“Ma, apakah sangat penting dalam hidup kalian selalu saja ikut campur dalam setiap tarikan napasku? Aku masih 28 tahun, Ma. Ngapain nyuruh cepat-cepat nikah sih? Kakek juga, kalau mau kasih warisan, ya udah, kasih aja. Repot-repot bikin syarat yang membuat orang jadi marah saja,” jawab Bian secara ketus.
“Bian! Kalau ngomong dipikir dulu. Coba dong, kasih Mama sedikit kebahagiaan karena sudah melahirkanmu, Bi. Selama ini, Mama mendapatkan kebahagiaan dan kebanggaan malah dari kakakmu yang bukan darah daging Mama. Coba tunjukan keberadaanmu, Bian. Nurut untuk sekali ini saja ya?” pinta Laras. Harapannya begitu besar agar Bian mau mendengar perkataannya.“Terus aja dibandingin sama Leo si munafik itu. Dia hanya pintar bersandiwara saja, Ma. Caranya licik. Demi nama baik, dia gunakan berbagai cara. Dia memperlakukanku sangat buruk, Ma.”“Bi, dari dulu, kenapa kamu selalu menjelekkan kakakmu sih? Meski bukan keluar dari rahim yang sama, dia tetap kakakmu. Kalian punya ayah yang sama.”“Itu fakta, Ma. Bukan berkata asal-asalan.”“Ya udahlah, terserah kamu. Yang penting, kamu nggak boleh menolak rencana perjodohan. Mama mohon, Bi, semua untuk kebaikan masa depanmu. Setiap perkataan kakekmu pasti bukan hanya sekadar omong kosong.”“Syaratnya asal menikah kan? Semua berawal dari rumor yang menyebut kalau aku nggak suka sama perempuan kan, Ma? Itu gampang, bisa dipikirkan nanti. Aku ada rapat penting. Pergi dulu, Ma.”Laki-laki bergaris wajah tegas dengan hidungnya yang mancung serta alis tebal yang menambah pesonanya itu berjalan menuju pintu untuk meninggalkan ruangan tempat di mana pemilik surganya berada.Laras yang mendapat perlakuan yang sama hanya bisa menghela napas. Bian orang yang punya prinsip kuat atas kehidupannya sendiri. Tidak mau dipusingkan dengan pendapat orang lain. Terlebih orang-orang yang memaksakan kehendak.Dengan sikapnya yang demikian, Bian nekat keluar dari perusahaan yang dinaungi oleh Abimana—kakeknya. Ia malah mendirikan perusahaan dengan tangannya sendiri dalam bidang pangan. Lebih tepatnya memproduksi dan memasarkan berbagai macam makanan ringan yang digemari anak muda.Bian tidak tertarik dengan perusahaan milik kakeknya yang bergerak di bidang jasa keuangan. Menurutnya, pekerjaan itu tidak membuatnya nyaman. Terlalu serius dan merasa dikekang.Berkat tekadnya yang kuat, Bian yang memutuskan hengkang dari perusahaan yang membesarkan nama keluarganya, bisa menunjukkan hasil usahanya meski harus membangkang pada keluarga.Dalam beberapa tahun, bisnis yang dikelola sesuai hati nuraninya itu telah tumbuh menjadi sebuah perusahaan yang bisa mengerjakan cukup banyak karyawan.Pembelajaran tentang bisnis yang dicekoki sejak belia oleh ayah dan keluarganya bisa digunakan ketika dirinya bertekad untuk mendirikan perusahaannya sendiri tanpa bayang-bayang dari kakeknya yang suka mengekang.***Di dalam mobil setelah mengganti pakaian, Elsa berpikir sejenak. Rencana pertama telah berhasil dilakukan. Tahap selanjutnya adalah menggaet laki-laki yang mungkin dicintai oleh Vela.Namun, Elsa masih ragu karena posisinya hanya seorang anak adopsi yang mungkin tidak terlalu kuat untuk mempengaruhi Bian Abimana pemilik PT. BA Snack Tbk dan salah satu pewaris dari PT. Bank Kristal Tbk—perusahaan perbankan terkemuka di negara ini.