Home / Rumah Tangga / SURGA YANG TAK DIINGINKAN / Bab 3. Rahasia yang Terkuak

Share

Bab 3. Rahasia yang Terkuak

Author: Aryan Lee
last update Last Updated: 2025-02-11 07:42:23

Tiba-tiba ponsel Zian berdering, biasanya suka diabaikan sampai terdengar notif pesan. Namun, kali ini langsung menerimanya. Sementara itu Rani tampak fokus menyantap sarapan. Padahal kedua matanya sesekali memperhatikan Zian dengan saksama.

"Sayang maaf, tiba-tiba ada kendala di proyek, jadi aku harus ke kantor sekarang juga," ujar Zian mengalihkan pembicaraan.

"Oh ya, bagaimana kejutan dari Mas suka nggak?" tanya pria itu yang segera menghabiskan sarapannya.

"Bagus sih Mas cincinnya, tapi aku sudah punya model seperti itu," jawab Rani dengan jujur.

"Oh ya lupa, ya sudah nanti kamu jual saja dan ganti dengan model lain. Mas pergi dulu ya dan akan pulang secepatnya!" pamitnya yang segera beranjak.

"Iya Mas, hati-hati!" pesan Rani sambil mengangguk.

Tidak lama kemudian Zian sudah ganti baju dan tergesa-gesa pergi.

Setelah mengantar suaminya sampai depan teras, bibir Rani tampak bergetar. "Sampai kapan kamu akan terus membohongiku Mas?" tanya wanita itu dengan air mata yang kembali berjatuhan.

Rani mengira Zian mau jujur dan mengakui semua perbuatannya. Akan tetapi, kebohongan itu masih terus berlanjut.

"Jadi mereka sudah menikah," lirih Rani dengan hati yang terasa kian remuk.

Istri mana yang tidak sakit hati, ketika tahu suaminya diam-diam menikah lagi. Dengan wanita yang lebih cantik dan muda darinya. Terlebih wanita itu sekarang sudah hamil.

***

Hari demi hari berlalu untuk menghindari pertanyaan Rani soal Dahlia, Zian semakin sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga membuat pria itu tidak ada waktu untuk Rani. Sampai akhirnya ia menyadari tidak ada lagi telepon, pesan dari istri tercintanya itu.

Untuk menebus rasa bersalahnya, hari ini setelah dari kantor Zian tidak pulang ke rumah. Akan tetapi, ia langsung menuju ke tempat kerja Rani untuk menjemput. Semoga saja istrinya itu tidak membahas soal Dahlia lagi.

Setelah lama menunggu di parkiran, istrinya tidak kunjung pulang juga. Zian ingin sekali mengirim pesan, tetapi diurungkan karena lagi-lagi ingin membuat kejutan.

Malam terus bergulir, Zian masih menunggu dengan sabar sampai jam kerja sif kedua usai. Pria itu terus memantau karyawan yang ke luar. Akan tetapi, sampai hampir semua karyawan sudah pulang ia tidak melihat Melati juga. Takut terjadi sesuatu Zian segera turun dari mobil dan menghampiri security.

"Permisi Pak, Ibu Rani kok belum ke luar ya?" tanya Zian yang membuat kedua security itu saling pandang.

"Pak Zian, tidak salah cari Ibu Rani di sini?" Salah satu security balik bertanya.

Mendengar itu Zian tampak mengernyitkan dahinya dan kembali bertanya, "Ya kan Bu Rani kerja di sini, terus saya harus cari ke mana lagi?"

Security itu tampak menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menatap Zian dengan heran.

"Memangnya Pak Zian tidak tahu, kalau Ibu Rani sudah pensiun dini seminggu yang lalu?" Security itu kembali bertanya.

Zian sangat terkejut mendengarnya. Ternyata istrinya sudah tidak bekerja lagi. Kenapa Rani tidak bilang dan apa yang sebenarnya terjadi. Lalu ke mana perginya Rani seminggu ini yang bilang sedang lembur. Zian segera menghubungi istrinya, tetapi tidak diangkat. Padahal biasanya selalu cepat membalas.

"Apa yang sedang kamu rencanakan, Sayang?'" tanya Zian dengan kecemasan yang mulai melanda.

Tanpa membuang waktu lagi, Zian segera menghubungi istrinya lagi dan tidak tersambung. Ia yakin sekali telah terjadi sesuatu yang membuat Rani tiba-tiba mematikan ponselnya.

