Share

Demi Cinta Mau Melakukan Apa Saja

“Ini, Mas. Diminum,” ucap Elsa seraya meletakan segelas minuman di hadapan Rio.

Sejak kejadian yang Elsa dengar tadi, sebenarnya membuat gejolak hebat di dalam dada. Amarah bercampur dendam mengendap di sana. Namun, Elsa berusaha bersikap seolah tak mendengar apa-apa. Karena gadis itu sedang memutar otaknya untuk membalas rasa sakit yang menyayat hatinya.

“Baik, Sayang. Kok Cuma aku yang minum, kamu mana?” Laki-laki itu mengambil minumannya dan menyesap secara perlahan.

“Aku nggak haus, Mas,” jawab Elsa dengan senyuman meski sudut bibirnya terasa kaku.

“Kamu kenapa? Capek ya? Kok jadi nggak bersemangat gitu?” Rio meletakan kembali gelas yang sudah diminumnya.

Laki-laki dengan parasnya yang tampan itu memang termasuk peka dalam segala hal. Perhatian pula dan sikapnya cenderung dewasa. Elsa tentu tak bisa menolak pesonanya itu.

Awal pertemuan mereka terjadi ketika Rio mengantar ayahnya yang bekerja di keluarga Elsa sebagai sopir pribadi.

Saat itu, Elsa tak sengaja tersandung dan terjatuh. Dengan sigap, Rio menolongnya. Ada Vela juga yang sedang berjalan tak jauh dari tempat itu.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Rio kala itu.

“Iya,” jawab Elsa tampak malu.

“Mbak, kamu nggak apa-apa kan? Lain kali hati-hati dong, Mbak. Aku jadi ikut cemas kalau terjadi sesuatu sama kamu.” Vela bertanya seraya memperlihatkan wajahnya yang layu.

Rio terkesima melihat Vela yang bersikap baik pada Elsa.

“Iya, aku baik-baik saja.” Elsa pun pergi meninggalkan Rio dan Vela dengan jawabannya yang ketus.

“Dia kok begitu? Kayak nggak sopan sama kamu, padahal kamu mengkhawatirkannya,” ucap Rio pada Vela.

“Iya, dia kakakku. Orangnya memang begitu. Udah ya, aku harus pergi.”

“Tunggu! Namamu siapa? Maaf kalau aku lancang, aku memang hanya anak dari seorang sopir di rumah ini, tapi bolehkah kita saling mengenal?”

Vela tersenyum dan tak menjawab. Ia mengambil buku dan pulpen dari dalam tasnya. Tampaknya, ia menulis sesuatu.

“Ini nomor WA-ku. Hubungi aku saja,” ucap Vela seraya mengulurkan secarik kertas pada Rio.

Bibir Rio mengembang. Laki-laki itu menerimanya dengan senyuman lebar.

“Selama hampir sebulan berhubungan denganmu lewat WA, aku yakin, kalau perasaan ini bukan lagi sebatas teman. Aku mencintaimu, Vela.” Isi pesan yang ditulis Rio untuk Vela.

Sejak Vela memberikan nomor WA, komunikasi mereka semakin intens. Benih cinta mulai bersemi di dalam hati Rio. Karena memang sejak pertama berjumpa, laki-laki berkaca mata itu telah terpesona dengan sikap dan kecantikan yang dimiliki Vela.

“Kamu mencintaiku, Mas? Kalau memang benar, turuti semua kemauanku. Aku mohon,” balas Vela.

“Iya, apa pun itu. Demi kamu Vela.”

“Aku memang ada rasa sama kamu, Mas. Tapi, kita nggak mungkin bersama. Aku sudah dijodohkan oleh orang tuaku.”

“Lalu? Aku harus menyerah begitu saja?”

“Nggak, Mas. Kita akan bisa terus berhubungan kalau kamu menjadi salah satu anggota keluargaku, Mas.”

“Maksudmu?”

“Jadilah bagian dari keluarga kami, Mas.”

“Aku nggak paham, Vel.”

“Kalau nanti aku sudah menikah dengan orang yang dijodohkan oleh keluargaku, ayo kita berselingkuh tanpa ada satu orang pun yang mencurigainya, Mas.”

“Aku tambah nggak paham sama perkataanmu, Vel.”

“Kamu harus menjadi bagian dari keluargaku, Mas. Kalau nanti kita ketemu biar nggak ada yang curiga karena kita keluarga.”

“Aku harus apa?”

“Kamu mau kan? Demi aku.”

“Iya, aku mau.”

“Baiklah. Kamu cukup menikahi kakakku. Menikahlah dengan Mbak Elsa, Mas.”

“Mana mungkin! Aku mencintaimu!”

