Untuk bisa terbebas dari Jonathan atau Ordo Messier, Zen menghindari daerah perkotaan untuk singgah. Pinggiran Portland menjadi pilihan.
Mobil yang membawa Zen dan Arthur berhenti di depan sebuah rumah. Si Pemilik yang kebetulan baru saja keluar dari rumah tampak terkejut dan seketika itu tegang saat melihat mobil yang begitu familier berhenti di depan rumahnya.
Sambil memeluk kardus berisi beberapa peralatan untuk melukis, pria bertubuh kurus tersebut menunggu penumpang mobil itu turun. Tidak berani bergeser dari tempatnya berdiri.
“Kau terlihat sangat sehat, George,” sapa Zen dengan senyum lebar yang mengembang di bibir. Pria itu berjalan menaiki anak tangga menuju teras rumah dengan kedua tangan yang masuk ke saku. Santai tapi cukup membuat si Pemilik rumah gemetar.
Di belakangnya, Arthur turut mengulas senyum meski tidak selebar Zen.
Namun tak begitu dengan pria bernama George tersebut. Pria itu justru terlihat sangat tertekan denga
Rencana untuk mengeluarkan Lea dari mansion sudah disusun. Mereka akan menyusupkan Eric ke mansion sebagai petugas pemeliharaan listrik untuk berjaga-jaga. Tidak ada yang tahu apa saja yang telah direncanakan Jonathan untuk mendapatkan Zen kembali.Baik itu Zen maupun Arthur, mereka memiliki pemikiran yang sama. Bahwa Jonathan membiarkan Lea bebas hanya untuk memancing Zen keluar. Karena ke mana pun Zen melarikan diri dari mereka, Lea akan selalu menjadi tali kekang yang membuat pria itu kembali.“Semua sudah siap?” tanya Zen saat mereka tiba di McAllen, singgah di motel sederhana sebelum melanjutkan perjalanan ke mansion.“Sudah, Tuan.” Arthur mengangguk. Lantas dia berpaling pada Eric yang telah memakai alat penyamaran wajah. “Misi ini sangat bergantung padamu, Dude.”“Tenang saja. Aku akan melakukannya dengan sempurna.” Eric mengangkat satu sudut bibir ke atas, menatap yakin pada Arthur.“Kam
“Zen ….” Apakah ini mimpi? Lea merasa apa yang dia lihat hanyalah fatamorgana. Ini seperti tidak nyata. Pria yang selama ini dia rindukan. Pria yang selama hampir 8 bulan ini selalu dia tangisi dalam diam. Kini akhirnya berdiri di depan mata. Berdiri gagah dengan senyum lebar yang membuat jantung Lea semakin berdebar. “Apa kau tidak ingin memelukku?” tanya Zen seraya menarik tangan dari saku mantel lalu merentangkannya di kedua sisi badan, meminta wanita yang sangat dia cintai itu untuk masuk dalam dekapan. “Zen!” Antara tawa dan tangis bahagia, Lea sama sekali tak mengira bahwa saat ini akan tiba. Wanita itu berlari menyongsong pria terkasihnya dan berhenti persis di hadapan pria tersebut dengan wajah mengerut. Tentu saja ini membuat Zen bertanya-tanya. Ada apa dengan Sweet Cake-nya? Apakah dia tidak bahagia bisa bertemu dengannya lagi? “Zen, apakah ini benar-benar dirimu?” Sorot mata Lea seakan mengatakan bahwa
“Anda perlu melihat ini, Tuan.” Arthur menunjuk tayangan di televisi yang menyiarkan headline news tentang kebakaran sebuah rumah di Portland, Texas.Zen mendekat, diikuti Lea yang tak mau melepaskan tangan pria tersebut. Keduanya fokus melihat pada layar televisi yang sedang disaksikan oleh Arthur. Mereka bertiga sedang berada di sebuah rumah salah satu anak buah Arthur, yang menjadi tempat mereka singgah malam ini.Si Pembawa acara menarasikan bahwa tragedi kebakaran itu disebabkan oleh sebuah microwave yang meledak, hingga api yang tercipta melalap habis rumah tersebut beserta seorang pemiliknya yang bernama George Barton. Ledakan itu terjadi karena hubungan arus pendek pada sakelar yang menancap pada badan microwave.“Poor George,” komentar Zen.“Saya yakin microwave itu sengaja diledakkan.” Arthur berspekulasi.“Hm, aku juga berpikir demikian. Apa jasad yang ditemukan di dalam rumah itu b
Sebelum memulai rencana penjebakan, mereka harus mempersiapkan segala apa yang dibutuhkan dalam misi tersebut. Tidak perlu mengerahkan banyak pasukan karena ini bukan perang kolosal. Untuk melancarkan upayanya, Zen hanya butuh beberapa orang saja untuk membantu.“Nama-nama dalam daftar yang aku berikan padamu, hubungi mereka dan pastikan mereka datang ke tempat pertemuan tepat waktu,” titah Zen.Pria itu memang sudah mendaftar nama-nama orang yang dia rasa dapat membantunya menjebak Jonathan. Zen tidak akan melibatkan mereka terlalu jauh. Zen hanya akan meminta mereka untuk memfasilitasi dan mengantarnya pada Jonathan. Selebihnya, Zen sendiri yang akan menyelesaikannya.Pria itu tidak bisa menggunakan properti miliknya sendiri karena sudah pasti semua itu berada dalam pengawasan Jonathan. Oleh sebab itu, Zen membutuhkan bantuan beberapa orang yang memiliki sumber daya yang dia butuhkan dalam rencana ini. Sengaja memilih orang-orang seca
