Share

2

Penulis: Rifatul Mahmuda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-29 16:51:12

Mas Hanan tak langsung menjawab. Dia hanya diam sembari menatap Aluna dengan tajam. Aku yakin, Mas Hanan pasti akan lebih membelaku dibanding perempuan itu.

"Benar, Aluna. Apa yang dikatakan Nayma itu memang benar. Aku tak pernah mencintaimu. Saat pernikahan kita, yang aku rasakan hanyalah sebuah keterpaksaan. Sedang dengan Nayma ... aku seakan merasakan jatuh cinta yang sebenarnya. Rasa yang tak pernah aku rasakan saat bersamamu malah hadir saat bersama Nayma."

Mas Hanan menatapku penuh cinta, aku pun membalasnya dibarengi dengan senyum lebar. Setelahnya aku melihat ke arah Aluna, wanita itu tersenyum pahit mendengar jawaban Mas Hanan.

"Bahkan setelah adanya Alana diantara kita, Mas?" tanyanya dengan senyum getir. Mas Hanan mengangguk tegas.

"Baiklah. Aku sudah mendapat jawabannya. Terimakasih untuk waktumu selama 3 tahun ini. Mungkin memang jodoh kita hanya sampai disini." Seperti biasa, dengan tenang wanita itu berucap. 

"Dan untukmu, Nayma. Terimakasih, berkat kehadiranmu diantara kami telah menunjukkan sifat asli suamiku. Semua ini adalah pertanda, jika Mas Hanan bukan lah lelaki yang patut diperjuangkan. Aku berharap, semoga kejadian ini tidak menjadi boomerang untukmu kedepannya." Aluna bangkit dari kursinya. Aku mencebik mendengar ucapannya yang sok tenang itu, padahal dalam hati sudah terbakar.

"Ingat Nayma, hukum tabur tuai itu ada." Kalimat terakhir yang ia sampaikan sebelum kakinya benar-benar melangkah menjauhi tempat duduk kami tadi.

Tak ku hiraukan ucapannya itu, aku tak ingin ambil pusing, yang penting aku bahagia dengan Mas Hanan. Ku lihat Mas Hanan menghembuskan napas sembari menyugar rambutnya. Kenapa dia?

"Mas, kamu nggak akan ninggalin aku, kan?" kataku meraih lengannya.

"Iya. Mas nggak akan ninggalin kamu. Bukankah Mas sudah bilang kalau lebih memilihmu dibanding Aluna?" ucapnya menenangkan ku. Mas Hanan mengusap tanganku yang melingkar di lengannya sembari tersenyum manis sekali. Ah, Mas Hanan! Kamu benar-benar laki-laki idamanku.

"Sekarang kita balik, ya? Mas antar kamu pulang," ujarnya lembut. 

Aku memanyunkan bibir dan melepas rangkulan di lengannya. Ku buang muka karena merajuk, pasalnya Mas Hanan mengingkari janjinya. Tadi dia berjanji, setelah makan siang dia akan membawaku shopping, sekarang malah diajak pulang.

"Jangan marah, Sayang. Besok kita belanja, ya? Atau kamu mau Mas transfer saja?" tuturnya sembari membujukku. Mana mau aku? Aku lebih suka belanja berdua dengannya, bukannya belanja sendiri!

"Nggak mau! Kamu, kan, tau aku sukanya belanja bareng kamu, Mas. Supaya aku bisa minta pendapatmu tentang barang yang akan ku beli nanti," rajuk ku. Mas Hanan tersenyum sembari mengelus pipi ku.

"Yasudah. Kalau begitu ayok!" katanya menggenggam tanganku.

"Kita belanja sekarang, Mas?" tanyaku dengan mata berbinar. Mas Hanan mengangguk sebagai jawaban.

"Makasih banyak, Sayang." Aku bergelayut manja di lengannya. Mas Hanan hanya terkekeh saja. 

Mas Hanan mengatakan sangat menyukai sikap manjaku, dan hal itu pula yang membuatnya tak menyukai Aluna, alasannya karena perempuan itu terlalu mandiri dan jarang bermanja padanya. Mas Hanan merasa tak dibutuhkan saat bersama Aluna, dan tentu saja sangat berbanding terbalik saat denganku.