"Sayang kamu ke mana sih?" tanya Zian yang tidak tahu harus mencari ke mana karena Rani dak punya sanak saudara di kota ini. Malam mulai merambat jauh, akhirnya ia memutuskan menunggu istrinya di rumah saja.

Tidak lama setelah Zian sampai di rumah, Rani akhirnya pulang juga. Ia langsung menuju ke kamar setelah melirik sekilas ke arah Zian yang sedang tidur di sofa.

"Kita harus bicara!" ujar Zian yang ternyata pura-pura tidur.

Rani menghentikan langkahnya dan bertanya, "Kirain Mas sudah tidur. Baru aku mau bangunkan setelah bersih-bersih."

"Duduklah!" seru Zian sambil menatap istrinya dengan serius.

Rani segera duduk di hadapan suaminya dan siap mendengarkan apa pun yang akan Zian katakan.

"Kenapa kamu tidak bilang, kalau sudah pensiun dini?" tanya Zian yang membuat Rani pura-pura terkejut.

Padahal Rani sudah tahu dari temannya yang masuk sif pagi, kalau Zian menjemput di parkiran. Maka daripada itu ia mematikan ponselnya dan sengaja pulang malam.

"Jawab dengan jujur kenapa Mas sampai tidak tahu, Ran!" desak Zian yang melihat Rani hanya diam saja.

Dengan tetap tenang, Rani menyahuti, "Sebenarnya aku mau bilang dari kemarin-kemarin, tapi Mas selalu sibuk. Jadi aku menunggu waktu yang tepat saja untuk memberikan kejutan."

Zian menghela napas panjang dan berkata, "Kamu itu sudah bikin Mas cemas dan takut. Terus selama ini kamu pergi ke mana dan kenapa tadi ponsel kamu matikan?"

Pertanyaan Zian membuat Rani sedikit terkejut. Haruskah ia mengatakan kalau beberapa hari ini sibuk mencari bukti perselingkuhan suaminya?

"Tadi nggak tahu, kalau ponsel aku lowbet Mas karena keasyikan membahas bisnis sama Tina. kami berencana mau buka usaha laundry. Aku yang memodali dan Tina yang menjadi pelaksananya. Jadi aku bisa datang kapan saja dan tidak terikat waktu kerja lagi. Rencananya nanti pas pembukaan aku mau ajak kamu ke sana. Sekalian memberitahu, kalau aku sudah tidak kerja lagi. Tapi Mas sudah tahu jadi nggak suprise lagi deh," ujar Rani terdengar masuk akal.

"Kamu sudah memberikan suprise ketika Mas jemput tadi dan rasanya sampai sport jantung. Jangan ulangi lagi ya, kan kita sudah sepakat tidak ada rahasia di antara kita!" ujar Zian yang dibalas anggukan oleh Rani. "Oh ya rencananya kapan pembukaan usaha kamu itu?" tanyanya kemudian.

Rani kemudian menjawab asal, "Kalau tidak ada halangan lusa pembukaannya. "Tapi kamu sudah mengingkari janji itu Mas yang membuat jantungku nyaris berhenti," batinnya kemudian.

"Kebetulan sekali pas weekend. Kamu atur saja bagaimana baiknya, kalau butuh bantuan bilang saja ya!" sahut Zian yang akan selalu mendukung apa pun usaha Rani.

"Iya Mas, terima kasih. Aku capek banget hari ini kita tidur yuk!" ajaknya yang dijawab anggukan oleh Zian.

Ketika sampai di dalam kamar, Zian tiba-tiba memeluk Rani dan berujar, "Mas kangen sama kamu."

"Sabar ya Mas, aku belum selesai halangan!" sahut Rani terpaksa berbohong karena belum siap melayani sampai suaminya jujur.

***

Keesokan harinya, Zian tampak heran ketika sudah malam Rani belum pulang juga. Ia segera menghubungi istrinya, tetapi tidak aktif. Memang sore tadi Rani sempat bilang akan pulang malam karena mau persiapan pembukaan laundry miliknya besok pagi.

"Ya ampun Ran, kenapa kamu belakangan ini jadi seperti ini sih?" tanya Zian yang jadi cemas.

Zian segera mencari kontak rekan kerja Rani. Ia memang menyimpan beberapa nomor teman dekat istrinya itu. Kebetulan sekali salah satunya adalah Tina.

"Halo Tin, ini aku Zian. Rani lagi sama kamu?" tanya Zian ketika teleponnya tersambung.