“Iya, ini demi hubungan kita. Aku nggak bisa menolak perjodohanku, Mas. Kalau aku menolak, semua fasilitas akan dicabut dariku. Apa kamu tega melihatku menderita, Mas?”

“Baiklah. Aku akan menuruti keinginanmu.”

“Iya, demi hubungan kita, Mas.”

Sejak percakapan antara Rio dan Vela terjadi, dalam beberapa hari, sikap Rio berubah. Laki-laki itu gencar mendekati Elsa dengan berbagai cara. Ia menunjukkan sikap yang perhatian dan peduli pada Elsa.

Awalnya Elsa merasa aneh, tetapi semakin lama, wanita itu mulai terbiasa. Pada akhirnya, Elsa telah menjatuhkan hatinya pada Rio tanpa disadari.

Begitu cepat, karena selama ini Elsa merasa kurang perhatian. Ia merasa bahagia kala ada yang mau memedulikannya. Orang itu adalah Rio. Meski hanya anak dari seorang sopir, Rio sebenarnya bekerja di sebuah perusahaan. Ia menjabat sebagai kepala marketing.

Di hari ulang tahun Elsa waktu itu—meski tak jelas kapan tepatnya Elsa lahir—Rio dengan gagahnya menyatakan perasaannya di depan keluarga Elsa.

Mata Elsa berbinar. Tak menyangka Rio sampai mau menyatakan perasaannya di hari istimewanya itu.

Keluarganya pun tak ada yang protes meski Rio hanya anak dari seorang sopir, hingga Elsa berpikir kalau dirinya memang anak adopsi yang tak diharapkan keberadaannya di rumah ini.

Menimbang semua kemungkinan yang Elsa pikirkan, akhirnya, wanita itu menerima Rio dengan sepenuh hati. Pikirnya, hanya Rio yang tulus mencintainya tanpa melihat status yang melekat dalam dirinya.

Elsa tulus mencintai Rio dan memutuskan untuk menikah. Namun, semua telah berubah ketika percakapan antara Rio dan Vela tanpa sengaja didengar. Elsa berpikir, mungkin membatalkan pernikahan adalah pilihan yang paling tepat.

“Iya, kamu memang peka banget ya, Mas. Aku capek. Mau istirahat,” jawab Elsa masih menahan diri.

Benar. Elsa menginginkan pernikahannya gagal. Namun, bukan sekarang waktu yang tepat untuk mengatakannya.

“Ya udah. Kamu istirahat dulu. Jangan capek-capek. Bentar lagi kita mau menikah, kamu harus sehat, Sayang.”

Nggak akan terjadi, Mas. Aku akan membatalkan segalanya secara sepihak. Elsa hanya diam dan membatin saja.

“Aku pulang ya? Jaga kesehatanmu. Aku nggak mau kamu sakit.”

Rio berdiri. Ia beranjak pergi. Elsa hanya tersenyum melihat kepergian laki-laki yang awalnya sangat dicintainya itu.

Batang hidung Rio tak terlihat lagi. Elsa membuang napasnya kasar dan berjalan menuju kamar.

“Apa-apaan mereka! Sengaja sekongkol untuk menyakiti perasaanku? Mereka keterlaluan. Apa salahku pada mereka? Apakah tujuan hidup Vela hanya menginginkan hidupku agar selalu menderita?”

Di dalam kamar, Elsa melampiaskan amarahnya. Tubuhnya gemetar mengetahui kenyataan pahit yang selalu mengintai dirinya.

Bulir bening yang ditahan tak bisa lagi dibendung. Mereka berjatuhan membasahi pipi. Bukan kali ini saja Elsa meratapi nasib pilunya. Ada saja yang Vela lakukan hanya untuk menyakiti hati Elsa.

“Jangan menangis, Elsa. Kamu itu kuat. Ayo, cari kelemahan Vela. Dia pantas mendapatkan balasan yang sama pedihnya,” ucap Elsa pada dirinya sendiri.

Elsa menghapus air mata yang berlinang. Ia membuang napas beberapa kali untuk melegakan perasaan di dalam dadanya.

“Aku yakin, Vela hanya memanfaatkan Mas Rio. Mana mungkin dia mencintai laki-laki yang berasal dari keluarga biasa saja. Dipikir-pikir, Vela mungkin suka sama laki-laki yang dijodohkan dengannya. Aku melihat dari tatapannya, kalau Vela memang jatuh cinta pada laki-laki itu saat pertama kali pertemuan keluarga waktu itu. Dia juga nggak menolak perjodohannya, sudah pasti ada perasaan khusus untuk pria itu. Kalau begitu, aku harus mendapatkannya. Setelah membatalkan pernikahan, aku harus mendapatkan laki-laki bernama Bian Abimana. Vela harus tahu bagaimana rasanya sakit hati.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status