiapkannya untuk suprise.

Namun, hingga menjelang magrib Rani belum juga pulang. Sehingga Zian kemudian menghubungi istrinya untuk menanyakan masuk sif pagi apa lembur hari ini. Setelah beberapa kali tidak diangkat, ia kemudian mengirim pesan tetapi, tidak dibalas juga.

"Hemm ... jangan-jangan Rani marah kerena aku tidak jadi pulang kemarin," lirih Zian sambil memantau ponselnya.

Setelah lama tidak mendapatkan jawaban, akhirnya Zian memutuskan untuk menjemput istrinya. Pria itu segera mengambil kunci mobil. Namun, ketika baru sampai di depan pintu, tiba-tiba ponsel Zian berdering. Ia segera mengeluarkan hand phone dan tersenyum mendapat balasan pesan dari Rani

'Aku lembur Mas.'

"Semangat Sayang!" balas Zian sambil disertai emoj love dan tidak lama kemudian ia hanya mendapat balasan kata oke. Biasanya jika Rani menjawab singkat berarti sedang sibuk dan tidak bisa diganggu.

Zian mengurungkan niatnya untuk menjemput karena jam pulang kerja Rani masih lama. Ia kemudian duduk menonton televisi sambil beristirahat.

Zian Pratama adalah seorang pengusaha di bidang property. Pria berusia empat puluh lima tahun itu terbilang cukup mapan. Ia mengakui keberhasilannya berkat doa dan dukungan dari istrinya. Dahulu dirinya hanya seorang mandor bangunan. Pekerjaan itu tidak tetap, kadang ada dan tidak. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Rani harus ikut membantu mencari nafkah.

Hingga pada suatu hari perusahaan di tempat Zian bekerja bangkrut. Dengan pengalaman dan bakat yang dimiliki, serta dukungan dari Rani, pria itu mencoba keberuntungan dengan membuka usaha di bidang yang sama. Mulai dari merenovasi rumah sampai sekarang sudah menjadi kontraktor. Berkat keuletan, kejujuran dan loyalitas yang tinggi dia kini bisa punya usaha sendiri.

Malam kian merambat jauh, Rani sengaja pulang pada jam kerja sif malam. Dengan langkah perlahan wanita itu masuk ke rumah dan melihat Zian sedang tertidur di sofa. Ia menatap pria yang sangat dicintainya itu dengan saksama.

Sungguh Rani masih tidak menyangka Zian tega mengkhianatinya. Semua itu karena anak yang belum mereka dapatkan juga. Akan tetapi, kalau solusi dari masalah mereka kenapa Zian berbohong dengan cara seperti itu, andai dia tahu rasanya sakit sekali.

Rani menatap nanar hidangan di meja makan. Ia tahu Zian sedang menyiapkan suprise untuknya. Akan tetapi, justru dia sudah mendapatkannya kemarin di rumah sakit. Kalau menuruti emosi sebenarnya bisa saja Rani melabrak. Namun, ia masih menunggu kejujuran Zian untuk menentukan langkah selanjutnya.

"Aku tunggu penjelasanmu Mas," lirih Rani sambil berlalu masuk ke kamarnya dan segera merebahkan tubuh di atas kasur. Terlihat sekali wajahnya begitu letih. Lelah menangisi nasibnya yang diam-diam dikhianati.

Malam kian beranjak jauh, Zian tampak terjaga ketika waktu menunjukan pukul satu dini hari. Ia langsung tersadar dan segera mencari Rani di kamar. Pria itu tampak menghela napas panjang ketika melihat istrinya sudah terlelap dengan wajah yang begitu lelah. Zian tidak berani mengganggu karena sangat mengerti akan kesibukan Rani.Ia kemudian naik ke atas tempat tidur dan memeluk istirnya dengan penuh cinta.

Rani tampak terkejut ketika merasakan pelukan Zian. Dengan perlahan ia segera melepaskan diri. Padahal sebelum kejadian di rumah sakit, pasti akan membalas pelukan itu. Hingga mereka bangun bersama untuk memulai aktivitas di pagi hari. Namun, Rani kini merasa risih karena sudah ada wanita lain yang berada di dalam pelukan suaminya.

Rani segera melakukan salat malam dan air matanya kembali jatuh di atas sajadah untuk kesekian kalinya. Padahal sudah dari kemarin ia menangis.

***

Zian segera terjaga ketika mendengar alarm berdering. Tidak lama kemudian terdengar azan subuh berkumandang. Ia segera turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi.

"Sayang ayo kita salat!" ajak Zian ketika melihat istrinya sedang sibuk di dapur.

"Aku lagi libur Mas," jawab Rani tanpa menoleh.

"Oh ya sudah," sahut Zian sambil masuk ke kamar lagi.

