“Tolong jangan seperti itu, Tante. Aku tidak ingin membuat rumah tanggaku hancur.”
Tante Atika tertawa pilu. “Tidak ingin membuat rumah tanggamu hancur? Rumah tanggamu sudah hancur, Aryo! Kamu sendiri yang melakukannya.”Kulihat Tante Atika kembali menghela nafas. “Tante saja yang tidak ada di posisi Amina sesakit ini, apa kabarnya dengan Amina yang merasakannya langsung. Ketulusan dan pengabdiannya padamu kau bayar dengan pengkhianatan! Tante tidak tahu lagi harus bicara apa padamu, Tante malu, Tante kecewa! Bagaimana Tante mempertanggung jawabkan ini pada ibumu?”Tak mampu membalas kata-kata Tante Atika karena semuanya memang benar, tangan mengepal kuat. Aku marah, benci pada diriku sendiri. Kenapa aku tidak berpikir sejauh itu. Memang Amina tidak terlihat menangis saat aku datang membawa Sarah, kupikir dia mau menerimanya.Apa benar Amina sangat tersakiti karena pernikahan keduaku ini?Semua pertanyaan berkecamuk di dalam benakku. Aku bahkan tidak bisa membaca sorot mata atau menebak perasaan istriku sendiri. Saat Sarah pertama datang pun Amina masih terlihat biasa meski sikapnya agak dingin namun aku tidak mempermasalahkan mungkin karena dia belum menyesuaikan diri saja.“Aku harus bagaimana, Tante?” Suaraku terdengar pelan tapi Tante Atika sudah pasti mendengarnya.“Bagaimana kau bilang? Cari sendiri solusinya, kau yang membuat masalah ini. Seharusnya kau juga tahu resiko apa yang akan didapatkan? Apa kau tidak berpikir jauh, Aryo? Untuk apa otakmu yang cerdas itu kau pakai? Untuk menyakiti istrimu? Untuk mencari alasan logis agar kau bisa mendua!”“Tante tolong jangan pojokan aku seperti ini. A-”Suara salam terdengar dari luar, itu suara Amina. Tante Atika dengan cepat menghampiri Amina dan memeluknya dengan erat, tangisnya pecah lagi tapi ekspresi Amina terlihat heran.“Ami ....”“Tante kenapa?” tanya Amina.“Tidurkan dulu Rifany baru kita bicara,” ucap Tante Atika lalu mengusap bekas air matanya.Amina mengangguk lalu masuk ke dalam kamar yang belakangan ini ditempatinya dan kedua anak kami.“Tante, jangan berikan pengaruh apapun pada Amina. Aku tidak ingin berpisah dengannya, aku tidak ingin kehilangan Amina.” Aku terus memohon pada Tante Atika namun tidak ada sahutan sama sekali sampai Amina kembali keluar dari kamar.“Refal mana?”“Masih di sekolah, Tante. Tadinya aku pulang untuk membawa dompet yang tertinggal tapi ternyata Tante ada di sini, kenapa Tante tidak bilang akan datang? Aku bahkan tidak menyiapkan apa-apa.”Tante Atika meraih tangan Amina dan menggenggamnya.”Jangan tahan luka yang kamu rasakan, Ami. Kalau memang tidak kuat, lepaskan. Jangan bertahan hanya karena kamu melihat anak-anak, Tante tidak ingin kamu menyiksa dirimu sendiri.”Tidak seperti Tante Atika yang menangis sesegukan, Amina malah tersenyum. “Apa yang harus aku lepaskan kalau tidak ada yang kugenggam?”Deg!Perkataannya itu membuat jantungku berdenyut nyeri.“Ka–mu, tidak tahu Aryo menikah lagi?” tanya Tante Atika kebingungan.