Share

5. Rencana Perjodohan

"Jadi, begitulah kisahnya. Nalan berpacaran dengan Kinan sejak duduk di bangku menengah pertama. Tepat 5 tahun gadisnya itu mengalami tragedi mengenaskan dan penyesalan mendalam hingga kini, meski cukup lama ia membuka hati kepada Serra, tapi hatinya tetap pada Kinan. Itulah Nalan sangat sulit untuk membuka hati, mau hubungan itu lama atau singkat, ia tetap keras kepala," terang Marco panjang kali lebar dengan wajah sendu.

"Apa kak Nami tahu tentang Kinan?" tanya Mayra getir.

"Tahu, hanya saja ia tak mengingat lagi. Selama ini kesedihan Nalan tertutupi dengan hadirnya Serra, ia memang keras kepala. Sejujurnya, Mayra berhentilah menyakiti dirimu sendiri. Jangan mengejar Nalan apalagi sangat kecil kemungkinan membuka hati. Menyerahlah, lupakan dia dan temukan pria yang bisa menghargaimu."

"Sulit, sungguh. Aku juga ingin melupakan dia, tapi cinta sejak kecil tidak bisa kubuang," isak Mayra sejak tadi menahan tangis kini pecah di depan Marco.

Marco sangat kasihan pada gadis yang berada di depannya, malang sekali nasibnya. ia juga ingin membantu melepaskan perasaan pada Nalan. Namun, ia tak tahu harus bagaimana?

"Maaf! Jika ucapanku menyakitimu. Aku hanya ingin kau bahagia, sejak kau anak-anak aku sudah menganggapmu adik."

"Tidak! Aku tidak menyalahkanmu atas semua ini. Aku yang salah, terlalu berharap pada Nalan," kata Mayra sambil bangkit dari kursi membuat Marco terkejut dan pergi. Ia terus memanggilnya, tapi tak dihiraukan.

Air mata tak mampu dibendung, Mayra meninggalkan tempat itu tanpa mengucapkan apapun, ia berlari meninggalkan cafe. Hanya ingin pergi sejauh mungkin untuk menangis.

"Apa dengan pergi aku bisa melupakannya? Apa aku harus menyerah?" tanyanya dalam hati sambil terus berlari tanpa henti. Tak dirasakan lagi lelah, hatinya lebih sakit ketimbang kaki yang terus berlari.

Di rumah Nami....

"Pi, aku merasa Nalan menyembunyikan sesuatu," ucap Nami curiga.

"Apa?" tanya Atras bingung.

"Nalan pasti terjerat sesuatu, mana mungkin sih dengan alasan persaingan sampai tertembak," sengit Nami kesal.

"Aku juga berpikir sama denganmu, terus apa langkahmu selanjutnya?"

"Aku ingin menjodohkan Nalan dengan Mayra."

"Apa? Tapi Nalan kan ngga cinta sama Mayra."

"Persetan dengan cinta, kalau Mayra bisa membuat pengaruh baik pada Nalan, kenapa tidak?"

"Apa Nalan mau?"

"Tidak perlu minta persetujuannya, aku sudah bosan menasehati dia yang keras kepala, mending aku bertindak sesuka hati."

"Tapi sayang, Nalan sudah dewasa. Jangan paksa dia seperti ini."

"Kalau tidak dipaksa dia akan terus dalam kesedihan mengingat Serra dan bergaul salah, aku yakin Nalan pasti sudah salah langkah."

"Baiklah, keputusanmu tidak bisa digugat, lalu apa kamu memikirkan nasib Mayra setelah menikah dengan Nalan?"

"Maksudnya?" tanya Nami balik.

"Kamu tahu sendiri bagaimana sikap Nalan terhadap Mayra selama ini? Jika dipaksakan gadis itu yang akan sengsara." 

Nami memandang suaminya sejenak lalu mencerna kata-kata Atras, memang benar ucapan dia. Tidak terpikirkan dengan keegoisan akan membuat Mayra menderita.

"Kita bicarakan ini pada Mayra dulu, mungkin saja dengan kegigihannya dia bisa membuat Nalan perlahan jatuh cinta setelah menikah. Ya, itupun kalau dia masih mau berjuang."

Mayra pulang dengan wajah sembab dan murung mereka semua berbalik ke gagang yang berbunyi, saat ia membuka pintu sedikit terkejut melihat Nami dan Atras yang sedang berbicara pada ibu dan kakaknya. Wajah Seon teramat kesal, ia bingung dengan kemarahannya.