Kami bergandengan mesra menuju mobil. Aku sudah tak sabar, mengingat sepatu, tas, baju dan aksesoris sudah membuatku meneteskan air liur. Semenjak menjalin hubungan dengan Mas Hanan, tentu saja bisa memanjakan diriku.

Sebelum mengenal Mas Hanan, kehidupanku tak jauh berbeda dengan para perantau lainnya. Harus berhemat demi bisa kembali makan esok hari, apalagi aku harus rutin mengirim uang ke kampung. Ibu dan bapakku sudah tua dan sepuh, untuk bekerja tentu saja mereka sudah tak bisa.

Semenjak menjalin hubungan dengan Mas Hanan, kehidupan Ibu dan Bapak di kampung pun mulai membaik. Uang gajiku bisa ku kirim full untuk mereka, sedang untuk kebutuhanku sendiri aku biasa merengek pada kekasihku. Rumah Ibu dan Bapak di kampung pun ku minta agar di renovasi, itu semua kulakukan tentu saja agar kedua orang tuaku itu bisa tinggal dengan nyaman.

Pencapaianku keren, bukan? Baru menjelang 3 bulan berhubungan dengan Mas Hanan, tapi aku sudah bisa mengubah gubukku menjadi istana. Mas Hanan memang terbaik.

Mobil yang kami tumpangi berhenti di pelataran parkir sebuah pusat belanja terbesar di kota. Aku tersenyum lebar, sudah tak sabar ingin segera menjelajahi setiap lantai demi mencari keinginanku.

"Ayok, Sayang. Tunggu apalagi?" kata Mas Hanan padaku. Aku mengangguk antusias dan membuka seat belt kemudian segera turun.

Aku kembali menggandeng tangan Mas Hanan. Lelaki itu tak sedikit pun merasa risih, dia malah terlihat senang.

Ku langkahkan kaki beriringan dengan Mas Hanan. Toko pertama yang ingin ku kunjungi adalah toko tas branded, baru setelahnya aku akan merengek minta dibelikan sepatu dan juga baju. Aku yakin, seperti biasa Mas Hanan tak akan keberatan untuk menambahkan koleksi barang branded milikku.

"Wah, Mas! Koleksi tas terbarunya bagus-bagus banget! Aku jadi bingung milihnya." Aku berseru girang. Segera kulepaskan rangkulan di lengan Mas Hanan, kemudian mulai menjelajahi toko tas tersebut.

Aku mulai melihat-lihat, saking banyaknya barang bagus yang berjejer membuatku tak bisa menentukan pilihan dengan cepat. Tiba-tiba mataku terpaku pada sebuah tas mini, berwarna hitam dan terlihat sangat mewah sekali. Aku yakin, jika tas itu ku kenakan saat ke kantor, pasti orang-orang akan memandang kagum padaku.

Aku berjalan cepat menuju tempat tas itu di pajang. Dengan tingkat percaya diri yang tinggi, aku meminta salah satu karyawan disana untuk mengambilkan tas itu untukku. Tapi apa yang kudapat? Karyawan itu malah mengatakan sebuah kalimat yang mampu membuatku kecewa.

"Maaf, Bu. Tas itu sudah milik seseorang. Dia sudah memesannya jauh-jauh hari. Jadi mohon maaf, kami tidak bisa memberikannya pada anda," ucap karyawan wanita itu. 

Aku tercengang bukan main. Ternyata ada yang lebih cepat dariku?

"Mana bisa begitu, Mbak? Saya datang langsung ke toko kalian, loh! Kenapa malah lebih mementingkan yang mesen dari pada yang datang langsung?" kataku tak terima. Mana bisa begitu, kan?

"Dan satu hal lagi. Saya bakal bayar cash sekarang juga! Jadi berikan tas itu padaku sekarang!" titahku lagi. Aku memasang tampang garang, aku yakin sekali karyawan itu akan memberikannya. Jelas saja, karena mereka tak mau menimbulkan keributan yang berakibat buruk pada toko mereka sendiri.

