Share

Bab 2 Pernikahan Penuh Tekanan [2]

Pov Serena.

"Tidak usah di masukkan hati." ucapnya santai.

Aku menoleh padanya. Aku menatapnya tajam lalu tanpa berkata apapun aku masuk kamar bersama Zena.

Dengan entengnya dia mengatakan itu. Apa dia tidak pernah mencintai aku dan putrinya sehingga tidak sedikitpun hatinya merasa sakit saat melihat anaknya sakit hati karena dibanding-bandingkan. Aku juga tidak pernah sekalipun melihatnya sedih setiap kali melihat kami sakit hati.

Tanpa terasa air mataku menetes, "Ma, pulang aja yuk," pinta Zena menatapku sedih.

Aku memeluknya, 'Maafkan Mama sayang' ucapku dalam hati.

"Iya, kita pulang. Mama beres-beres dulu, Zena makan roti dulu ya!" kataku sambil mengusap kasar air mata di pipiku.

Aku mengambil sebungkus roti dari tas yang memang selalu aku siapkan untuk berjaga-jaga jika lapar di perjalanan.

"Zena makan dulu. Mama beresin pakaian kamu dulu ya!" Aku memberikan sebungkus roti pada Zena lalu memasukkan pakaianku dan Zena kedalam tas ransel milik Zena. Sedangkan Pakaian Mas Dirga aku biarkan di dalam tas Ransel miliknya.

"Ganti baju dulu ya!" Aku menyuruh Zena setelah dia selesai memakan rotinya.

Aku juga berganti pakaian. Setelahnya aku keluar mencari Mas Dirga tapi sebelumnya aku menyuruh Zena tetap diam di kamar.

"Mas," panggilku Mas Dirga yang sedang berkumpul di dapur bersama keluarga tercintanya. Semua lansung menatapku mungkin merasa bingung melihatku sudah berpakaian rapi.

"Aku mau pulang sekarang sama Zena," kataku setelah dia mendekati di dekat pintu antara ruang tengah dan dapur.

"Kamu apa-apaan sih? Gitu aja sudah ngambek, Gak usah lebay," ucapnya pelan lalu menarik ku masuk ke kamar.

"Jangan di besar-besarkan masalah sepele saja," sambungnya saat kami sudah didalam kamar.

Hatiku rasanya seperti di remas-remas mendengar perkataan nya. "Zena yang minta pulang. Aku akan bertahan jika Zena tidak terluka. Mungkin bagimu itu hanya masalah sepele, tapi bagiku perasaan Zena adalah hal penting yang harus aku jaga," balas ku tidak terima.

Mas Dirga terdiam, lalu menoleh pada Zena yang hanya diam sambil menunduk.

"Katakan saja Bunda telfon ada saudara jauh yang datang dan ingin bertemu denganku. Jika kamu bingung mau ngasih alasan apa ke orang tua kamu,"

Aku mengambil tasku lalu mengandeng Zena.

"Aku dan Zena akan pulang sendiri. Aku sudah memesan taksi online," pamitku lalu keluar dari kamar pamit menuju dapur.

Semua orang yang ada di dapur menatap ke arah kami. "Loh, mau kemana?" tanya Ibu mertuaku sambil mendekati Zena.

"Saya sama Zena pulang duluan Ma. Ada saudara jauh yang datang ingin ketemu Zena," kataku memberi alasan.

"Kok mendadak?" tanya Anita dengan wajah sewot tapi sam sekali tak aku hiraukan.

Aku menyalami semua orang dan memaksa ingin pulang. Seperti biasa Ibu mertuaku selalu ingin Zena di tinggal di sana. "Zena disini aja dulu ya, biar Mama kamu pulang sendiri," ujara mertuaku pada Zena yang langsung di jawab gelengan sama Zena.

"Adek Raya lo masih kangen," imbuhnya dengan wajah memelas.

Ibu mertuaku memang jago sekali akting. Dia bahkan tidak pernah membela Zena setiap kali di salahkan oleh Raya dan Anita bagaimana bisa sekarang dia bersikap seolah sangat sedih? Dia pasti akan mendapatkan paila citra jika dia jadi seorang artis.

Mas Dirga hanya diam sembari menatapku tapi sekalipun aku tidak membalas tatapannya. Aku kecewa padanya. Aku langsung menggendong Zena lalu berjalan keluar. Keluarga Mas Dirga kembali berkumpul di dapur, tidak satupun dari mereka yang ikut keluar mengantar kami.

"Kita pulang bersama saja. Kamu cancel saja taksi online nya," suruh Mas Dirga mengikutiku berjalan keluar rumah.

đŸ„€đŸ„€đŸ„€

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status