“Ayo, otak. Kamu harus berpikir. Perusahaan yang di pimpin Kakek dan Ayah lagi nggak stabil. Ada beberapa hotel yang bermasalah, tapi bagianku baik-baik saja sih, daripada yang lain. Apa mungkin diinvestasikan saja? Tapi, kalau ada masalah, pasti aku yang disalahin. Apalagi kondisi Kakek lagi sakit-sakitan, kalau jadi masalah terus bikin Kakek tambah parah, sudah pasti, hanya aku yang kena getahnya. Ditambah, aku hanya anak adopsi yang nggak punya DNA dari mereka. Tapi, aku harus bisa dekat sama orang itu. Aku harus merebutnya dari Vela biar dia tahu bagaimana rasanya disakiti. Ya, aku akan menanggung risikonya belakangan.”Panjang lebar Elsa berbicara sendiri karena merutuki nasib yang tak pernah berpihak padanya. Namun, rasa sakit di dalam hatinya, menimbulkan dendam membara yang ingin sekali dibalaskan. Meski akan menanggung akibatnya nanti, Elsa tetap bertekad melakukan rencana besarnya.Ponsel di dalam tasnya berbunyi, Elsa mengambilnya dan tertulis Mama Nani di layar benda pipih itu.“Buat apa Mak Lampir meneleponku. Apa dia sudah dengar pembatalan pernikahanku? Hebat memang orang-orang di belakang Rio.”Elsa akhirnya menggulir layar meski teramat berat. Dia tahu, perkataan yang akan keluar dari ibu angkatnya itu selalu bernada sadis dan menyakitkan hati.“Elsa! Kamu harus pulang sekarang. Ada sesuatu hal yang harus kamu jelaskan. Ada Ayah yang sudah menunggumu. Cepat pulang sebelum semuanya semakin kacau,” perintah Nani dari balik telepon.“Kalian mau apa? Mau memarahi dan menyalahkanku lagi?”“Berani sekarang kamu ngomong begitu ya! Cepat pulang! Jangan banyak beralasan sebelum aku adukan perbuatanmu pada Mas Handi yang rela memungutmu dari panti asuhan. Harusnya otakmu bisa digunakan untuk berpikir.”Panggilan terputus. Sama sekali tidak ada celah untuk menyela ucapan Nani. Dengan alasan Handi yang telah mengadopsi Elsa, Nani dengan mudah mengatur kehidupan gadis itu.Kalau bandel, Nani tak segan bermain tangan dan melakukan kekerasan di belakang Handi. Namun, saat di depannya, Nani berlagak seperti orang teraniaya sebab sikap Elsa yang susah diatur.Aduan demi aduan yang Nani lontarkan hanya semakin mencuci otak Handi agar makin benci pada Elsa. Pun anggota keluarga yang lain. Mulutnya sangat berbisa.“Dasar Mak Lampir!” maki Elsa di depan layar ponsel.Pada dasarnya, Elsa adalah wanita kuat. Kelemahannya hanya pada Handi yang sudah mau membesarkannya. Ada hutang budi yang dirasakan sangat kuat dalam hati Elsa. Ancaman yang dikatakan oleh Nani hanya seputar itu saja. Hingga Elsa tak bisa berkutik.***“Apa yang membuatmu menggagalkan pernikahanmu secara sepihak, Elsa?” Pertanyaan itu terucap dari seorang laki-laki yang sangat Elsa hormati.“Ayah, aku minta maaf, tapi dalam waktu dekat ini, perasaanku pada Mas Rio sudah berubah. Ada sesuatu yang membuatku ragu dan memutuskan untuk membatalkan secara sepihak, Yah,” kata Elsa dengan suara pelan, tapi penuh keyakinan.“Alasan macam apa itu, El? Kamu tahu kan, persiapan sudah matang. Semua sudah tahu kabar pernikahanmu akan segera terlaksana. Dengan seenaknya kamu membatalkan tanpa berbicara sepatah kata pun pada orang tuamu. Kamu lupa, dari mana kamu berasal? Sukanya bikin masalah dan hanya membuat malu! Memangnya persiapan yang dilakukan nggak menelan banyak biaya! Otakmu dipakai dong, El!”Seperti biasa, Nani akan menjadi orang nomor satu yang akan memarahi dan memaki Elsa. Apalagi di sini Elsa terkesan orang yang telah membuat kesalahan besar. Nani akan puas melontarkan kata-kata sadisnya meski di depan Handi.