Ada apa ini?" tanya Mayra bingung, ia pun melangkah perlahan ke arah orang-orang yang terlihat sangat serius.

"Aku tetap tidak akan setuju, Nami," tolak Seon bersih keras.

"Tolak apa? Kalian bicara apa?" Mayra bertanya kembali. 

Nami pun bertanya, "Mayra, maukah kamu menikah dengan Nalan?"

Mayra melotot tak percaya dengan pertanyaan Nami, baru tadi ia berpikir ingin pergi. Tapi kenapa Nami bertanya seperti itu? Apa Nalan yang menyuruhnya untuk mewakali?

"May, kamu jangan mau menikah dengannya. Meski kakak dan Nami bersahabat lama, tapi kakak tidak akan memasukkanmu kelubang buaya," sindir Seon menatap tajam Nami.

Nami menghela nafas perlahan lalu berujar, "Aku hanya berpikir Nalan akan berubah jika ia bersama Mayra, karena saya yakin dia bisa membawa kearah lebih baik lagi."

Mayra diam mematung, lalu menunduk sejenak berpikir untuk memberi jawaban pada kakak beranak 1 itu. 

"Apa harus kujawab "ya" saja?" tanyanya dalam hati.

"Mayra, meski kamu cinta sama Nalan jangan berharap bahwa dia akan berubah melalui kamu," ucap Amara menasehati putri kesangannya.

Mayra menggigit bibir bawahnya, kebingungan berkata. Dilubuk hati terdalam ia ingin menyetujuinya, karena sejak kecil ia memimpikan menikah dengan Nalan. Disatu sisi kakak dan ibunya tidak setuju.

Sembari menutup mata dan membukanya lagi, ia pun berkata, "Maafkan Mayra mah, kak. Mayra menyetujui lamaran ini."

Seon dan Amarah melototkan mata secara bersamaan, mereka tak percaya dengan keputusan Mayra.

Entah bagaimana ucapan itu keluar dari bibirnya tanpa berpikir panjang, kini pikiran itu berubah dengan cepat dan percaya diri jika Nalan akan berubah ketika mereka menjadi sepasang suami istri.

"Mayra, apa kamu sadar?" gertak Amarah dengan penuh marah.

"Kamu mau menderita?" sambung lagi Amarah.

"Aku sadar dan pasti suatu saat Nalan akan berubah," jawab Mayra santai.

"Kamu terlalu bermimpi," sanggah Seon kecewa.

"Nami, apa kamu pikir Nalan akan mau menerima perjodohan ini?" tanya Seon.

"Aku pastikan," jawab Nami ragu.

"Kamu saja ragu, bagaimana bisa meyakinkan kami bahwa adikku akan bahagia?"

"Seon, percayalah pada Nami," pinta Atras.

"Bagaimana kami bisa percaya? Sementara sikap Nalan sangat terlihat di depan kami, dia tidak menyukai putriku," cerca Amara sinis.

"Mah, kak. Percayalah padaku dan mereka. Nalan pasti bisa aku buat berubah," ucap Mayra penuh keyakinan.

"Heh! Mayra kalau bucin itu tidak perlu memilih menderita," sergah Seon melirik Nami yang terlihat santai.

"Kamu cantik dan berpendidikan bagus dari oxford, jangan bodoh ketika jatuh cinta," cerca lagi Amarah penuh penekanan.

Ia heran dengan keputusan putrinya yang sangat ditentang, Mayra memang gadis keras kepala tapi lembut. Sungguh, kekecewaan kin melanda mereka berdua.

"Maaf! Aku akan menyetujui ini, permisi," ujar Mayra lalu pergi meninggalkan mereka semua.

"Dengarkan aku, Nami. Jika kutahu adikku menderita setelah menikah, aku akan buat perhitungan pada Nalan dan meski kita adalah sahabat masa kecil aku tidak akan tinggal diam ketika adikku disakiti," ancam Seon. Nami tetap santai, ia sangat tahu sifat lelaki ini.

"Tenanglah, Seon. Aku dan Nami pasti tidak akan tinggal diam juga," tutur Atras meyakinkan.

"Kuharap kau menepatinya."

Merekapun pulang dari rumah Mayra.

Mayra sangat senang, tapi disatu sisi ia juga cemas jika Nalan kekeh menolaknya.

"Jika Nalan menolaknya, aku akan pergi sejauh mungkin," gumamnya.

To Be Continue...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status