Share

4. KABAR DARI SAHABAT LAMA

“Apa kabar, Sutha?” Bayu mencoba menyapa setenang mungkin.

Sutha langsung memeluk Bayu dengan erat, disertai tangis pilu rindu dan kepedihan yang tumpah begitu saja.

“Ke mana saja kau? Kami pikir kamu sudah mati di perang itu.” cecar Sutha di sela tangisnya yang berusaha sekuat mungkin ia tenangkan sendiri.

Bayu tak menjawab langsung, ia lebih memilih membiarkan sahabatnya itu mengatur tangis dan nafasnya yang agak menderu dalam pelukannya. Setelah puas menumpahkan tangis kerinduan dalam pelukan Bayu, Sutha akhirnya melepas pelukannya.

“Ke mana kamu empat tahun terakhir ini?”

Bayu memilih menarik sebuah kursi plastik dan duduk di sana sebelum menjawab dengan singkat yang sebenarnya juga bukan merupakan sebuah jawaban.

“Panjang ceritanya..”

“Ceritakan saja. Bengkelku sedang sepi, sepertinya sepanjang hari.... tapi semoga saja tidak. Ya, seenggaknya aku punya waktu panjang untuk ceritamu yang panjang.”

“Lebih baik kamu yang harusnya cerita, karena seingatku ini warungnya ibu Rukmana, kenapa jadi bengkel sepedamu sekarang? Dan mana Rukmana?”

Sutha terdiam sejenak, menatap Bayu, lalu menghela nafas putus asa.

“Sejujurnya itu bukan hal yang menggembirakan untuk dibahas.”

“Ya...” balas Bayu, “Empat tahun terakhir yang kita lewati rasanya memang bukan empat tahun yang biasa untuk kita.”

Sutha tersenyum, lalu menyalakan rokoknya kembali.

“Empat tahun yang lalu, setelah perang hebat di dunia yang aneh itu, kami... aku dan Rukmana akhirnya kembali ke dunia ini, yah... kami pulang, dan kami lega.... akhirnya.”

Sutha terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan ceritanya, “Tapi pulang tidak selalu membawa kebahagiaan kan? Aku pulang, ke kontrakan dan menemukan fakta bahwa tempat itu sudah disegel polisi karena ternyata selama ini jadi sarang narkoba, dan teman-teman kita para pencopet dulu sudah berada di dalam sel. Dua hari aku tidur di mesjid sebelum akhirnya Rukmana datang............. bersama saudara ibunya.”

“Saudara ibunya?” Bayu bertanya bingung

“Ya, mereka berpikir aku membawa lari Rukmana. Ternyata sihir dari pria aneh dulu itu tidak begitu hebat, tidak semua orang mampu ia pengaruhi. Ada juga yang sadar jika kau, aku, dan Rukmana kabur selama berminggu-minggu tanpa kabar.... dan celakanya yang kembali hanya Rukmana... dan aku.”

“Maksudmu?”Bayu mulai menebak-nebak arah yang sebenarnya tak ingin ia anggap benar-benar terjadi, “Kau dan Rukmana....”

“Aku harus menikahinya, Bayu. Seluruh keluarganya menganggap aku membawanya kabur, jika tidak aku akan dilaporkan ke polisi. Aku ini sebatang kara, mantan pencopet, kalau aku di penjara siapa yang akan menengokku, aku mati di sana juga paling tidak akan ada yang tahu. Bercerita tentang dibawa pasukan aneh ke negeri gaib juga bukan langkah yang bijak. Jadi rasanya menikahi Rukmana adalah pilihan berat yang paling logis yang bisa kuambil.”

Bayu terdiam seolah tak percaya, 4 tahun yang benar-benar tak pernah ia bayangkan sebelumnya terjadi pada sahabatnya itu.

“Rukmana sendiri gimana?”

“Kamu pikir dia punya pilihan? Apalagi tak lama setelah itu ibunya meninggal.”

Bayu menunduk sedih.

“Agak aneh rasanya menikahi dan hidup berdua dengan perempuan yang bahkan tidak kamu cintai, aku bahkan belum pernah menyentuhnya sekalipun, itulah kenapa kami belum punya anak. Aku menikahinya hanya karena ingin melindunginya.”

Bayu menepuk pundak Sutha dengan tulus.

Sutha tersenyum getir, “Bagaimana dengan 4 tahunmu yang sudah kulewatkan?”

“Agak susah dipercaya kalau kuceritakan sebenarnya.”