“Ma, bagaimana kalau calon suami Mama malah melakukan pengkhianatan, apakah Mama akan tetap menikahinya?” Ucapan Elsa sengaja menyindir Vela yang berdiri tak jauh darinya.“Elsa! Bicara yang sopan sama mamamu. Tidak usah berkelit tentang kesalahanmu. Ayah tahu Rio seperti apa orangnya. Di sini kamu yang bersalah. Membatalkan pernikahan yang sakral tanpa perundingan sama sekali. Masuk kamarmu, El! Introspeksi kesalahanmu di sana! Jangan keluar kalau bukan masalah yang sangat penting!” hardik Handi. Tampak amarahnya membara. Urat di lehernya terlihat kala berbicara.“Ayah, tolong dengarkan penjelasanku, Yah,” pinta Elsa masih berusaha merebut kepercayaan Handi.“Masuk, Elsa!”Dengan dada yang bergemuruh hebat, Elsa memasuki kamarnya dengan sangat terpaksa.***“Mbak, aku masuk ya? Dari tadi kamu belum makan. Ini, aku bawakan makanan.”Tanpa persetujuan dari Elsa, Vela memasuki kamar.“Keluar, Vel. Aku nggak izinin kamu masuk.”“Setidaknya makan dulu, Mbak.”“Apa pedulimu, Vel? Kamu bahagia melihatku menderita kan?”“Nggak, Mbak. Aku malah kecewa karena pembatalan pernikahan ini, Mbak. Bukankah kamu sangat mencintai Mas Rio, Mbak? Dengan menikah sama dia, kamu pasti akan bahagia. Kamu boleh memilih kebahagiaanmu sendiri bersama Mas Rio, Mbak. Selama ini, kamu mencari orang yang tulus mencintaimu kan? Kalian terlihat sangat cocok dan saling mencintai. Apa nggak sayang melepas orang yang tulus mencintaimu, Mbak? Kamu bebas mencari kebahagiaanmu sendiri, Mbak.”Mendengar omong kosong yang terlontar dari lisan Vela, Elsa mengambil segelas air putih yang dibawa oleh Vela. Lalu, Elsa menyiram segelas air itu tepat ke wajah adik tirinya.“Huwa! Mbak! Apa yang kamu lakukan!” pekik Vela seraya mengusap wajahnya yang baru disiram air.“Katamu, aku boleh memilih kebahagiaanku sendiri. Menyiram wajahmu dengan air adalah sesuatu yang bikin aku bahagia, Vel,” ucap Elsa seraya meletakan gelas kembali ke nampan. Raut wajahnya terlihat puas dengan senyum yang mengembang di bibir.“Apa maumu sebenarnya sih, Mbak? Aku hanya menasihatimu untuk kembali pada orang yang kamu cintai kok. Itu biar kamu bahagia, Mbak!”“Jangan sok peduli sama aku, Vel. Aku tahu akal busukmu. Kamu yang selalu ingin membuat hidupku menderita. Keluar sekarang juga dari kamarku, Vel!” usir Elsa.“Diberi kesempatan untuk bahagia malah dibuang begitu saja. Sombong banget kamu, Mbak.”“Nggak apa-apa kalau aku sombong. Lebih baik merasa sakit saat ini, daripada nantinya semakin sakit hati. Atau silakan kalau kamu mau memungut bekasku, Vel. Mas Rio sangat baik kan? Kamu pasti bahagia kalau hidup sama dia. Itu yang baru saja kamu katakan padaku bukan?”Tanpa menj
