Share

Sebuah Tawaran

Author: Bintang Senja
last update Huling Na-update: 2022-06-27 15:27:11

Hari telah berganti, pagi ini Saras sudah siap untuk berangkat ke kantor. Kini wanita berjilbab itu akan membiasakan diri untuk hidup tanpa adanya seorang suami. Saras benar-benar sudah ikhlas melepaskan Rayyan, baginya suami seperti dia tidak pantas untuk dipertahankan lagi.

"Sepertinya hari ini aku akan sibuk di kantor," gumamnya seraya merapikan jilbabnya, setelah dirasa sudah rapi. Saras meraih tas serta kunci mobil, setelah itu ia beranjak keluar dari kamarnya.

Saras berjalan menuruni anak tangga, setibanya di bawah, ia bergegas menuju garasi untuk mengambil mobil miliknya. Setelah masuk ke dalam mobil, Saras melajukannya dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba saja ponselnya berdering, dengan terpaksa ia menepikan mobilnya terlebih dahulu.

"Siapa sih jam segini nelpon." Saras mengambil ponselnya, lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan.

[Assalamu'alaikum, halo ada apa, Van]

[W*'alaikumsalam, bisa ke rumah sakit sekarang. Hasil tesnya sudah keluar]

[Ya sudah, ini aku langsung ke rumah sakit]

[Ok, aku tunggu ya, assalamu'alaikum]

[W*'alaikumsalam]

"Alhamdulillah, hasil tesnya sudah keluar." Saras kembali meletakkan ponselnya ke dalam tas, setelah itu ia melajukan mobilnya dan bergegas pergi ke rumah sakit.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, kini Saras sudah tiba di rumah sakit Medika Husada, bahkan kini wanita berjilbab itu sudah berada di ruangan Dokter Alvan. Jujur, jantung Saras rasanya tidak tenang, ia khawatir jika hasil tesnya mengecewakan.

"Sudah siap?" tanya Dokter Alvan, yang tak lain sahabatnya dulu saat di SMA.

"Sudah." Saras mengangguk. Meski perasaannya tidak karuan, sebisa mungkin ia tetap tenang.

Setelah itu Dokter Alvan membuka amplop yang ada di tangannya. Setelah dibuka, Dokter Alvan segera membaca hasilnya, matanya sempat melirik ke arah Saras, terlihat raut wajahnya yang begitu panik.

"Ini hasilnya, kamu lihat sendiri." Dokter Alvan menyerahkan hasil tesnya, dengan cepat Saras mengambilnya dan membacanya. Sedetik kemudian Saras nampak terkejut setelah mengetahui hasilnya.

"Jadi yang mandul itu, Mas Rayyan." Saras bergumam, entah apa yang ia rasakan saat ini. Harus bahagia atau sedih, selama ini mertua dan suaminya sudah menuduhnya mandul, tapi sekarang sudah ketahuan siapa yang mandul sebenarnya.

"Terima kasih ya," ucap Saras, ia benar-benar bingung dengan perasaannya sendiri. Haruskah ia memberitahu tentang hasil tes yang pernah Rayyan lakukan.

"Sama-sama, kamu yang sabar ya, pasti ini sulit untuk kamu terima," ujar Dokter Alvan memberikan nasehat. Pria itu memang tidak tahu tentang masalah yang tengah Saras hadapi saat ini. Bagi Saras itu tidak penting, mengumbar masalah rumah tangganya.

"Iya, ya sudah aku pamit sekarang ya, assalamu'alaikum." Saras berpamitan untuk keluar dari ruangan Dokter Alvan. Karena setelah ini ia akan langsung meluncur ke kantor.

"Iya, hati-hati, w*'alaikumsalam." Dokter Alvan mengangguk. Setelah itu Saras beranjak keluar dari ruangan Dokter Alvan. Setelah ini tujuan Saras adalah ke kantor, karena pagi ini ada meeting, berharap meeting belum dimulai.

***

Waktu berjalan begitu cepat, pukul sembilan Saras baru saja keluar dari ruang meeting. Wanita berjilbab itu melangkahkan kakinya menuju ke ruangannya. Saat tiba di ruangan, Saras cukup terkejut ketika melihat suaminya sudah tengah menunggu di sofa.

"Untuk apa, mas Rayyan datang ke sini," batin Saras. Ia berusaha untuk tetap bersikap tenang, setelah itu ia melangkah masuk ke dalam ruangannya.

"Sudah lama, Mas. Maaf tadi aku langsung meeting." Saras menaruh tasnya di atas meja, lalu berjalan menuju sofa dan ikut menjatuhkan bobotnya.

"Lumayan lama, iya nggak apa-apa," ujar Rayyan. Pria itu tak henti memandangi wajah wanita yang ada di hadapannya itu. Kecantikannya memang tidak ada duanya, bahkan jika dibandingkan dengan Alexa.Saras jauh lebih cantik, karena bukan hanya wajahnya saja yang cantik tapi juga hatinya.

