Aku segera masuk ke kamar setelah makan malam, aku hanya tidak ingin mendengar mereka terus bertanya macam-macam lagi tentang Sidney. Karena aku sendiri sebenarnya juga belum terlalu mengenalnya kecuali beberapa minggu ini dan sedikit tambahan informasi yang kurang valid dari seorang Eric Northman. Selebihnya aku belum tahu Sidney pria seperti apa.
Sidney memang selalu baik padaku, bahkan dia sudah rela jauh-jauh datang kemari untukku, tapi aku juga tidak boleh lupa jika dia juga masih ingin meniduriku.
Walau jujur aku juga masih tidak mengerti kenapa pria seperti Sidney sampai harus datang jauh-jauh kemari hanya untuk menggodaku seperti tadi. Dia muda, tampan, dan kaya, mustahil jika aku juga tidak menginginkannya. Tapi sekali lagi, aku tetap wanita yang punya keyakinan serta prinsip dan aku juga tidak sedang berkhayal jika pria sepert
Aku benar-benar sakit keesokan harinya, Eric sudah berulang kali membujukku untuk bangun tapi aku tetap masih malas bergeming dari dalam selimut. Aku tahu Eric juga merasakan hal yang sama, tapi sepertinya dia memang selalu lebih kuat dariku. "Ayo bangunlah, Susan," bujuk Eric untuk kesekian kalinya sambil menyibak selimut yang menutup tubuhku. "Aku kedinginan Eric," keluhku saat justru malah kembali ke dalam selimut. Saat itu kurasaan Eric coba memeluk tubuhku dengan lenganku sendiri dan berbisik. "Bangunlah, Susan..."______ "Kau hanya flu dan akan segera membaik jika kau mau bergerak dan membiarkan dirimu terkena sinar matahari." "Memang apa yang biasanya kau lakukan saat flu?" tanyaku heran.
Setelah sudah cukup istirahat dan ibu membuatkanku sup, keesokan harinya aku sudah merasa jauh lebih baik. Eric langsung membangunkanku pagi-pagi dan mengajak keluar untuk berkeliling."Ayo Susan, jangan jadi pemalas!"Kali ini Eric benar- benar menarik tubuhku untuk berdiri meski aku masih mengeluh dan tidak mau dia tetap saja menyeretku keluar."Sungguh aku bisa gila jika kau terus mengurungku di kamar seperti ini!""Apa masalahmu, Eric? " tanyaku heran karena sepertinya Eric benar-benar tidak tahan jika kami hanya ada di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa. Dia seperti sangat membutuhkan kegiatan untuk sekedar mengalihkan perhatiannya seolah kami benar-benar pria dan wanita yang cuma terkurung di dalam kamar berduaan.Begitulah akhirnya aku mau mengikuti sarannya untuk berolahraga dengan berlari menelusuri jalanan desa karena kebetulan tidak ada lapangan di dekat rumah bibiku. Mungkin saja aku akan nampak aneh karena tidak ada warga yang c
Aku tidak mendapatkan penerbangan lokal untuk bisa pulang akhir pekan ini, jadi aku terpakasa berangkat dari Surabaya karena senin aku harus mulai bekerja. Perjalanan dari kampung ke Surabaya sekitar tujuh jam, aku berangkat malam menggunakan travel dan sampai di bandara kepagian bahkan pintu bandara belum di buka. Eric sangat ribut karena sepertinya ini juga merupakan perjalanan darat terlamanya di dalam mobul yang tidak nyaman. Karena aku mengunakan penerbangan pertama aku pun segera cek in begitu pintu dibuka dan sekali lagi jadi pengangguran di ruang tunggu. "Lain kali kita sewa jet pribadi saja," kata Eric dari dalam kepalaku. "Kau pikir apa pekerjaanku sampai kemana-mana pakai jet pribadi. ""Ada uang di rekeningmu, Susan, dan kau bisa menggunakannya dari pada kau ikut menyiksaku di dalam mobil seperti gerobak tadi. ""Apa kau dulu anak Sultan sampai naik kendaraan umum saja tidak pernah
Susan curiga kenapa dari tadi Eric tidak bicara apa-apa."Eric, apa kau marah? " tanyaku sesaat setelah Sidney pergi."Untuk apa? kurasa kau juga tidak akan mendengarkanku. ""Maaf tentang Sidney, sungguh aku hanya tidak bisa menolaknya begitu saja. ""Apa karena dia tampan dan membawakanmu satu buket besar bunga.""Tolong Eric jangan mengajakku bertengkar, sungguh aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. "Aku sendiri juga tidak tahu kenapa harus minta maaf pada Eric. Mungkin kami memang harus mulai saling belajar jika memang ternyata nanti kami akan hidup bersama selamanya. Kadang aku merasa kami sudah seperti pasangan muda yan