Rani langsung buru-buru melaksanakan salat subuh di kamar bawah. Setelah itu ia kembali melanjutkan menyiapkan sarapan dan menunggu suaminya di meja makan. Sebenarnya yang ditunggu adalah kejujuran Zian, semua harus jelas hari ini juga.

"Sayang, sebaiknya kamu mengajukan pensiun dini. Mas tidak mau melihat kamu kecapean lagi!" saran Zian sambil duduk di hadapan Rani dan menatapnya dengan penuh cinta.

"Iya Mas, sudah aku ajukan dan tinggal menunggu keputusan saja. Tapi kalau nanti sudah tidak kerja dan bosen di rumah terus bagaimana ya?" sahut Rani yang mulai memberikan pertanyaan menjebak.

Zian langsung menjawab, "Kamu bisa kerja di kantor aku atau buka usaha kecil-kecilan."

"Jadi sekretaris Mas gitu, terus Dahlia bagaimana?" tanya Rani langsung ke pokok inti masalah.

Dengan santai Zian menjawab, "Lia sudah risign karena sudah menikah dan ikut suaminya pindah ke kota lain!"

"Jangan-jangan Dahlia sudah hamil, jadi risign!" tebak Rani dengan spontan

Zian yang hendak minum teh langsung tersedak.

"Pelan-pelan Mas!" seru Rani kemudian.

Setelah terbatuk dan menenangkan diri Zian menjawab, "Iya, katanya sih begitu."

"Oh, Dahlia dapat suami orang mana Mas?" tanya Rani yang membuat Zian seketika bergeming.

"Ya Allah, haruskah Rani tahu rahasia ini. Sungguh aku tidak sanggup membuatnya terluka," batin Zian dengan perasaan bimbang.

"Suami Dahlia ...."

BERSAMBUNG

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
muter2 banget kau njkng. pantas aja diselingkuhi krn terlalu banyak drama.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 43. Bara Masa Lalu

    Carina duduk di sofa kamar rawat rumah sakit dengan senyum tipis yang sulit ditebak. Di tangannya, ponsel menyala terang, menampilkan foto-foto yang baru saja dikirim seseorang. Di mana Azka dan Rani tampak begitu mesra dan bahagia. Seharusnya Carina tidak berhak marah, cemburu atau pun iri. Ia dulu pernah mendapat kesempatan itu, tapi dilepaskan karena tidak merasa bahagia sedikitpun. Baginya Azka begitu dingin, meskipun sering memberinya puisi dan kata-kata indah. Carina butuh bukti, tetapi Azka tidak bisa bersikap seperti keinginannya. "Aku ingin dicintai seperti istri yang lain," ujar Carina pada suatu hari. "Memangnya aku harus bagaimana?" tanya Azka yang tidak tahu salahnya apa. "Pernah nggak kamu tanya aku sudah makan apa belum, mau dibelikan apa, sedang sibuk nggak?" Carina mengungkapkan perasaannya. Setelah Carina protes sehari dua hari Azka melakukan apa yang istrinya pinta. Akan tetapi, selanjutnya ia kembali sibuk dengan pekerjaan. Lama-lama Carina muak dengan sikap A

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 42. Pilihan di Antara Luka

    Setelah kembali ke Batam, Rani kerap termangu memikirkan permintaan Katy. Bahkan ketika bekerja pun ia suka memandang ke luar jendela. Seakan terus mencari jawaban dari keinginan anak sambungnya itu. Di satu sisi Rani merasa permintaan Katy untuk menyatukan kembali orang tuanya adalah hal wajar. Akan tetapi, terlalu dalam menyentuh, dan berat untuk dituruti. Rani tahu gadis itu belum mengerti masalah orang tuanya dan hanya ingin merasakan keluarga yang utuh sebelum ajal menjemput. Namun, masalah ini bukanlah hal yang mudah untuk ia putuskan. Rani pernah mencoba untuk berbagi dan ikhlas dimadu demi seorang anak. Ternyata tidak mudah, membuatnya terjebak oleh keadaan dan perasaan. Meskipun Katy bukanlah anak kandung, Rani menyayanginya sejak pertama kali mereka bertemu. Apalagi Katy memanggilnya Bunda tanpa ragu, bahkan sampai saat ini Rani masih canggung mendapat panggilan itu. Jadi bagaimana mungkin ia tega menolak keinginan terakhir seorang anak yang sedang berjuang melawan leukem

