Antara pilihan atau kehancurkan yang akan menghampiri itulah takdir semesta. Sampai dengan seorang gadis mungil harus terus memaksa dirinya melupakan seseorang hanya karena restu orang tua yang tak berpihak sama sekali. Masa-masa kelam membuat Lydia menjadi gadis mungil yang memiliki hati lembut dan lemah secara fisik maupun mental. Ia masih menginggat dimana jeritannya membuat semua orang terdiam seribu bahasa. Dimana semua orang yang melayat turut menenangkan dirinya. "Cantik, kenapa nangis? Gua ga suka lo nangis." Suara itu membuat Lydia terperangah. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia melihat orang yang telah didambakan. "Dasar cengeng, jangan dibuka lagi. Udah gua disini," ujar Aldo membuat Lydia tak kuasa menahan tangisannya. Aldo mulai mengusap perut Lydia dengan lembut dan menatap Lydia penuh kasih sayang, "Jaga anak ini. Anak ini ga salah, jangan pernah lo sakitin anak yang ga berdosa ini buat dendam lo, Lydia. Lo tetep jadi cinta terakhir dan pertama gua,
Suara itu hanya diabaikan oleh Lydia. Tanpa dihiraukan sama sekali meski hatinya dongkol karena ulah suaminya. "Urus saja perusahaan anda atau saya bakal lengserkan anda dari jabatan tinggi itu, Tuan Alan," ancam Lydia dengan menyeringai dan menarik dasi suaminya dengan tatapan mengerikan. Alan terhenyak. "Sejak kapan dia jadi berani seperti ini..? Sial," batin Alan dengan mengepalkan tangannya. Alan lupa jika istrinya mengidap kepribadian ganda? Atau memang Alan tidak tau tentang itu? Lydia lepas kendali. Waktu yang salah membuatnya semakin terpuruk dalam keadaannya dan kali ini Alan salah sasaran. Meski sekuat tenaga Alan mencoba meraih Lydia, itu tak berguna karena yang dihadapannya bukanlah Lydia sebenarnya. BRAK! Suara benturan itu membuat Angelica dan Adrian berlari ke ruang pribadi putrinya. Dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Alan sudah tersungkur dilantai dan Lydia yang mulai menggila. "Ly, jangan lakukan hal ini, ini salah Lydia Agathna Pragya Adrian!" be
Tawa Lydia memecah kesunyian. Tawa lepas itu membuat Lala merasa caranya mengajak sahabatnya itu bahagia ada benarnya. Meski ia tau bagaimana keadaan Lydia jika tanpanya. "Ly, andai lo cerai sama suami lo apa yang lo lakuin?" "Kenapa kamu selalu bertanya soal perceraian? Aku tak memikirkan itu karena aku tak ingin anakku tidak memiliki ayah." Hening. Lala bergeming mendengar penuturan Lydia yang terdengar cukup masuk akal juga. Karena tak mungkin perempuan seperti Lydia lebih memikirkan dirinya sendiri. "Pulang aja yuk," ajak Lala diangguki Lydia. Rasanya bahagia. Hati Lydia bahagia dengan semua belajaan yang ia bawa itu. Semuanya seperti pakaian anak gadis pada umumnya namun, terlihat pas dan lucu ketika Lydia pakai sekalipun sedikit kebesaran. Setelah sampai dirumah, Lydia langsung memasuki kamar dan mencoba semua baju-baju itu. Ada baju yang sangat minim dan itu membuat Lydia terlihat 2 tahun lebih muda. Kulit putih, bibir pink, rambut hitam legam nan panjang membuat Ly
Esok harinya, Melati mengadu yang tidak-tidak kepada Alan sampai membuat Alan murka. Jelas saja akal licik akan kalah dengan akal cerdas. Karena, Melati hanya ingin menjadikan Lydia pembantunya. "LYDIA!" bentak Alan membuat Lydia memutar bola mata malas. "Apa lagi?" sahut Lydia santai. "Kamu apakan istri saya?!" tanya Alan dengan penuh emosi membuat Lydia sontak menghadapkan selang air tepat didepan Melati. Lydia menyemprot Melati dengan air yang membuat Melati basah kuyup. Jelas saja itu membuat Alan semakin marah! "Kotoran itu harus siram biar bersih." Sial. Lagi dan lagi Melati terkena mulut pedas Lydia. Amelia yang tadinya tengah berdandan juga turut keluar untuk melihat kekacauan itu. Dan dia tertawa lepas saat melihat Melati basah kuyup karena ulah Lydia. "HAHAHA KAYA TIKUS KECEBUR GOT LO SUMPAH, KOCAK!" tawa Amelia membuat Melati menatap Amelia tajam. "Masih mau ngedrama? Aku bukan prosedur indosiar, ngomong-ngomong.. Akting mbak kurang cerdas," sela Lydia lalu