“Aku tahu. Itu kenapa aku mempertanyakan pada Tante, apa yang harus kulepaskan kalau tidak ada yang kugenggam. Aku di sini bukan untuk Mas Aryo tapi untuk anak-anak dan Asti. Jika Sarah sudah terbiasa mengurus rumah dan juga Asti maka aku akan pergi. A-”“Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah, kamu akan tetap di sini bersama anak-anak.”Senyum tipis tersungging di bibir Amina. “Aku tidak akan memaksamu untuk memilih, aku pernah merasakan bagaimana sakitnya saat kebahagiaanku dirusak. Maka ... aku tidak akan merusak kebahagiaan orang lain. Mungkin memang jodoh kita sampai di sini, Mas.”Kata-katanya berhasil menghunus ke dalam jantungku. Perkataannya itu seperti sindiran yang memang ditujukannya padaku, ya aku memang yang sudah merusak kebahagiaannya, kebahagian kami. Tubuhku merosot berlutut di depan Amina, tanganku melingkar memeluk kakinya. Meski dia mencoba melepaskan aku semakin erat memeluknya.Apa sesakit itu luka yang ku torehkan sampai kau bahkan seperti mati rasa? Aku tidak ingin melepaskanmu, kau sangat berharga. Maafkan aku yang terpukau hanya karena fisik. Sulit rasanya untuk mengungkapkan semua itu langsung pada Amina.“Jangan lakukan itu, Amina. Aku minta maaf, aku bod*h karena tidak memperdulikan perasaanmu.”“Jangan membuang waktumu di sini, Amina. Sampai kapanpun istri baru Aryo tidak akan pernah bisa mengurus Asti setulus dirimu.”Tante Atika malah mempengaruhi Amina untuk segera meninggalkanku.“Kita belum tahu karena belum melihatnya, Tante. Aku tidak akan tenang meninggalkan Asti jika tidak ada yang merawatnya di sini. Jika memang Sarah tidak bisa, maka aku minta izin pada Mas Aryo agar Asti ikut bersamaku.”“Cukup, Amina! Jangan bicara omong kosong, aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, aku tidak akan pernah menceraikanmu!” Suaraku meninggi karena Amina terus bicara seperti itu.Begitu mulianya hatimu sampai saat kau tersakiti saja kau masih memikirkan orang lain. Terbuat dari apa hatimu Amina? Bisakah kuputar kembali waktu?“Lalu, kamu akan menceraikan Sarah? Tidak mungkin bukan, aku sudah menduganya.”“A–ku akan melakukannya!” Entah kenapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.Amina malah tertawa. “Anakku perempuan, Mas. Aku tidak ingin anakku nantinya dipermainkan seperti ini oleh laki-laki. Biarlah aku yang mengalah, kamu juga sekarang sudah mendapatkan istri idaman yang cantik dan enak dipandang dan tidak akan membuat malu saat dibawa kondangan. Aku sudah tidak dibutuhkan di sini, aku memiliki harga diri, Mas. Kalau sudah tidak dibutuhkan untuk apa aku masih di sini? Benar bukan? Aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu dan Sarah.”“Aku bilang tidak. Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkanmu pergi, Amina!”“Apa perlu aku meminta bantuan pada ayah?”“A–yah.”“Iya, mungkin jika ayah yang bicara denganmu, kamu akan mendengarkannya.”Tubuhku menegang, jika Amina bicara pada ayahnya itu sama saja dia mengundang maut. Bisa saja ini hari terakhirku untuk hidup.Bersambung ….Brak! Brak! Brak!“Mas, buka pintunya! Cukup drama yang kamu lakukan ini, jangan membela diri di depan mereka. Kamu tidak salah dengan menikah lagi!” Suara teriakan Sarah membuat suasana malah menjadi memanas.Rasanya aku ingin membungkam mulutnya itu. Tidak lama tangis Rifany terdengar, Amina buru-buru masuk ke dalam kamar untuk menenangkannya. Suara Sarah melengking hingga membuat putriku terbangun.“Tante tidak akan mengambil posisi untuk melindungi kamu dari ayahnya Amina. Apapun yang akan Pak Surya lakukan padamu nanti, kamu harus menanggungnya.”Sungguh, rasanya tidak bisa membayangkan jika nanti ayah mertuaku datang dan tahu semua yang terjadi. Aku sudah menyakiti anak kesayangannya, orang tua manapun jelas akan marah dan tidak terima anaknya disakiti. Aku pun begitu, aku tidak akan terima jika anak-anakku ada yang menyakiti. Tapi kenapa aku malah menyakiti ibu dari anak-anakku.Aku langsung mendongak melihat Amina yang keluar dari kamar sambil menggendong Rifany. Sepertinya ia