“Bertemu penyihir berbau bawang, panglima perang yang bisa memanggil kuda, hingga berbicara dengan seorang Ratu negeri purbakala sudah pernah kujalani. Jangan bicara percaya dan tidak percaya padaku.”

Bayu tersenyum, kali ini seperti menyindir dirinya sendiri yang dulu justru tak percaya dengan hal yang seperti ini.

“4 tahun lalu di perang itu, aku di selamatkan seorang pejabat negeri Adighana, aku dirawat dan didaftarkan sebagai tentara kerajaan, lalu terjadi kekacauan di kesatuan tempat aku bernaung yang kacaunya malah menuduh aku sebagai salah satu penyebabnya harus membuatku kabur namun justru aku ditangkap atau entah diselamatkan atau bahkan dijebak oleh seorang pertapa sakti yang bisa melayang sambil duduk bersila, ia mengajarkan aku banyak hal mengenai cara membela diri dan pengetahuan tentang dunia aneh itu dan setelah 3 tahun aku dilepaskannya namun diperintahkan untuk menemukan kembali benda yang dulu kita curi dan membuat semua kekacauan ini.”

Sutha terdiam sambil ternganga

Bayu mendelik tidak suka diperhatikan seperti itu, “Sudah kubilang kau tidak akan percaya.”

“Apakah pertapa tua yang kau maksud itu adalah seorang penjaga tempat aneh seperti gunung berapi?” Sutha tiba-tiba bertanya.

Bayu kaget dengan pertanyaan itu, “Bagaimana kamu bisa tau?”

“Dan kamu pergi menjalankan perintah itu bersama Ratu Ayunda?”

Bayu semakin kaget, “Hei, ini bukan sebuah acara reality show yang disiarkan oleh TV manapun kan?”

“Kau menghadapi makhluk aneh seperti serigala namun berjalan seperti manusia?”

Bayu menahan napas saking kagetnya dengan apa yang ditanyakan Sutha.

“Oh, Tuhan!” Sutha memekik, “Bayu aku melihat semua itu!”

Bayu yang kali ini ternganga, “Maksudmu?”

“Aku beberapa kali bermimpi tentang seorang pertapa tua yang kau ceritakan, ia memandangku sambil tersenyum, sementara di belakangnya ada seorang pemuda sedang berlatih bela diri aku mengira itu kamu, tapi aku tidak bisa melihat dengan jelas karena hanya terlihat punggungnya.”

Bayu tak mampu berkata apa-apa.

“Dan perjalananmu bersama Ratu Ayunda serta menghadapi manusia siluman aneh itu pernah dimimpikan Rukmana beberapa kali.”

Bayu yang kali ini syok, ia meraih air minum Sutha yang sedari tadi ada di depannya lalu meminumnya sampai habis.

Sutha memperhatikan Bayu sambil melanjutkan berita mengejutkannya, “Kami berdua pernah mendiskusikan itu, berharap itu adalah sebuah tanda bahwa kamu masih hidup, namun kerasnya kenyataan hidup yang kini kami hadapi membuat kami menjadi lebih realistis menganggap kalau itu hanyalah bunga mimpi. Padahal sebenarnya itu adalah sebuah kabar dari kakek itu tentang dirimu, seperti sebuah isyarat bahwa kau akan kembali.”

Bayu mencoba menangani ini kepalanya yang kini berputar hebat dan degup jantungnya yang seolah sedang memainkan orkestra tabuhan genderang perang, “Berarti selama ini Ampu Estungkara mengawasiku? Dan ia sebenarnya tahu ke mana aku pergi? Atau ia punya rencana besar atas ini semua?”

“Siapa namanya? Ampu Kara?” Sutha menyelidiki

“Ampu Estungkara.”

“Nah, iya itu!”

“Ada apa lagi? Aku sudah cukup spot jantung dengan semua fakta yang kau beberkan ini.”

“Mungkin kau ingat empat tahun yang lalu..”

“Oke, mungkin ini akan sulit, tapi aku akan coba mengingatnya. Apa itu?”

“Rukmana yang cerita padaku, bahwa sore sebelum kita makan mie ayam di malam kau mencuri kalung itu, seorang kakek-kakek menemui Rukmana dan memberitahunya agar memperingatkanmu untuk tidak keluar rumah selama dua hari karena akan ada bahaya besar yang akan terjadi jika kau keluar. Rukmana mengatakan itu kan padamu?”

Bayu mencoba mengingat, “ini memori yang cukup jauh, tapi aku berusaha ya.”

Sutha menanti dengan perasaan gugup.

“Sepertinya Rukmana memang pernah memperingatkanku tentang hal itu, tapi aku memilih untuk tidak mempercayainya, karena.....”