"Maaf, kami tetap tak bisa menuruti, Bu. Beliau pelanggan kami, dia sudah membayar cash bahkan sebelum barang itu sampai." Karyawan itu kembali berucap. Dia menunduk sopan, tapi aku malah semakin kesal.

"Aku akan bayar lebih, jika kalian memberikan tas itu padaku. Katakan saja pada yang memesan, barangnya sudah habis. Simple, kan?" Aku bersikeras.

"Sekali lagi kami mohon maaf, Bu. Toko kami menjunjung tinggi nilai kejujuran. Itu semua demi pelanggan setia yang selalu belanja pada kami. Kami tak mungkin mengecewakan pelanggan yang rela menunggu dalam waktu lama." Karyawan itu kembali menolak. 

Sialan! Aku mengumpat dalam hati. Kenapa susah sekali membujuk karyawan itu?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Viala La
penasaran sama Aluna sih aku
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
rasain tuh nayma wkwkwk
goodnovel comment avatar
Baby Yangfa
bikin emosi bacanya si Pelakor ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   55. Ending

    Aku masih saja terisak sambil terus memeluk ibu dari samping. Wanita itu berusaha terlihat tegar, bahkan tak ada lagi air mata yang keluar sejak jenazah bapak dibawa pulang. Ibu dan para tetangga membacakan yasin untuk almarhum bapak. Suara ibu terdengar parau, aku tau jika wanita itu memendam kesedihan hanya demi terlihat kuat oleh orang-orang.Didepan kami, tubuh bapak yang terbujur kaku ditutup dengan kain jarik. Saat kulihat tadi, wajah bapak tampak berseri dengan senyum menghiasi bibir pucatnya. Apa bapak pergi dalam keadaan tenang dan bahagia? Semoga saja iya."Nay, Zavier nangis. Sepertinya mau nyusu," bisik bude Niar menghampiriku. Aku menoleh dan mengangguk, setelah itu berpamitan pada ibu untuk menyusui Zavier ke kamar.Saat aku beranjak ke kamar, ibu mas Hanan menggantikan posisiku dengan duduk disisi kanan ibu, sedang disisi kiri ada mama Aluna yang turut hadir. Dua wanita yang juga berhati malaikat selain Aluna. Meski awalnya ibu mas Hanan sangat membenciku, tapi sekarang

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   54

    Nayma POV Sakit. Sungguh, baru kali ini aku merasakan bagaimana sakitnya dikhianati. Diluar bapak dan ibu sedang menemani mas Hanan dan ibunya bertemu dengan putraku – Zavier. Putra yang ku lahirkan dengan susah payah, dengan kesakitan yang luar biasa Allah hadirkan.Sedang aku disini sendiri. Aku duduk di pinggir jendela dengan gorden yang sengaja ku singkap habis, agar mata bisa memandang langsung hamparan sawah yang menghijau dan mampu meredamkan sakit yang sekarang mendominasi.Saat pertama kali tau mas Hanan berselingkuh, jantungku ribut hingga menimbulkan sesak. Yang ada dipikiranku saat itu, apa kurangnya aku? Setelah selama ini ku terima dia yang hanya menikahiku secara sirih, bahkan rela berpisah dengan ibu dan bapak, serta ku terima saja penolakan keluarganya.Ternyata apa yang dikatakan orang-orang benar. Selingkuh akan menjadi sebuah kebiasaan, tak akan ada yang bisa menghalangi kecuali ia sendiri yang ingin berubah. Dan itu nyata! Bahkan aku baru tau dari Aluna, jika te