Kehadiran Elsa di dalam ruang VVIP sebuah rumah sakit ternama di negara ini disambut oleh senyuman hangat Wicaksono.Tumben, Kakek jadi bisa senyum gini. Sebelumnya, wajahnya ditekuk terus. Apa gara-gara penyakitnya kambuh lagi. Jadi bikin otaknya agak terganggu.Elsa yang heran dengan sikap kakek angkatnya yang tak biasanya itu hanya bisa membatin.Semenjak Nani dan Vela hadir di tengah-tengah keluarga, Elsa mulai terabaikan dan dianggap orang yang kebetulan menumpang sebab syarat untuk menemukan Wulan dan anaknya. Ada perjanjian pula yang mengikat keduanya. Wicaksono pun sikapnya makin dingin karena mendapat hasutan dari Nani.Namun, kali ini seakan berbeda, senyuman dan wajah yang tampak bahagia menghiasi wajah Wicaksono kala bertemu dengan Elsa.“Kakek senang, masih bisa bertemu denganmu, El.”Elsa makin bingung dengan perkataan yang baru saja terucap.“Kakek sudah membaik? Elsa juga senang bisa melihat Kakek tersenyum begitu.”Meski merasa aneh, Elsa tak mungkin bisa mengutarakan
“Apakah kamu punya informasi pribadi tentang Bian Abimana? Saat ini aku membutuhkannya.”Elsa dan Rendi baru keluar dari ruangan tempat Wicaksono dirawat. Tanpa mengulur waktu, Elsa segera memulai rencananya untuk bertemu empat mata dengan Bian.“Memangnya kenapa, Mbak?” Bagaimanapun info yang Rendi miliki tidak boleh tersebar secara sembarangan meski pada Elsa sekalipun.“Aku sangat membutuhkannya. Bisakah kamu membantuku? Kalau kamu mau mengetahui cerita selengkapnya, ayo, kita cari tempat yang lebih nyaman. Aku harap, kamu bisa membantuku. Terima kasih juga sudah mau merawat Kakek selama ini. Setelah nanti Kakek dipindahkan, tolong jaga kerahasiaannya dari siapa saja.”“Iya, saya akan mendengarkan alasan Anda terlebih dulu. Tentang Direktur Utama, itu memang sudah menjadi tugas saya.”Elsa tak menjawab lagi, hanya anggukan dan senyum tipis yang menghiasi bibirnya. Mereka berjalan beriringan menuju ke tempat yang lebih nyaman.Suasana di sebuah kafe tampak ramai. Elsa dan Rendi suda
“Kamu bagaimana sih, Mas? Kenapa Mbak Elsa bisa membatalkan pernikahan kalian begitu saja? Apa kalian ada masalah? Kamu bikin dia marah kan, Mas?”Di Restoran Laria sudah ada Vela dan Rio. Sejak tadi, percakapan mereka dipenuhi emosi. Terlebih Vela yang banyak mencecar tuduhan demi tuduhan pada Rio.“Kamu ini, kenapa ikut saja menyalahkanku? Sayang, aku nggak tahu alasan Elsa membatalkan pernikahannya. Tiba-tiba saja dia melakukannya. Nggak ada masalah sama sekali sebelumnya. Kamu lihat kemarin kan, setelah mencoba gaun, kami baik-baik saja? Seharinya malah Elsa melakukan tindakan tak terduga sama sekali,” bela Rio.“Harusnya, kamu bisa mencegahnya, Mas.” Kemarahan tampak jelas di wajah Vela.“Bagaimana caranya? Elsa sudah lebih dulu bertindak. Dari gaun sampai masalah KUA sudah dibatalkan secara sepihak oleh Elsa, Sayang. Maafkan aku.”Rio bermaksud meraih tangan Vela yang tergelatak di meja, tetapi detik yang sama ditepis oleh Vela.“Sayang, apa lebih baik kita berkata jujur di hada
“Apa yang kamu lakukan?” Bian sangat terkejut hingga tubuhnya seakan membeku.“Diamlah. Saya hanya menempelkan sedikit bibir saya yang sangat berharga ke pipi Anda. Jangan salah paham. Karena di dekat sana ada Vela dan mantan calon suamiku yang sedang melihat kita. Bukankah Anda setuju dengan syarat saya tadi?” bisik Elsa tepat di dekat telinga Bian setelah melepas kecupannya.“Mbak Elsa! Apa yang kamu lakukan!” pekik Vela sambil berjalan tergesa makin mendekat.“Eh! Kenapa kamu ada di sini, Vel. Em ... tentang ini ....” Elsa berpura-pura mengalihkan fokusnya ke arah Rio. “Oh, kenapa kamu bersama Mas Rio? Akhirnya kamu mau memungutnya ya, Vel? Menurutmu kan, Mas Rio laki-laki yang sangat baik. Pantas sih, kamu mau menerimanya yang mungkin sedang patah hati gara-gara aku.” Justru Elsa sengaja membuat Vela makin meradang.“Mbak! Bukan itu yang harusnya dibahas, tapi harusnya tentang perbuatanmu tadi. Kamu nggak malu, Mbak? Di tempat umum seperti ini? Dengan calon suamiku?”Elsa berhasil