"Halo juga Mas Zian, nggak tuh. Sejak kami menjenguk teman di rumah sakit seminggu yang lalu, aku belum ketemu lagi sama Rani," jawab Tina yang membuat Zian teringat.

Rani memang pernah meminta izin untuk menjenguk temannya yang sakit seminggu hari yang lalu.

"Memangnya teman kalian dirawat di rumah sakit mana?" tanya Zian ingin tahu.

"Rumah sakit Medika Bekasi," jawab Tina kembali.

Degh!

Jantung Zian langsung berdetak sangat cepat dan segera mengakhiri percakapan itu, "Oh ya sudah terima kasih."

Tiba-tiba Zian terkena serangan panik dan kecemasan tingkat tinggi. Sehingga membuatnya langsung mengambil kunci mobil dan pergi mencari Rani.

"Pasti Rani sudah tahu," lirih Zian dengan pikiran yang mulai kalut.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bohong teruslah kau njing. apa susahnya kau yg bertanya dan g usah menye2. bukti apalagi yg mau kau cari njing? apa belum cukup dg semua yg kau lihat. terlalu banyak drama kau. udah sadar tua dan g cantik tapi masih goblok aja.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 43. Bara Masa Lalu

    Carina duduk di sofa kamar rawat rumah sakit dengan senyum tipis yang sulit ditebak. Di tangannya, ponsel menyala terang, menampilkan foto-foto yang baru saja dikirim seseorang. Di mana Azka dan Rani tampak begitu mesra dan bahagia. Seharusnya Carina tidak berhak marah, cemburu atau pun iri. Ia dulu pernah mendapat kesempatan itu, tapi dilepaskan karena tidak merasa bahagia sedikitpun. Baginya Azka begitu dingin, meskipun sering memberinya puisi dan kata-kata indah. Carina butuh bukti, tetapi Azka tidak bisa bersikap seperti keinginannya. "Aku ingin dicintai seperti istri yang lain," ujar Carina pada suatu hari. "Memangnya aku harus bagaimana?" tanya Azka yang tidak tahu salahnya apa. "Pernah nggak kamu tanya aku sudah makan apa belum, mau dibelikan apa, sedang sibuk nggak?" Carina mengungkapkan perasaannya. Setelah Carina protes sehari dua hari Azka melakukan apa yang istrinya pinta. Akan tetapi, selanjutnya ia kembali sibuk dengan pekerjaan. Lama-lama Carina muak dengan sikap A

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 42. Pilihan di Antara Luka

    Setelah kembali ke Batam, Rani kerap termangu memikirkan permintaan Katy. Bahkan ketika bekerja pun ia suka memandang ke luar jendela. Seakan terus mencari jawaban dari keinginan anak sambungnya itu. Di satu sisi Rani merasa permintaan Katy untuk menyatukan kembali orang tuanya adalah hal wajar. Akan tetapi, terlalu dalam menyentuh, dan berat untuk dituruti. Rani tahu gadis itu belum mengerti masalah orang tuanya dan hanya ingin merasakan keluarga yang utuh sebelum ajal menjemput. Namun, masalah ini bukanlah hal yang mudah untuk ia putuskan. Rani pernah mencoba untuk berbagi dan ikhlas dimadu demi seorang anak. Ternyata tidak mudah, membuatnya terjebak oleh keadaan dan perasaan. Meskipun Katy bukanlah anak kandung, Rani menyayanginya sejak pertama kali mereka bertemu. Apalagi Katy memanggilnya Bunda tanpa ragu, bahkan sampai saat ini Rani masih canggung mendapat panggilan itu. Jadi bagaimana mungkin ia tega menolak keinginan terakhir seorang anak yang sedang berjuang melawan leukem

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 41. Permintaan Terakhir

    Dada Aska serasa dihantam secara tiba-tiba. Ia terpaku, tak bisa berkata apa-apa dan wajahnya berubah jadi tegang. Pria itu menghela napas panjang, mencoba merangkai jawaban paling lembut tanpa menyakiti hati putrinya. "Katy, maaf Papi nggak bisa. Kan kamu tahu Papi sekarang sudah menikah dengan Bunda Rani," ucap Azka mencoba memberikan pengertian. Mendengar itu Katy terdiam, senyum kecil yang menghiasi wajahnya perlahan lenyap. Ia menunduk dan matanya berkaca-kaca."Tapi .., aku ingin Papi dan Mami bersama lagi. Kayak dulu waktu aku masih kecil. Aku pengen mati dengan bahagia, Papi," sahut Katy dengan sedih. Kalimat itu menghantam Azka lebih keras dari apa pun. Kata “mati” keluar begitu saja dari mulut anaknya yang masih begitu muda. Napasnya tercekat, matanya panas. Ia segera memeluk erat dan menciumi kepala Katy, seolah bisa melindunginya dari takdir itu.“Jangan ngomong kayak gitu. Kamu nggak akan ke mana-mana. Kamu akan baik-baik saja, Nak. Papi janji akan melakukan apa pun ag