Kepalan di tangan Zen tampak semakin menguat. Otot-otot di punggung tangannya tampak menyembul di permukaan kulit, membuat gurat kehijauan di balik kulit cokelat eksotisnya. Menunjukkan denyut nadi yang semakin cepat seiring dengan amarah yang terbakar. Dia sangat tahu bahwa ada bahaya yang mengancam di dalam rumah tersebut.Sekali lagi menatap pintu kamar mandi yang tertutup, di mana Lea baru saja menghilang di baliknya, Zen lantas berdiri. Suara gemericik air menandakan bahwa sang istri tercinta sedang mengguyur tubuh indahnya dengan air untuk membersihkan sisa percintaan mereka semalam.Pria itu berjalan ke arah jendela, memastikan tidak ada celah yang dapat digunakan siapa pun untuk masuk ke kamar tersebut. Memutus akses dari luar untuk dapat menerobos, memanfaatkan kelengahannya untuk menyerang wanita yang sedang berada di dalam kamar mandi. Zen lantas memutar badan dan berjalan meninggalkan kamar tidur. Meraih anak kunci yang menggantung di slot-nya
Sebuah senyum miring terukir di bibir Zen. Pria yang sedang mengemudi itu menoleh ke sisi kanan, pada wanita yang sedang terlelap di kursi penumpang. Wajahnya tampak pucat dan terlihat lelah sekali. Hingga dia tertidur sangat pulas. Sampai-sampai … Zen merasa seperti sedang membawa sebuah mayat bersamanya.Ah, tentu itu hanya kiasan! Zen tidak akan membiarkan Lea menjadi mayat selama dia masih bernapas.“Kau yang sudah menantangku, Sweet Cake. Jangan bilang kalau aku tidak pernah memperingatkanmu,” gumam Zen dengan bibir menyeringai puas karena bisa membuat Lea nyaris pingsan hanya untuk memuaskan hasratnya.Salah Lea sendiri yang sengaja memancing-mancing gairah suaminya. Alhasil, wanita itu benar-benar memohon ampun agar Zen melepaskannya. Namun tidak semudah itu. Zen terus membawa wanita itu ke puncak hasrat hingga dalam keadaan setengah sadar pun, Lea masih sempat menjeritkan kenikmatan yang dia capai terakhir kali sebelum ak
“Aku membutuhkan bantuan kalian," ucap Zen seraya menyisir wajah-wajah yang dia undang datang ke sana.Sejarah baru dalam hidup Zen, di mana dirinya secara langsung dan terang-terangan meminta bantuan dari orang-orang yang dia kenal. Terlebih … orang-orang ini adalah orang yang menurut pria itu tidak lebih baik dari dirinya.Percayalah, Zen sedang menurunkan egonya serendah mungkin demi rencana yang telah dia susun untuk membebaskan sang istri dari Ordo Messier.Setelah beberapa saat saling pandang, salah satu pria di sana menggeser posisi duduk sambil merapikan jas yang sebenarnya tidak berantakan sama sekali.“Ekhm!” Pria itu berdehem lalu menghela napas pelan. “Bantuan?” tanya pria itu seraya memiringkan kepala dengan mata sedikit menyipit.“Benar, Tuan Waltz.” Zen menatap tegas pada pria bernama Jason Waltz yang baru saja bertanya.“Pfft!” Jason Waltz tampak menah
Menjelang hari eksekusi, Arthur harus memastikan bahwa semua persiapan sudah benar-benar matang. Dia juga harus melaporkan tentang ini kepada Zen. Karena Zen juga harus memprediksi kapan waktu yang tepat untuk keluar dari persembunyian. Meski selama beberapa hari ini masih saja ada orang-orang yang bertingkah mencurigakan di sekitar tempat Zen dan Lea tinggal. Namun untuk hari Sabtu nanti, Zen akan benar-benar keluar agar Jonathan segera turun tangan.“Zen,” panggil Lea di sela percakapan serius antara Zen dan Arthur.Dua pria yang sedang duduk di teras rumah kayu sederhana itu berpaling ke arah pintu. Di mana Lea menampakkan sebagian tubuhnya di balik kusen bercat putih dengan raut sedikit tegang.“Kembalilah ke kamarmu, Sweet Cake. Kau tidak harus mendengar apa yang kami bicarakan,” ucap Zen yang tak ingin melibatkan Lea dalam rencana ini.Lea tak menggubris. Wanita itu justru keluar lantas mengambil sebuah kursi la