"Ngomong-ngomong ada apa, tidak biasanya kamu datang ke sini, Mas." Saras melemparkan pertanyaan, ada rasa curiga karena Rayyan jarang sekali datang ke perusahaan yang ia kelola. Bukan hanya jarang, tapi seperti tidak pernah, selama ini Rayyan sibuk dengan perusahaan miliknya bersama dengan sang istri.

Rayyan berdehem. "Msksud kedatangan aku ke sini untuk mengajak kamu berdamai. Tolong batalkan niatmu untuk bercerai, aku berjanji akan melakukan apa saja, asal kita tetap bersama. Aku benar-benar tidak bisa pisah dengan kamu, Saras tolong kamu pertimbangan lagi."

Saras menghela napas, ternyata dugaannya benar. "Maaf, Mas tapi aku tidak bisa, keputusan aku untuk bercerai sudah bulat. Aku tidak suka dengan penghianatan, dan kamu yang memulainya lebih dulu, jadi jangan menyesal jika perpisahan yang akan menjadi jalan satu-satunya."

"Saras, untuk apa kita bercerai kalau kenyataannya masih dapat kita perbai. Apa kamu tidak sayang, kita sudah sepuluh tahun menikah, dan itu bukan waktu yang sebentar," ungkap Rayyan, ia berharap istrinya itu akan luluh.

"Maaf, Mas. Tapi aku tetap nggak bisa," tolaknya. Saras cukup paham dengan pria di hadapannya itu. Seorang Rayyan tidak akan minta tanpa sebuah imbalan.

Rayyan menghela napas, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. Ia bingung harus bagaimana lagi, cara membujuk Saras agar mengurungkan niatnya untuk bercerai. Karena Rayyan punya rencana, agar ia bisa menguasai semua aset yang kini ada di tangan Saras.

"Saras aku mohon, tolong beri aku kesempatan lagi. Jika kamu mau, aku akan menceraikan Alexa, dan kita bisa merawat Seril, untuk pancingan agar kamu bisa hamil. Aku yakin Alexa akan mau, apa lagi kalau kita kasih bayaran," ungkap Rayyan, mendengar itu Saras sempat tercengang.

Saras tidak habis pikir, kenapa Rayyan bisa mempunyai pikiran seperti itu. Yaitu menceraikan Alexa dan mengambil anaknya, lalu memberi Alexa bayaran. Sayangnya Saras bukan wanita bodoh yang akan tergiur oleh tawaran konyol itu. Karena ia yakin jika itu adalah jebakan yang sengaja Rayyan rencanakan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Hadirnya Malaikat Kecil

    Waktu terus bergulir, kini usia kandungan Saras sudah memasuki bulan sembilan, mereka tinggal menunggu hari saja. Kini Bima tengah menikmati perannya sebagai seorang suami dan calon ayah, butuh ekstra kesabaran dalam menghadapi sikap istrinya yang berubah-ubah. Tak jarang, Bima harus mempunyai stok kesabaran yang cukup banyak. Seperti malam ini, saat Bima tengah sibuk dengan pekerjaannya. Saras terus saja mengganggunya, entah itu meminta di pijit kakinya, dan masih banyak lagi. Beruntung, Bima termasuk orang yang penyabar, tetapi orang juga mempunyai batas kesabaran. "Sudah ya, aku selesein kerjaan dulu, biar nanti tinggal nemenin kamu tidur," ujar Bima seraya bangkit dari duduknya. Jika terus berada di samping istrinya pekerjaan yang menumpuk tidak akan pernah selesai. "Tapi jangan lama-lama," sahut Saras. "Iya, nggak lama kok." Bima mencolek hidung istrinya. Setelah itu ia beranjak menuju meja kerjanya. Baru saja Bima menjatuhkan bobotnya di kursi, tiba-tiba Saras sudah memangg

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Ngidam Atau Menyiksa

    "Itu suara mama," batin Bima."Kami di ruang makan, Ma." Bima berteriak, setelah itu ia melanjutkan niatnya untuk melihat hasil tes yang baru saja istrinya itu lakukan. Dengan hati berdebar, Bima membuka benda pipih yang di tangannya. "Dua garis, itu artinya Saras hamil. Sayang kamu hamil." Bima menatap wajah ayu istrinya itu. Saras hanya mengangguk, seketika Bima menarik tubuh istrinya dan memeluknya dengan erat. Bahkan Bima juga menghujani Saras dengan kecupan, tak lupa juga ucapan terima kasih. "Terima kasih ya, Sayang. Sebentar lagi kita akan jadi orang tua." Bima mencium kening Saras dengan lembut, setelah itu ia membingkai wajah istrinya, saat hendak mendekatkan bibirnya, tiba-tiba suara ibunya mengagetkan mereka. "Ehem, ehem, mentang-mentang udah sah." Rahma berdehem, mendengar itu reflek Bima melepaskan tangannya lalu menoleh. Sementara Saras menunduk karena malu. "Ish, Mama. Oya, Ma kami punya kejutan." Bima menyerahkan test peck tersebut kepada ibunya. Seketika Rahma men