"Apa maksud Tante Atika ini? Apa jangan-jangan Amina terpengaruh dengan ucapan Tante Atika?"Semua pertanyaan itu berkecamuk di dalam benakku. Rasanya aku tidak bisa membayangkan jika Amina benar-benar pergi, aku membutuhkan Amina.Aku akui, Amina itu lebih matang dalam segala hal termasuk urusan rumah tangga, selalu telaten dalam mengurus keuangan. Jelas saja karena Amina seorang sarjana, berpendidikan dan cerdas. Setelah menikah dan memiliki anak aku memintanya untuk fokus menjadi ibu rumah tangga, dia sama sekali tidak membantah.Lebih baik cari mereka di rumah Tante Atika, berharap ada di sana. Meski jarak lumayan jauh tidak masalah, yang terpenting aku bisa membawa Amina pulang.Sepanjang jalan terus mencoba menghubungi Amina tapi tidak bisa, teleponnya aktif tapi tidak diangkat. Perasaanku semakin tidak karuan."Bang Aryo cari Mama ya?" tanya Melly, anak bungsu Tante Atika."Iya. Ada di dalam 'kan? Amina dan anak-anak Bang Aryo juga di dalam?"Melly menggelengkan kepalanya. "Tid
POV AuthorAmina datang dengan wajah pucatnya, ia tadi pingsan di sekolah Refal saat akan pulang. Kelelahan tubuh dan juga faktor pikiran sepertinya menjadi pengaruh besar. Bu Atika langsung membawanya ke rumah sakit karena khawatir. Bu Atika berpikir jika Amina bersedia ikut dengannya namun ternyata tidak. Amina memutuskan untuk pulang, padahal tadi Bu Atika sudah mengatakan pada Aryo jika Amina tidak akan pulang.Sampai di rumah, mereka dikejutkan dengan suara ribut-ribut. Refal bahkan langsung berlari mencari sang ayah yang sudah terkapar dengan luka di wajahnya dan juga lebam di tubuh."Ayah. Ayah kenapa?" Anak itu menangis melihat ayahnya terluka dan tak sadarkan diri. Amina pun terpaku apalagi melihat keluarganya semua ada di sini. Ia bahkan tidak tahu mereka akan datang. Sang ibu langsung menghampiri Amina dan memeluknya dengan erat.Ibu mana yang tidak teriris hatinya melihat putri yang dibesarkannya penuh kasih sayang malah dihancurkan oleh lelaki yang bergelar suami."Sayan
POV AryoSekujur tubuhku rasanya remuk, kepalaku masih pusing. Untuk bergerak saja sakitnya sampai menusuk tulang, ini benar-benar sakit. Baru kali ini aku merasakan dihajar habis-habisan seperti ini.“Mas ....”Sepertinya ini mimpi. Suara Amina mengalun lembut di telingaku, yang kuingat hanya tadi ayah mertua dan juga kakak iparku menghajarku habis-habisan dan ... mendengar Refal memanggil.Mataku sontak terbuka. Menangkap wajah Amina yang duduk di dekatku yang masih berbaring.“Pelan-pelan, Mas.” Amina membantuku untuk duduk.“Ba–gaimana?” Leherku seperti tercekat, keberanianku hilang untuk menanyakan soal keluarga Amina yang tadi datang.Aku yakin semua itu bukan mimpi karena tubuh dan wajahku saja rasanya sangat sakit.“Makan dulu, setelah itu minum obat untuk meredakan rasa sakitnya.”Hatiku berdesir dengan perlakuannya, kenapa dia masih sebaik ini setelah apa yang sudah kulakukan. Rasa bersalah malah semakin menggerogoti hatiku.“Ayo, kenapa melamun?”Suara Amina mengejutkanku.