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 40. Bayang-bayang Masa Lalu

    Leukemia, kata itu masih terus bergaung di telinganya. Mengguncang seluruh jiwa Azka ketika mantan istrinya memberitahu di loby hotel. Selama ini Azka bukan tidak perduli sama putri kandungnya sendiri. Akan tetapi, Carina telah memutus komunikasi denganya secara sepihak. "Kalau tidak percaya kamu bisa datang ke rumah sakit central. Katy dirawat di ruang rose kamar 20!" ujar Carina sambil berlalu, setelah sekilas menatap Rani. Setelah mendengar kabar itu, tanpa berpikir panjang lagi Azka segera mengajak Rani ke rumah sakit yang dimaksud. Ia langsung menuju ke kamar di mana anaknya dirawat, tapi Rani memilih menunggu di luar. "Sebaiknya kamu menemuinya sendiri. Biarkan dia senang dulu, baru cari waktu untuk memberitahunya!" saran Rani yang tidak ingin mengganggu moment penting Azka bertemu dengan buah hatinya. "Maafkan aku, rencana kita harus terganggu," ucap Azka yang jadi tidak enak hati. Rani mengangguk kecil seraya berkata, "Aku tidak apa-apa."Azka kemudian masuk ke kamar inap

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 39. Ketika Cinta Membalut Luka

    Langit Batam malam ini seolah ikut menggambarkan kegundahan hati Azka yang berdiri di depan pintu keberangkatan. Tiket di tangan sudah dipesan sejak semalam, tetapi langkahnya seakan tertahan oleh rasa yang tak bisa ia abaikan. Pria itu memejamkan mata sejenak, dan terbayang semua kenangan mereka, suka duka dan tawa berputar seperti film yang enggan berhenti. "Iya tidak apa-apa. Pergilah hati-hati!" potong Rani sambil berbalik dan hendak pergi dari tempat itu. Azka harus mengambil keputusan secepatnya pergi atau tidak. Pilihan itu bukan karena ragu, tapi karena cinta dan kesempatan yang tak ingin ia sia-siakan lagi. "Aku tidak bisa menolak Rani. Aku akan menemanimu melihat senja dan mengukir namamu di sana!" ujar Azka yang membuat Rani menghentikan langkahnya. Ia segera menyusul dan jalan beriringan meninggalkan bandara. "Terima kasih ya Ka," ujar Rani sambil tersenyum senang karena berhasil menyakinkan Azka untuk tidak pergi. Rani perlahan-lahan mulai berdamai dengan luka

  • SURGA YANG TAK DIINGINKAN   Bab 38. Antara Cinta dan Luka

    Langit kota Batam sore ini tampak mendung. Awan kelabu menggantung, seolah menggambarkan isi hati Rani yang kalut. Di ruang kerja yang senyap, terdengar suara detak jam dinding menemani pikirannya yang berperang hebat. Beberapa berkas laporan marketing tergeletak di mejanya. Akan tetapi, tak buat pikirannya teralihkan dari percakapan terakhir dengan Azka di malam itu. "Maaf Azka, aku nggak bisa dan masih butuh waktu untuk membuka hati ini," ujar Rani memberikan keputusan. Azka tampak mengangguk kecil dan sangat mengerti akan perasaan Rani. Cinta itu memang tidak bisa dipaksakan. Andai dulu dirinya tidak telat mengungkapkan perasaan. Pasti Rani sudah menjadi miliknya. Yah seperti itulah manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah yang menentukan takdir. "Tidak apa-apa, aku paham. Jadi aku tidak punya alasan untuk tetap tinggal lebih lama lagi," ujar Azka mengakhiri pembicaraan mereka. Ia kemudian pamit pulang untuk menentukan sikapnya di kemudian hari. Keesokan harinya Azka masuk ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status