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Dua Garis Merah

    "Ok, kalau begitu kita langsung datangi Dian dan juga tante Dyah, kita ajak mereka untuk ketemu lalu tunjukkan video ini," ungkap Bima. Ia ingin masalah itu cepat selesai, dengan begitu tidak ada lagi yang menggangu ketentraman mereka nantinya. "Sayang kamu ikut kan?" tanya Bima seraya menoleh ke arah istrinya, sementara itu Saras hanya mengangguk. "Ya sudah langsung sekarang saja atau kapan?" tanya Dody. Ia khawatir akan mengganggu pengantin baru. "Sekarang saja, lebih cepat jauh lebih baik," jawab Bima. Jika dibiarkan terlalu lama nanti mereka keburu membuat rencana lagi. Karena orang seperti Sintia tidak akan tinggal diam jika usahanya belum ada yang berhasil. "Ya sudah, kasihan kalian. Seharusnya lagi asyik mikirin mau honeymoon ke mana, eh ini malah ngurusin masalah," ujar Dody, mendengar itu Bima hanya tersenyum. Jujur, apa yang dikatakan Dody memang ada benarnya juga, itu sebabnya Bima ingin secepatnya masalah yang kini menimpanya segera selesai. Setelah itu mereka bergega

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Dalang dibalik Fitnah

    "Siapa perempuan ini, kenapa tiba-tiba datang ke sini," batin Bima. Ia sama sekali tidak mengenal perempuan yang kini sudah berdiri di hadapannya itu. Apa mungkin itu kerabat istrinya, Saras. Tapi rasanya tidak mungkin, karena karena Saras tidak pernah bercerita apapun. "Siapa kamu, dan ada urusan apa kamu datang ke sini?" tanya Rahma. Ia merasa jika wanita hamil itu tidak beres, karena setahu Rahma, putranya itu tidak pernah melakukan hal di luar batas. "Saya datang ke sini untuk meminta pertanggung jawaban dari anak, Tante." Wanita hamil itu berucap seraya menunjuk ke arah Bima. Seketika pandangan mereka tertuju pada Bima, begitu juga dengan Saras. Bima tetap diam dan bersikap tenang, karena memang apa yang dituduhkan padanya itu tidak benar. Kenal saja tidak, apa lagi sampai berbuat hal di luar batas, itu rasanya tidak mungkin. Bima melirik wanita yang baru saja sah menjadi istrinya, ada rasa khawatir jika sampai Saras termakan omongan yang tidak nyata itu. "Maaf, tapi saya tid

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Kepergian Rayyan

    Satu jam kemudian, kini Saras sudah berada di ruang rawat, saat ini Irma dan Dila yang sedang menemaninya. Sementara Bima dan Roby tengah bersama dengan Rayyan, beruntung kondisi Rayyan sudah stabil, hanya butuh istirahat yang cukup agar segera pulih. "Rayyan terima kasih, aku tidak tahu harus ngomong apa lagi. Kamu sudah menyelamatkan hidup Saras," ucap Bima. Sementara Rayyan hanya mengangguk, ia merasa berguna, walaupun apa yang Rayyan lakukan tidak akan sebanding dengan luka yang pernah ditorehkan kepada Saras. "Tolong jaga Saras," ucap Rayyan dengan suara lemah. Sejujurnya ia ingin melihat Saras untuk yang terakhir kalinya, tapi Rayyan sudah bersumpah. Bahwa ia hanya akan melihat mantan istrinya itu saat menikah dengan Bima nanti. "Mas, apa kamu tidak ingin melihat Saras?" tanya Roby. Walaupun Rayyan pernah berbuat jahat, tapi Roby kini sudah memaafkannya. Begitu juga dengan yang lain, mereka telah memaafkan kesalahan Rayyan. Rayyan menggeleng. "Aku akan melihat Saras saat dia

  • Saat Istri Pertama Datang ke Acara Pesta Bayi Suaminya   Pengorbanan Rayyan

    "Bima, kenapa kamu diam saja." Dyah berjalan menghampiri Bima, ia cukup kesal saat melihat calon tunangan putrinya yang seperti tidak peduli terhadap Sintia. "Kalau Sintia memang tidak bersalah, pasti nanti akan dibebaskan. Jadi, Tante tidak perlu khawatir seperti itu, dan satu lagi. Sintia tidak akan berurusan dengan polisi kalau memang dia tidak bersalah," ungkap Bima. "Apa yang dikatakan Bima itu benar, lebih baik sekarang kita ke kantor polisi saja untuk mengetahui lebih lanjut." Rahma, ibunda Bima menimpali. Tanpa banyak bicara, kini mereka memutuskan untuk ke kantor polisi. "Sintia, apa yang kamu lakukan. Kamu tidak akan pernah berurusan dengan polisi kalau memang tidak membuat ulah." Bima membatin, kini mereka sudah dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Entah kenapa perasaan Bima biasa saja saat melihat Sintia ditangkap polisi. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih, kini mereka tiba di kantor polisi. Bahkan kini mereka sudah berada di dalam, polisi sedang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status