Bab 7POV AryoDi hari pertama ini, bahkan dari kemarin malam aku sudah bisa melihat perubahan Amina. Dia sama persis seperti dulu saat kami awal menikah. Dia bahkan menyiapkan sarapan seperti biasanya dan merawatku dengan baik tapi tetap saja ada yang mengganjal di dalam hati mengenai mertua dan juga iparku.“Mas, jangan sering melamun begitu. Pamali!” tegurnya.“Aku tidak melamun, aku hanya senang melihatmu seperti dulu,” jawabku.“Aku pun senang bisa berduaan lagi seperti ini denganmu.” Senyumnya tidak berubah meski bisa terlihat kerutan halus di bawah matanya saat bibirnya tertarik membentuk senyum.Perkataan Amina berhasil menyentilku, memang semenjak ada Sarah, aku hampir tidak pernah meluangkan waktu untuk Amina hanya ada waktu untuk bermain dengan anak-anak itu pun tidak lama.Padahal aku sendiri yang mengatakan akan adil tapi ternyata aku belum bisa adil. Bagaimanapun harus belajar adil agar bisa hidup rukun dengan kedua istriku. Tidak bisa jika harus melepas salah satunya, A
Saat Istriku Tak Lagi PeduliBab 8POV AminaIstrimu ini buka tidak bisa cantik, Mas. Hanya peranmu yang kurang, aku bahkan tidak menuntut karena tahu bagaimana beban pekerjaanmu yang menumpuk apalagi dengan kondisi usaha yang sedang tidak stabil bahkan bisa dibilang berada di ujung tanduk.Bukan aku bicara buruk, tapi memang benar adanya jika beda istri beda rezeki. Setelah kamu memutuskan menikah lagi malah usahamu menjadi merosot, mungkin memang rezeki Sarah menemanimu lagi dari bawah seperti apa yang pernah kulakukan dulu. Sarah tidak akan bisa menikmati harta Mas Aryo karena memang jika diperkirakan saat usahanya benar-benar ditutup, Mas Aryo akan menutupi kerugian dengan uang pribadinya. Aku bahkan sudah memperhitungkan itu semua. Di sini aku bicara logika bukan mendoakan usahanya bangkrut. Mungkin jika fokusnya pekerjaan dari awal, bisa saja ini tidak terjadi. Tapi apa gunanya berandai-andai, semua tidak akan bisa berubah seperti sebelumnya. Cermin retak bisa direkat galah pat
Saat Istriku Tak Lagi PeduliBab 9POV AryoRasanya tidak tega pergi meninggalkan Amina sendirian di rumah. Entah apa yang terjadi padaku saat ini, untuk berjauhan dengan Amina saja enggan tidak seperti sebelumnya selalu menghindar bahkan lebih memilih lama berada di tempat kerja daripada di rumah karena tidak ingin melihat Amina.Memang kini Amina terlihat berbeda, apa iya karena memang dia tidak ada waktu untuk mengurus diri sendiri?Sepertinya untuk merias wajah dan berpenampilan seperti tadi tidak akan menguras waktunya. Dia bisa melakukan saat aku belum bangun dan juga sepulang kerja agar berangkat pun aku senang dan pulang rasa lelahku langsung hiang.Bukannya disuguhi dengan penampilan dekil dan bau ompol. Rasanya lelahku semakin bertambah dan aku tidak berselera untuk menyentuhnya. Berharap Amina tidak akan lagi berpenampilan seperti itu, ingin rasanya dia terus tampil cantik dan wangi agar aku bisa betah berada di rumah."Pak, saat istirahat jam makan siang anda bisa bicara p
Saat Istriku Tak Lagi PeduliBab 10POV Author“Tadi pagi kita masih baik-baik saja, sayang. Kenapa … kenapa kamu malah bicara cerai? A–pa aku membuat kesalahan?”Senyum Amina tersungging, ia menggelengkan kepalanya membuat Aryo semakin heran.“Keputusanku memang tepat. Kamu bahkan masih belum menyadari kesalahanmu sendiri, Mas.”“Kesalahan yang mana? Bicara yang jelas, apa yang sudah aku lakukan?” Amina terdiam sejenak. “Apa mengkhianatiku itu bukan sebuah kesalahan?”Aryo menghela nafas berat. “Bukankah kita sudah tidak lagi mempermasalahkan itu? Kamu sudah menerima Sarah bukan? Siapa yang sudah mempengaruhi kamu hingga berpikir untuk berpisah dariku? Dengarkan aku baik-baik, sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu! Seminggu ini juga kamu sudah berubah, hubungan kita baik-baik saja, tidak akan ada kata pisah diantara kita."“Jangan egois, Mas! Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri, kebahagiaanmu sendiri. Dengan apa yang kamu lakukan ini, tidak hanya aku yang menjadi korban. Deng