Share

Restu

Alan semakin menggila.

Dia selalu membawa wanita yang berbeda dan kerap tertidur diapartement karena stress saat Lydia tidak ada, hidupnya kosong namun, saat Lydia ada.. Dia menyakitinya. 

Masalah yang rumit dan sulit apabila dengan emosi saja. Meski Alan tau dia yang telah membuat reputasi istrinya hancur karena fitnah dan meski ia tau bahwa semua yang dimilikinya bisa musnah, ia tak kunjung jera dan menyudahi perbuatannya. 

Cinta juga tidak ada artinya. Hanya ada sesal yang tak berguna saat kehilangan salah satu dari mereka.

Membina? Bahkan, untuk memimpin sebuah perusahaan saja Alan sering berkhianat dan ia seperti tidak memiliki pendirian sama sekali dalam hidupnya. Tapi, pria itu tak sadar bahwa roda terus berputar.

******

Hari ini Lydia berusaha agar ia dapat melempaskan beban pikirannya dan mulai berjalan-jalan ke sekitar taman. Apabila tenang, Lydia terlihat sangat cantik. Paras cantiknya itu natural meski tanpa polesan make-up sekalipun. 

"Dokter, kapan aku bisa keluar dari sini?" tanya Lydia dengan mengulas senyuman tipis. 

Bayu terkekeh, suara Lydia itu sangat lembut jadi sedikit sulit untuk didengar dikeramaian. Sendu mata Lydia seolah penuh tanya. 

"Kalau kamu sudah baik, kamu bisa keluar dari sini, stabilkan emosimu dan minum obat dengan benar gadis kecil," canda Bayu membuat Lydia tertawa kecil. 

Bunga-bunga yang tadinya hanya dia lihat saja kini, dia meraih bunga-bunga itu dan Lydia menyusun bunga itu menjadi sebuah mahkota bunga yang ia kenakan seolah dia berperilaku seperti seorang tuan putri─kepribadian lain Lydia. 

"Ly..?" heran Bayu menatap Lydia namun, Bayu paham. Itu hanyalah salah satu diri Lydia yang muncul saat dia dalam keadaan lemah hati dan pikirannya. Bisa menjadi pelindung juga karena Lydia memiliki 4 kepribadian yang berbeda dan dengan nama yang sama. Hanya gaya bicara dan bahasa saja berbeda. 

"Kak, kakak suka bunga?" tanya Lydia. 

"Saya? Saya suka, tapi saya alergi bunga yang kamu pegang, bermainlah. Saya sibuk dulu ya," sahut Bayu lalu pergi meninggalkan Lydia ditaman. 

Tak lama, Lydia memperhatikan seseorang yang datang dan memberikannya bunga. Itu adalah Adrian, ayahnya. 

"Putri ayah yang cantik, kenapa bermain sendirian, hm?" tanya Adrian dengan mengusap kepala Lydia dan memberikan bunga kepada Lydia. Bunga mawar putih yang sangat indah dan Lydia terkejut kala melihat ayahnya. Dengan segera, Lydia berhambur melepaskan rasa rindu dalam hatinya karena sudah hampir 2 bulan Lydia dirawat disana. 

"Ayah..!" seru Lydia gembira. Dia mendekap erat seorang pahlawan dalam hidupnya itu dan dengan segera dia meluapkan semuanya. 

"Jangan nangis, nanti cantiknya hilang. Kamu memang sudah menikah namun, buka berarti ayah harus melepaskanmu dan melupakan peran ayah sebagai pahlawanmu bukan? Ayah menyayangimu, Lydia," ujar Adrian membuat Lydia tersenyum manis. 

Senyuman yang sangat manis dan membuat hati Adrian terasa lega. Rasa rindunya sudah ditepiskan dan dia ingin agar putrinya segera sehat. 

Adrian mulai mengelus perut Lydia. "Dalam perut putri ayah ini ada bayi yang pasti sangat lucu seperti bundanya, bukan? Cucu ayah pasti sangat gemas," imbuh Adrian membuat Lydia tersipu. 

Tak lama setelahnya, Lydia melihat boneka saat dia kecil yang dibawa oleh Angelica, mamanya.

Dengan terkekeh pelan, Angelica mulai mendekat dan meletakkan boneka itu pada pangkuan putrinya, "Anak mama, kamu ingat pas kamu dulu minta boneka ini tapi mama dan ayah belum punya uang..? Dan setelah dengan lapang dada, rela menjual ponsel untuk boneka ini, rezekinya diganti lebih besar, kamu berharga sayang.. Kamu adalah harta berharga mama dan ayah, andai kamu tau.. Kamu sangat berharga," ujar Angelica dengan menahan tangisannya. 