“Nah!” Sutha memotong dengan cepat, “Setelah kami cocokkan, kakek-kakek empat tahun lalu itu ternyata sama dengan kakek yang ada di mimpiku, atau Ampu Estungkara yang melatihmu itu!”

Bayu tercekat, ia melempar ekor matanya ke segala tempat seolah menemukan cara mengatasi deru di jantungnya yang kian kencang.

“Oke, Sutha, kali ini aku harus mengakui jika aku sedang dalam kondisi di mana aku tak bisa berpikir jernih.”

“Mau kuambilkaan minum?” tawar Sutha.

Bayu mengangguk cepat, namun baru Sutha berdiri tiba-tiba muncul Rukmana dari belakang rumah dengan membawa belanjaan.

“Kau sudah pulang? Ingat kan ini.....”

Sutha mencoba mengenalkan Bayu dengan sesantai mungkin namun ia tak melanjutkan kalimatnya saat ia sadari jika itu bukan kalimat yang bagus untuk ekspresi Rukmana yang kini ternganga menatap Bayu sambil mencoba menutup mulutnya, belanjaannya terjatuh. Sedangkan Bayu ikut bangkit sambil melambaikan tangan ramah.

“Hai, apa kabar?”

Rukmana perlahan mendekati Bayu dengan seolah tak percaya, sementara Sutha dengan sigap memungut dan merapikan belanjaan istrinya yang tadi terjatuh.

“Kau masih hidup?” Rukmana meraba wajah Bayu.

Bayu mencoba santai namun sejujurnya ia tak nyaman pada Sutha karena kini dua sahabatnya itu telah menjadi sepasang suami istri. Namun nampaknya Sutha tak keberatan dengan hal itu.

“Ya, syukurlah, dengan banyak keajaiban dan keberuntungan.”

“Bagaimana bisa?” Rukmana masih tak bisa menyembunyikan rasa kaget dan bahagianya, air matanya perlahan menetes.

“Cukup panjang kalau diceritakan, intinya aku harus kembali karena sebuah tugas dan aku harus memenuhinya agar bisa kembali normal.” Bayu menjawab cepat, sambil menurunkan tangan Rukmana dengan pelan dari pipinya.

Rukmana lalu menoleh kepada Sutha seolah memastikan sesuatu.

“Ya, dia memang Bayu dan aku juga sudah cerita tentang hidup kita setelah kembali ke sini dan semua mimpi yang kau dan aku alami. Aku ke dapur sebentar mengambilkan minum untuk teman lama kita ini, ya” kata Sutha seolah mempersilakan Rukmana dan Bayu melepaskan rasa rindu sambil membawa belanjaan istrinya itu ke dalam ruko kecinya.

Sepeninggal Sutha, Bayu lantas menceritakan secara singkat apa yang terjadi pada dirinya setelah perang yang memisahkan mereka itu. Rukmana mendengarkan dengan sangat seksama sambil sesekali mengusap air mata yang kerap jatuh dari kelopak matanya. Nampak kini ia terlihat lebih tua dari usianya yang sesungguhnya, ia yang dulu tampak ceria dan manis kini terlihat lebih diam, sepertinya empat tahun belakangan membuat hidupnya begitu sulit dan berat.

“Jadi kau membawa pusaka itu sekarang?” tanya Sutha yang tiba-tiba keluar sambil membawa segelas air untuk Bayu.

Bayu mengangguk sambil menerima minuman yang disodorkan Sutha dan langsung meminumnya dengan lahap.

“Memangnya kau tahu di mana rumah si Ganendra ini?” tanya Sutha lagi.

“Kalau tidak salah rasanya itu adalah rumah yang sering dikatakan Yuda rumah angker.” Bayu mencoba mengingat.

“Rumah yang dekat bandara itu?”

Bayu kembali mengangguk. “Tapi entah kenapa aku merasa hingga kini, misi ini belum akan aman.”

“Kenapa?”

Bayu terdiam, menghela nafas.

Dua sahabatnya itu tak menanti jawaban Bayu kali ini.

“Aku akan ke sana malam ini, tengah malam mungkin.”

“Kenapa harus tengah malam?”

“Agar tak ada orang yang melihatnya.”

Bayu tersenyum, namun dengan sedikit pikiran khawatir. Ia berusaha menutupinya. “Jadi aku punya waktu beberapa jam, kalian yang sekarang ceritakan apa yang terjadi di kota ini empat tahun belakangan.”

Sutha tersenyum memandang Rukmana yang masih cukup sulit menerima kekagetannya dengan kedatangan Bayu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status