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   53

    Merasa bukan ranahnya untuk ikut campur, Aryo bergegas meninggalkan rumah Nayma setelah membungkuk sopan pada Hanan dan Widya. Sementara itu, Widya mengusap bahu sang putra agar bisa lebih tenang."Bu, aku tau jika kesalahanku memang fatal. Tapi ... kedatangan kita kemari pun karena ingin minta maaf dan berdamai dengan Nayma." Hanan menatap kosong pintu rumah yang kini tertutup rapat."Apa aku tak pantas untuk dimaafkan, Bu?" ujar Hanan frustasi."Kesalahan yang paling sulit mendapatkan maaf adalah sebuah pengkhianatan, terutama perselingkuhan. Makanya ibu nggak bisa menyalahkan sikap Nayma padamu sekarang ini. Karena ibu paham bagaimana rasanya jadi dia, diselingkuhi dan diceraikan padahal dia sendiri sedang dalam keadaan hamil besar." Widya sengaja menjeda kalimatnya sejenak, berharap sang putra paham dengan maksudnya."Iya, aku tau, Bu! Tapi–""Harusnya kamu sabar, jangan memaksakan kehendak. Memaafkan itu mungkin mudah, tapi melupakan apa yang sudah terjadi itu yang sulit." Widya

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   52

    Di depan ruang bersalin, Rosidin menunggu dengan harap-harap cemas. Erangan kesakitan Nayma memecah keheningan malam. Didalam sana, perempuan itu sedang berjuang melahirkan dan hanya ditemani sang ibu. Sebagai seorang ayah, Rosidin tak henti merapalkan do'a agar proses persalinan sang putri diberi kelancaran, dan cucu pertamanya bisa lahir dengan selamat.Di sisi lain, Widya tak sedikit pun beranjak dari sisi Hanan. Bahkan saat Ikke memintanya istirahat karena malam kian larut pun di tolak wanita itu. Widya menggenggam tangan Hanan yang dipenuhi alat. Wanita itu tak henti berdoa agar sang putra diberi keselamatan. Widya tak meminta kesembuhan sempurna putranya, dia hanya ingin putranya bertaubat setelah kejadian yang menimpanya malam ini.Di ruang bersalin sedang terjadi kehebohan, pasalnya Nayma mengalami kejang-kejang setelah berhasil melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki. Narti menangis histeris bahkan hampir ambruk dan ditenangkan oleh perawat yang bertugas.

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   51

    "Awh ... Bu ... to–long." Tiba-tiba saja Nayma memekik saat merasakan perutnya menegang.Lagi-lagi dia merasakan kontraksi, namun kali ini sangat berbeda seolah telah terjadi sesuatu pada bayinya didalam sana.Narti yang duduk di sofa bersama Rosidin melompat begitu mendengar rintihan kesakitan sang putri. Dia langsung mendekati ranjang Nayma dan bertanya."Nak, ada apa, Sayang? Kamu kenapa?" tanya Narti cemas.Keringat sebesar biji jagung sudah membanjiri pelipis Nayma. Wajahnya berubah pucat menahan kesakitan yang mendera. Narti mengelus-elus perut Nayma, tapi perempuan itu malah semakin kesakitan."Jangan pegang, Bu, sakiiit ... Nay rasanya ingin buang air besar, tapi ... arrghh ... sakit, Bu." Nayma semakin merintih kesakitan.Melihat putrinya kesakitan, Rosidin sigap keluar dan memanggil suster yang sedang berjaga. Suster tadi langsung bergegas menuju ruang rawat Nayma, dan langsung memeriksanya disana."Eum ... sepertinya bu Nayma sudah mau melahirkan. Kita pindah ke ruang bersa

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   50

    "Nak, makan dulu, ya? Tadi bapak belikan kamu mie ayam. Kamu pasti suka," bujuk Narti. Nayma menggeleng tanpa mau membalikkan badan menghadap orangtuanya. Bahu Narti mengendur bersamaan dengan helaan napas panjang yang keluar dari mulut wanita itu."Biarkan Nayma istirahat dulu, Bu. Mungkin dia belum lapar," kata Rosidin mencoba membesarkan hati sang istri."Tapi, Pak. Dari tadi siang Nayma belum makan, kasihan bayinya," sahut Narti masih tak tenang."Mau bagaimana lagi, Bu? Kita paksa pun Nayma tetap nggak mau, kan? Jadi biarkan dia istirahat dulu. Mungkin dia butuh ketenangan saat ini," kata Rosidin lagi.Mau tak mau, Narti mengangguk juga. Keduanya berbalik dan duduk di sofa, sembari menunggu sang putri bangun."Assalamu'alaikum," kata Aluna dan Widya serentak, bersamaan dengan itu pintu ruangan pun dibuka."Wa'alaikusalam," sahut Narti dan Rosidin pula. Keduanya berdiri menyambut kedatangan Aluna dan Widya."Mbok sama bapak sudah makan?" tanya Aluna. Keduanya menggeleng sebagai j