Lydia hanya memperhatikan kedua orang tuanya dan dia mulai mengingat masa-masa dulu. Masa yang membuatnya bahagia. Menjadi milik kedua orang tuanya tanpa beban yang ditanggung seperti sekarang. Air matanya lolos tanpa aba-aba dari pelupuk dan Adrian menadah air mata tersebut, "Air mata kamu berharga, Lydia," lirihnya dengan tersenyum dan mengusap pipi putrinya

Lidya menggelengkan kepalanya saat Adrian bertanha apakah dia memerlukan seorang teman karena, dia tak pernah bisa percaya dengan laki-laki terkecuali ayahnya sendiri. Dia tak bisa berteman terkecuali dengan mamanya sendiri. Dari sejak zaman sekolah Lydia sudah mengalami banyak trauma dan hal itu membuat Adrian dan Angelica cukup overprotective. 

Beberapa jam setelahnya, Adrian membawa Lydia ke kamar dan membiarkan seorang dokter pribadi keluarganya memeriksa kandungan Lydia. 

Setelahnya, Lydia menahan tangan Adrian saat hendak pergi, "Ayah, aku pengen balon," ucap Lydia membuat Adrian terkekeh pelan. "Kamu ngidam?" tanya Adrian diangguki oleh Lydia. 

Adrian mulai keluar dari kamar tersebut dan mencari penjual balon. Tak tanggung-tanggung, Adrian langsung membeli beberapa balon dan dibawa ke ruangan Lydia sampai Bayu menahan tawa dengan kelakuan Adrian membawa balon-balon itu. 

"Lydia, ayah dapat balonnya, yang ini kan?" ujarnya dengan menyerahkan beberapa balon tersebut kepada putrinya. 

Dengan gembira Lydia menerima balon tersebut dan memeluk ayahnya erat. Pelindungnya sudah ada disisinya dan dia tidak akan merasa sakit lagi. Dia tak akan merasakan rasa yang akan membuatnya tersiksa lagi. 

Di dalam mimpi Lydia, ia bebas melakukan segalanya yang ingin dia lakukan. Kebahagiaan Lydia itu sangat sederhana. Apalagi dengan sifat Adrian yang selalu memberikan apapun yang diinginkan oleh putrinya, itu sudah sangat royal dan effortnya juga tidak main-main. 

"Walau aku ga punya cinta sejati, aku masih punya ayah di sini," batin Lydia dengan menenggelamkan wajahnya pada dada Adrian. 

Selang beberapa waktu, akhirnya Lydia tertidur dan Adrian, Angelica juga dokter pribadi keluarganya sudah membawa Lydia dengan tujuan agar Lydia dapat dirawat dan dijaga baik fisik maupun mental dirumahnya oleh beberapa dokter yang akan disewa oleh Adrian nantinya. 

Sesampainya, Lydia belum kunjung terbangun dan ternyata Alan berada dirumah itu. Entah niat apa yang Alan miliki namun, Adrian langsung menggendong Lydia ke kamarnya. Kamar yang sudah dihias sedari kemarin. 

********

"Ada apa kamu datang ke rumah saya?" tanya Adrian. 

"Lydia udah sembuh, yah?" tanya Alan membuat Adrian memutar bola matanya malas. "Kalau saya bilang sudah, kenapa? Mau siksa dia lagi?" singgung Adrian langsung to the point. 

Hening. 

Seolah suasana sangat berbeda. Jelas! Adrian saja sampai tak sudi menatap wajah menantunya itu. 

"Langsung saja, ada apa?" tanya Adrian lagi. 

"Saya hanya ingin meminta izin kepada Lydia.. Saya ingin menikah lagi," santai Alan membuat Angelica refleks menampar pipinya. 

PLAK! 

"Bajingan kamu! Anak saya lagi hamil anak kamu dan kamu malah mau nikah lagi?!" sergah Angelica membuat Alan terlonjak karena saking terkejutnya saat mendapat tamparan dari Angelica. 

Bagaimanapun juga Alan sudah akad dan baru meminta izin, itu sangat tidak masuk akal! Apalagi Lydia juga sedang dalam kondisi yang tak memungkinkan pastinya hal itu membuat Angelica dan Adrian murka. Ingin rasa menghajar Alan ditempat namun, mereka tak lakukan itu karena mereka tau Lydia akan terbangun akibat suara keributan itu.

Dan benar. Lydia sudah berada dihadapan mereka dengan menatap Alan penuh kasih. Tatapan penuh cinta yang selalu Alan lihat setiap harinya akhirnya dia melihat lagi. 

"Mas, kamu menikah lagi?" tanya Lydia dengan menghampiri Alan. 

"Iya, saya menikah lagi," sahutnya santai. 

Lydia tertawa hambar. Dia mulai menatap lekat mata Alan dan mengenggam tangan itu erat. 

"Happy weeding, semoga.. Kamu bahagia ya..? Maaf kalau aku cuma beban buat kamu, bahagia selalu mas!" seru Lydia dengan tersenyum manis membuat hati Alan seolah tertusuk jarum.

Bagaimana bisa seorang istri akan tersenyum ketika mengetahui suaminya menikah lagi? Mustahil. Ada apa dengan perempuan ini?

"Lydia.. Kamu benar gapapa...?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status