Lydia langsung berdiri dan menghampiri temannya tersebut. "Ada apa dengan mama?!" tanya Lydia cepat. "Mama kamu kecelakaan, Ly.. Dia dilarikan ke Rumah Sakit Pelita." Mendengar itu, Lydia langsung berlari menuju parkiran dan menyetir mobilnya ke rumah sakit yang diinfokan oleh temannya. Pikiran Lydia sudah kacau sedari tadi dan kini bertambah runyam saat mendengar kabar mamanya kecelakaan? Pikirannya seketika buntu. Sesampainya, Lydia langsung turun dari mobil dan menyusuri lorong rumah sakit tersebut hingga Lydia bertemu dengan Adrian. Melihat Adrian yang tertunduk dan menahan tangisnya, Lydia mendekat dan menatap nanar ruang ICCU didepannya. "Ly, dokter lagi tangani mama kamu, nak," lirih Adrian membuat Lydia tak bisa berpikir positive lagi. Satu jam berlalu. Dokter keluar dan kemudian raut wajahnya sendu. Lydia menatap dokter itu nanar dan saat dokter mengisyaratkan bahwa keluarga boleh menemui, Lydia langsung berlari memasuki ruangan tersebut. Tepat dihadapannya, Lydi
Tatapan Lydia tajam. Ia tak ingin disentuh ataupun didekat oleh suaminya sendiri dan bahkan, ia tak menoleh sedikitpun untuk sekedar melihat wajah suaminya. "Gausah sentuh aku." "Jangan pikirkan egomu, hari ini adalah hari duka, Lydia." "Ego? Tutup mulutmu." Pungkas ucapan Lydia membuat Alan langsung terdiam. Kali ini Lydia melangkah 2 kali lebih berani dari biasanya. Setelah selesai proses pemandian dan disholatkan, jenazah Angelica segera dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya. Tempat yang terletak cukup jauh sehingga Lydia tak saggup berjalan dan mengendarai mobil mengikuti rombongan didepannya. "Ly, kalau tidak kuat pulang saja," titah Adrian lembut. "Ga pa, aku mau lihat mama walau ini.. Terakhir kalinya," sahut Lydia dengan tersenyum tipis. Adrian hanya pasrah. Ia juga tak ingin mencegah putrinya ke rumah baru Angelica dan tak ingin membuat Lydia berpikiran buruk lagi. "Yasudah, ikuti saja rombongan ini sampai dimakam, kamu temui papa," ujar Adrian dengan sa
"Kalau emang kamu punya harga diri, seharusnya kamu yang malu karena aku bisa melengserkan Alan kapanpun itu, Mela," tekan Lydia membuat Melati membisu. Semua orang terdiam mendengar pernyataan dari Lydia. Apalagi saat Lydia mengatakan dia bisa melengserkan suaminya dari perusahaan. Itu membuat semua saling pandang. Bahkan, Alan langsung menarik Lydia kasar. "MAKSUD KAMU APA?!" bentak Alan membuat Lydia terkejut hingga jantungnya berdebar-debar dan tangannya gemetar. Dia terkejut setengah mati dengan tingkah suaminya yang nyaris saja membenturkan kepalanya pada dinding. BUGH!! "Aku pernah bilang jangan macam-macam," peringatan Lydia penuh penekanan pada kalimatnya. Jantung Lydia tak beraturan dan kini, Alan membawa sebuah pisau tumpul lalu mendekati Lydia. Memang dasarnya sudah gila. Alan sudah berkali-kali mencoba membunuh Lydia namun, itu selalu gagal juga. Karena itu, kehidupannya selalu kacau. "A FUCK YOU BITCH!" umpat Lydia lalu menatap benci ke arah Alan, bahkan. Mau ba
Keadaan semakin runyam saat Adrian tak dapat menahan emosinya, itulah. Terjadi bencana. Meski berkali-kali semua tau bahwa itu adalah bentuk amarah dari seorang ayah karena anaknya tak diperlakukan dengan adil. Malam harinya, Lydia merasa pusing dan dia tak dapat menginggat apapun setelahnya, ia hanya bersenang-senang dan terdiam saat melihat Adrian dan Alan pulang dalam keadaan babak belur. "Non, tuan berantem sama tuan muda," ujar salah seorang pelayan dengan buru-buru mengambil air hangat dan obat-obatan didalam nakas. "Obati saja, saya mau pergi," sahut Lydia dengan merangkul papanya. "Pa, ayo ke rumah sakit," titahnya penuh kelembutan membuat Alan tak terima. "Suami kamu itu saya!" sergah Alan penuh emosi dan tak terima saat Lydia lebih memilih papanya dibanding dia. "Memang anda siapa?"Deg. Seolah jantung Alan berhenti berdetak. Memang ia ingin Lydia menjauh namun, tidak dengan cara seperti ini. Apalagi sampai tak mengenali dirinya. Itu sudah sangat keterlaluan untuknya!