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   49

    "Mas? Kamu gila?!" bentak Aluna."Kenapa? Apa salah kalau aku minta rujuk? Apalagi antara kita ada Alana. Anak kita butuh kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya, jadi nggak ada salahnya kalau kita rujuk, kan?" balas Hanan santai.Aluna menggelengkan kepala berulang kali. Perempuan itu tak habis pikir dengan cara berpikir laki-laki didepannya itu. Benar-benar dangkal!"Terus gimana dengan calon anakmu dan Nayma? Apa kamu nggak mikirin itu? Kamu nggak kasihan anakmu lahir tanpa ayah? Dimana hati nuranimu sebagai seorang laki-laki sejati, Mas?" cecar Aluna. km"Itu lebih baik. Dia belum pernah bertemu denganku, sedang Alana pernah bersamaku selama dua tahun. Jelas Alana lebih butuh aku dibanding anak Nayma." "Kamu gila! Kamu benar-benar egois, Mas. Setelah selingkuh berulang kali, dan sempat menceraikanku, sekarang kamu datang lagi karena ditolak perempuan itu? Dan kamu pikir aku bersedia kembali pada laki-laki bajingan sepertimu? Lebih baik aku hidup begini, dari pada kembali bersa

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   48

    "Freya?"Panggilan sang ayah membuyarkan lamunan Freya. Perempuan itu mengalihkan pandangan pada Kardi, dia tersenyum menanggapi."Freya belum siap menikah, Yah." Jawaban Freya mengejutkan Hanan. Dia pikir gadis itu akan menuruti keinginannya. Ternyata Freya gadis yang keras kepala.Kardi menghembuskan napas pelan. Dia tak bisa berbuat apa-apa, memaksakan kehendaknya pun bukan pilihan yang tepat, meski ia yakin bisa melakukan itu. Dia ingin putrinya sendiri yang menjatuhkan pilihan, tanpa paksaan apa pun."Boleh ayah tau alasannya?""Alasannya masih sama seperti dulu. Freya belum siap berpisah dari ayah dan Dara. Dan ... Freya ingin mencari laki-laki yang tepat, laki-laki yang bisa menghargai perempuan. Freya takut salah pilih, terus malah masa depan Freya yang jadi korbannya," ucap Freya lugas.Gadis itu menatap Hanan tajam. Dia tak ingin terlihat lemah dihadapan laki-laki pecundang itu. Dia sangat tidak suka diancam dan dipermainkan.Jika saja Hanan laki-laki single, mungkin Freya

  • Saat Hati Harus Kembali Terbagi   47

    "Mas, ada apa ini? Mereka ini siapa?" tanya Freya berpura-pura.Dia menatap semua orang bergantian. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara disana, termasuk Widya dan Aluna yang berdiri didekat Hanan dan Freya. Mereka ingin menyaksikan sendiri, bagaimana cara Hanan menjelaskan pada gadis itu tentang kebohongannya."Ahm ... mereka ini ...," Hanan tak kuasa melanjutkan kalimatnya.Jantung laki-laki itu sudah berdegup kencang. Terlebih melihat tatapan mematikan dari Rosidin. Dia langsung memalingkan muka, enggan menatap wajah ayah mertuanya itu."Kenapa, Nak Hanan? Jelaskan pada gadis itu, siapa perempuan hamil yang sedang terbaring lemah ini!" tekan Rosidin.Freya menoleh pada Hanan, dia memasang tampang bingung, seolah meminta jawaban dari laki-laki itu."Mas?" Freya menatap langsung wajah lelaki disisinya."Di–a ... istri Mas, Fre. Tapi, mas akan segera menceraikannya agar kita bisa menikah." Jawaban Hanan sama sekali tak mengejutkan Freya. Tapi tidak dengan yang lain, terlebih N

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status