“Ma! Mama tahu! Vela baru saja melihat Mbak Elsa mencium pipi Bian, Ma! Bukankah itu sangat keterlaluan! Dia bilang, mereka sudah berpacaran secara resmi! Padahal sudah jelas, Bian adalah calon suamiku kan, Ma? Mama harus melakukan sesuatu dong, Ma.”Sampai di rumah, Vela langsung mengadu pada Nani. Perasaan di dalam hatinya merongrong tak mau menerima apa yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya sendiri.“Apa, Vel! Kamu nggak salah lihat kan? Beraninya anak pungut itu melampaui batasnya! Sudah bikin malu gara-gara membatalkan pernikahan, sekarang malah bikin ulah lainnya. Anak itu seharusnya tetap dikurung di kamarnya biar nggak bikin orang jadi naik darah!”Kedua mata Nani melotot hampir keluar. Urat di lehernya tampak jelas tergambar. Anak dan ibu itu terbakar amarah yang maha dahsyat sebab sikap Elsa yang sebelumnya tak pernah diduga.“Mama harus melakukan sesuatu, Ma. Pisahkan mereka. Jangan sampai Mbak Elsa merebut Bian dariku. Aku suka sama Bian, Ma. Dia harus menikah dengank
“Apa, Bi? Kamu barusan ngomong apa? Mengantarku?” tegas Elsa.Kebersamaan yang dilakukan beberapa jam itu, ditambah main game bersama, Elsa tanpa sadar telah terbiasa memanggil Bian seperti seorang teman. Hal yang sama pun dilakukan oleh Bian.“Iya! Kita kan sudah sepakat. Lakukan perjanjian itu mulai sekarang bukan? Mungkin saja kamu membutuhkan bantuanku nanti.”Kedua alis Bian naik-turun. Senyum mengembang di bibirnya. Sengaja dilakukan, karena Bian memang pada dasarnya orang yang suka bercanda dan iseng.Entah mengapa, aku suka berlama-lama sama gadis ini. Dia membuatku merasa bersemangat. Di dalam hatiku merasakan sesuatu yang aneh. Aku juga bingung, kenapa perasaan aneh itu bisa muncul? Degupan jantungku pun terkadang tak bisa terkontrol gara-gara sikapnya.“Bukankah kamu juga harus pulang? Video itu sudah viral. Nggak mungkin kalau kamu malah mengantarku pulang.”“Udah viral kan? Ya udah. Malah membantu rencana kita kan? Pernikahan kita bisa dipercepat?” Bian mengerlingkan mata
“Bi—bian?” Seketika, Nani menoleh sambil tergagap melihat calon menantu untuk anak kandungnya itu.“Iya, Tante. Ini saya. Apakah Tante sangat terkejut? Lepaskan tangan Elsa, Tan. Tolong.”Bian berjalan mendekati Elsa. Secara sengaja pula, laki-laki berpangkat direktur muda itu memohon pada Nani untuk menuruti kemauannya.Sontak, wajah Nani berubah pias. Ada ketakutan sendiri karena kata-kata yang tadi lantang terdengar. Sudah pasti, Bian mendengarkan segalanya.Dengan terpaksa, Nani menuruti perintah Bian. Tangannya yang mencengkeram erat, bahkan tangan Elsa merasa panas, sudah dilepaskan.“Mas Bian, silakan masuk.” Nani berubah ramah.“Iya, silakan masuk. Kita bicarakan di dalam saja, biar enak.” Handi ikut saja sungkan gara-gara ucapan istrinya.Bagaimanapun, hotel yang sedang dikelola olehnya, sangat membutuhkan suntikan dana. Sudah dibantu dengan sumber dana dari hotel yang Elsa kelola, masih saja belum bisa membuatnya stabil.Sedangkan Elsa, sengaja menyimpan keuntungan yang lain