Hidup bersama Eric sama halnya seperti sedang mengupasi tiap lapisan masalah yang masih akan terus ada tanpa ada habisnya.Aku sengaja tidak mengajak Eric bicara sepanjang pagi ini, sepertinya dia tahu jika aku masih marah. Setelah mandi aku segera bersiap berangkat ke kantor, berpakaian sambil menyendok sereal. Eric pun tidak berani protes meskipun aku sengaja melanggar aturannya. Percaya atau tidak karena sepertinya aku ingin dia marah dan mengajaknya bertengkar. Sebenarnya aku hanya tidak tahu bagaimana caranya untuk menumpahkan kekesalanku padanya. Aku tidak bisa menghukumnya, parahnya aku juga tidak bisa menuduhnya menyetubuhiku karena nyatanya dia memang sudah berada di dalam tubuhku.Aku sudah melanggar semua aturan sepanjang pagi ini tapi dia juga masih tak bergeming. Sampai-sampai aku jadi berpikir seharusnya yang marah itu aku atau dia, karena rasanya malah seperti Eric yang mengacuhkanku.Sesampainya di kantor, aku agak terkejut karena ternyata Sidney
"Aku tetap menemani Sidney untuk meeting siang itu. Meski Sidney tidak banyak bicara tapi sepertinya dia tidak mau melepaskan tanganku selam dalam perjalanan. Bahkan dia sama sekali tidak peduli ketika supirnya mulai memperhatikan kami, dia justru beberapa kali menarik tanganku dan menciumnya dalam diam. Aku pun tidak bisa melarangnya karena sepertinya dia juga tidak akan peduli. Sidney masih menahan tanganku dalam genggamannya dan takbergeming sama sekali, seolah tidak mau aku lepas darinya.Ternyata kami kembali meeting dengan beberapa rekan bisnis Sidney yang pernah kami temui beberapa minggu lalu dan pastinya aku kembali bertemu Nolan. Kami bertemu di pintu lift saat aku dan Sidney baru akan keluar, Sidney pun masih menggenggam tanganku dan sama sekali tidak membiarkanku lepas. Jelas sekali jika Nolan juga memperhatikan hal itu, apa lagi dengan sikap Sidney yang seperti ingin menahan
Aku kembali ke kantor dengan taksi, dan tidak peduli saat Sidney agak marah dengan sifat keras kepalaku. Jika aku tidak ingat masih meningalkan mobil Eric di kantor pasti aku akan langsung pulang saja dan mengurung diri di rumah. Karena rasanya aku benar-benar bisa gila jika terus seperti ini. Begitu kembali ke apartemen segera kulempar tas jinjing dan sepatuku di dekat sofa, tanpa menghiraukannya aku segera berjalan ke kamar mandi. Aku lelah dan hanya ingin berendam, kulepas pakaianku di depan cermin dan masih saja syok ketika menatap diriku sendiri dengan beberapa jejak memar kebiruan yang belum memudar. "Eric apa kau masih bisu! " Aku yakin dia juga bisa melihat itu, dan semua itu adalah perbuatannya. "Maafkan aku, Susan. "Ternyata hanya itu yang bisa dia ucapkan. "Kemana saja kau, brengsek! " makiku yang sudah begitu kesal dan tak tertahankan lagi karena ing
Hari-hari berikutnya masih terasa agak aneh untuk kulalui bersama Eric. Meskipun aku sudah berusaha keras untuk tidak memikirkan malam itu lagi tapi aku yakin Eric pun pasti juga belum bisa sepenuhnya melupakannya. Rasanya benar-benar aneh, bahkan gerakan kecil yang kubuat sendiripun masih saja membuatku paranoid, karena pasti akan kembali mengingatkan otakku pada perbuatan Eric. Sampai-sampai rasanya aku tidak ingin menyentuh tubuhku sendiri karena ingat Eric juga sedang melakukan hal yang sama. Kupikir jadi gila itu gampang, ternyata tetap saja tidak mudah dan kenapa aku tidak hilang ingatan saja.Sepertinya di rumah sendirian hanya akan membuatku tidak sehat. Apa lagi sekarang aku sama sekali tidak memiliki lingkungan sosial selain delapan jam kerjaku yang juga hanya kuhabiskan bersama mahluk seperti Sidney Parker. Sepertinya hidupku memang sangat tidak menarik, aku hanya pergi bekerj