Share

Sadena
Sadena
Author: Asterona

Prolog

"Bundaaaa, Dasi Dava hilanggg!" 

Lengkingan itu berasal dari kamar sebelah, dan tentunya sangat mengganggu konsentrasi seorang cowok tampan yang sedang mencoba memasang dasi di lehernya. Cowok berseragam SMA itu berdecak, muak dengan suasana paginya yang selalu di penuhi teriakan cempreng nan unfaedah milik Sadava, kembarannya. 

Sadena menghela napas, ia memilih menarik dasi yang terpasang awut-awutan itu hingga terlepas. Membuat bagian kerah seragamnya tidak terlipat dengan benar. 

Kemudian cowok itu berjalan keluar kamar, menuruni tangga lalu sampai di ruang tengah, cowok itu menghampiri bundanya yang tengah memasangkan dasi untuk ayahnya.

"Bun, pasangin dasi." Sadena berucap kalem, datar, dan tanpa ekspresi. Kebiasaan cowok itu jika berbicara kepada siapa saja, termasuk pada orang yang lebih tua. 

Mery—wanita yang dipanggil 'Bunda' itu melirik sekilas putranya. "Bentar ya sayang, bunda masangin dasi papa dulu."

"Ya," sahut Sadena singkat. Ia lalu terdiam, memperhatikan langkah demi langkah pergerakan tangan Mery membentuk dasi itu secara sempurna di leher ayahnya. Sudah sering Sadena menurutinya, tapi kenapa hasilnya selalu hancur? Kadang salah lipat sinilah situlah. Sadena pusing. 

"Nah sudah selesai." Mery berucap usai dasi berwarna biru itu terpasang sempurna di balik kerah kemeja Dian--suaminya. Aldevan tersenyum. Mery beralih menatap Sadena. "Sini dasi kamu." 

Sadena mengangguk. Belum juga mengulurkan dasinya, tiba-tiba Sadava datang dari arah tangga dengan setengah berlari.

"Udah ketemu, Bun. Pasangin hayuk!" pinta Sadava, tanpa tahu kalau ekspresi Sadena telah berubah masam. 

Mery yang sadar perubahan raut Sadena seketika dilema, dia mulai bingung pada situasi ini. Dia khawatir jika salah satu di antara mereka nanti saling iri dan menganggapnya pilih kasih. Padahal Mery selalu berusaha memberikan kasih sayang yang sama rata untuk kedua putra kembarnya.

Namun beberapa detik kemudian Sadava menyela, "Dava duluan, Ma. Dava adek, Dena abang, jadi, abang harus ngalah." 

"Okedeh, adeknya duluan ya, bang," sahut Mery tersenyum pada Sadena. Cowok itu hanya mengangguk.

Tapi siapa yang tahu, jauh dalam lubuk hatinya Sadena menyimpan rasa sakit yang luar biasa, yaitu selalu dinomorduakan dengan saudara kembarnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status