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 41. Permintaan Terakhir

    Dada Aska serasa dihantam secara tiba-tiba. Ia terpaku, tak bisa berkata apa-apa dan wajahnya berubah jadi tegang. Pria itu menghela napas panjang, mencoba merangkai jawaban paling lembut tanpa menyakiti hati putrinya. "Katy, maaf Papi nggak bisa. Kan kamu tahu Papi sekarang sudah menikah dengan Bunda Rani," ucap Azka mencoba memberikan pengertian. Mendengar itu Katy terdiam, senyum kecil yang menghiasi wajahnya perlahan lenyap. Ia menunduk dan matanya berkaca-kaca."Tapi .., aku ingin Papi dan Mami bersama lagi. Kayak dulu waktu aku masih kecil. Aku pengen mati dengan bahagia, Papi," sahut Katy dengan sedih. Kalimat itu menghantam Azka lebih keras dari apa pun. Kata “mati” keluar begitu saja dari mulut anaknya yang masih begitu muda. Napasnya tercekat, matanya panas. Ia segera memeluk erat dan menciumi kepala Katy, seolah bisa melindunginya dari takdir itu.“Jangan ngomong kayak gitu. Kamu nggak akan ke mana-mana. Kamu akan baik-baik saja, Nak. Papi janji akan melakukan apa pun ag

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 40. Bayang-bayang Masa Lalu

    Leukemia, kata itu masih terus bergaung di telinganya. Mengguncang seluruh jiwa Azka ketika mantan istrinya memberitahu di loby hotel. Selama ini Azka bukan tidak perduli sama putri kandungnya sendiri. Akan tetapi, Carina telah memutus komunikasi denganya secara sepihak. "Kalau tidak percaya kamu bisa datang ke rumah sakit central. Katy dirawat di ruang rose kamar 20!" ujar Carina sambil berlalu, setelah sekilas menatap Rani. Setelah mendengar kabar itu, tanpa berpikir panjang lagi Azka segera mengajak Rani ke rumah sakit yang dimaksud. Ia langsung menuju ke kamar di mana anaknya dirawat, tapi Rani memilih menunggu di luar. "Sebaiknya kamu menemuinya sendiri. Biarkan dia senang dulu, baru cari waktu untuk memberitahunya!" saran Rani yang tidak ingin mengganggu moment penting Azka bertemu dengan buah hatinya. "Maafkan aku, rencana kita harus terganggu," ucap Azka yang jadi tidak enak hati. Rani mengangguk kecil seraya berkata, "Aku tidak apa-apa."Azka kemudian masuk ke kamar inap

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 39. Ketika Cinta Membalut Luka

    Langit Batam malam ini seolah ikut menggambarkan kegundahan hati Azka yang berdiri di depan pintu keberangkatan. Tiket di tangan sudah dipesan sejak semalam, tetapi langkahnya seakan tertahan oleh rasa yang tak bisa ia abaikan. Pria itu memejamkan mata sejenak, dan terbayang semua kenangan mereka, suka duka dan tawa berputar seperti film yang enggan berhenti. "Iya tidak apa-apa. Pergilah hati-hati!" potong Rani sambil berbalik dan hendak pergi dari tempat itu. Azka harus mengambil keputusan secepatnya pergi atau tidak. Pilihan itu bukan karena ragu, tapi karena cinta dan kesempatan yang tak ingin ia sia-siakan lagi. "Aku tidak bisa menolak Rani. Aku akan menemanimu melihat senja dan mengukir namamu di sana!" ujar Azka yang membuat Rani menghentikan langkahnya. Ia segera menyusul dan jalan beriringan meninggalkan bandara. "Terima kasih ya Ka," ujar Rani sambil tersenyum senang karena berhasil menyakinkan Azka untuk tidak pergi. Rani perlahan-lahan mulai berdamai dengan luka

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 38. Antara Cinta dan Luka

    Langit kota Batam sore ini tampak mendung. Awan kelabu menggantung, seolah menggambarkan isi hati Rani yang kalut. Di ruang kerja yang senyap, terdengar suara detak jam dinding menemani pikirannya yang berperang hebat. Beberapa berkas laporan marketing tergeletak di mejanya. Akan tetapi, tak buat pikirannya teralihkan dari percakapan terakhir dengan Azka di malam itu. "Maaf Azka, aku nggak bisa dan masih butuh waktu untuk membuka hati ini," ujar Rani memberikan keputusan. Azka tampak mengangguk kecil dan sangat mengerti akan perasaan Rani. Cinta itu memang tidak bisa dipaksakan. Andai dulu dirinya tidak telat mengungkapkan perasaan. Pasti Rani sudah menjadi miliknya. Yah seperti itulah manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah yang menentukan takdir. "Tidak apa-apa, aku paham. Jadi aku tidak punya alasan untuk tetap tinggal lebih lama lagi," ujar Azka mengakhiri pembicaraan mereka. Ia kemudian pamit pulang untuk menentukan sikapnya di kemudian hari. Keesokan harinya Azka masuk ke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status