Share

Bab 6

Penulis: Eudora
Efisiensi kerja pengacara Nindy sangat cepat, draf perjanjian cerai sudah jadi keesokan harinya.

Nindy hanya membaca sekilas dan merasa puas. Dia dan Peter tidak punya banyak aset bersama. Satu-satunya properti adalah apartemen luas yang dibeli Peter sebelum menikah. Namun untuk renovasi, dari desain, pengerjaan interior, hingga dekorasi, semuanya ditangani Nindy.

Uang yang dia keluarkan tidak kalah besar dari harga rumah itu sendiri. Itu bukan sekadar rumah, melainkan sarang cinta tempat dia menaruh seluruh impian. Setiap sudut dipenuhi harapannya untuk kehidupan pernikahan mereka. Termasuk kamar bayi yang sudah dia siapkan sejak lama. Itu adalah mahakarya yang paling dia banggakan seumur hidup.

Namun sekarang, saat menatap semuanya, dia hanya merasa geli dan pahit.

Tak mau lagi terjebak dalam kenangan, Nindy memutuskan mengakhiri masa cuti dan kembali bekerja, sekaligus menyiapkan surat pengunduran diri. Dia ingin berhenti dari pekerjaannya di kota asing ini, lalu pulang ke sisi kedua orang tuanya.

Begitu mobilnya berhenti di depan kantor, Nindy langsung melihat dua sosok yang paling tidak ingin dia jumpai. Peter berdiri dengan wajah penuh kekecewaan, sementara Sofie berdiri di belakangnya dengan mata berkaca-kaca.

"Nindy, aku harap kamu bisa meminta maaf dengan tulus sama Sofie. Aku yakin, kata-kata kejam itu bukan sungguh-sungguh keluar dari hatimu."

Peter datang bukan hanya untuk menuntut permintaan maaf, tapi juga ingin membicarakan soal permintaan terakhir Bonita agar Nindy mengerti mengapa dia harus menikahi Sofie.

Menatap mata Peter yang penuh tuduhan, Nindy malah tersenyum tipis dan merasa semuanya lucu. "Aku bicara apa memangnya? Apa yang sampai membuat Profesor Peter repot-repot jauh-jauh datang ke sini menemuiku?"

"Kamu masih mau menyangkal? Sofie, keluarkan ponselnya."

Sofie menggigit bibir, wajahnya penuh kepura-puraan. Dia menggeleng pelan, lalu tiba-tiba berjalan mendekat dan meraih erat lengan Nindy.

"Kak Nindy, kamu mau marah-marah ke aku, maki-maki aku, terserah. Aku nggak peduli. Tapi ibuku ... ibuku sudah nggak lama lagi. Keinginannya cuma satu, dia mau melihat aku menikah dengan Peter sebelum meninggal ...."

"Tunggu sebentar." Nindy menepis kasar tangan Sofie dan memotong ucapannya, "Memangnya aku maki kamu apa? Ngomong yang jelas."

"Aku ...." Wajah Sofie seketika pucat, tubuhnya gemetar bagaikan kelinci kecil yang ketakutan. Dia buru-buru bersembunyi di belakang Peter.

Melihat Sofie seperti itu, Peter langsung merasa Nindy telah bersalah. Dia maju selangkah untuk melindungi Sofie di belakangnya.

"Nindy, kamu benar-benar sudah keterlaluan! Sofie masih berusaha menjaga harga dirimu, apa lagi yang kamu inginkan? Kamu tega mengutuk ibunya supaya cepat mati, memaki dia sebagai wanita hina dan pelakor. Nindy, apa belasan tahun pendidikanmu itu sia-sia? Orang tuamu mengajarimu jadi seperti ini?"

Plaaak!

Tamparan keras mendarat di wajah Peter. Nindy mengerahkan seluruh tenaganya.

Peter terbelalak. Dia sama sekali tidak menyangka Nindy akan memukulnya. Matanya penuh keterkejutan. "Kamu berani mukul aku?"

"Iya." Nindy tersenyum dingin. "Sakit, ya?"

"Lalu kenapa? Ya, aku yang bilang dia itu wanita hina, aku yang bilang dia pelakor. Aku juga memang berharap ibunya cepat mati. Memangnya kenapa? Itu bukan ibuku, nggak ada hubungannya denganku sedikit pun."

"Tadi dia bahkan minta aku merestui kalian. Nggak masalah, ayo. Ke kantor catatan sipil saja, aku punya waktu kapan pun."

Tanpa memberi Peter satu pun tatapan lagi, Nindy langsung berbalik dan pergi dengan langkah mantap.

Peter hanya bisa terpaku menatap punggung ramping itu yang semakin jauh. Entah kenapa, hatinya dilanda kepanikan. Kenapa wajah Nindy terlihat begitu dingin dan tak acuh?

Kenapa ketika mendengar kabar dia akan menikahi Sofie, Nindy bisa setenang itu, bahkan menyetujuinya tanpa perlawanan? Apakah ini masih wanita yang dulu selalu manja padanya, selalu tersenyum hanya untuknya?

Sofie mendekat dan mengelus lembut pipi Peter dengan penuh kepura-puraan. "Peter, Kak Nindy cuma terlalu mencintaimu. Pasti dia nggak sengaja menamparmu. Kata-kata yang dia ucapkan juga pasti hanya karena marah."

"Nanti kalau suasana sudah reda, biar aku sendiri yang menemui Kak Nindy. Aku akan menjelaskandan meminta maaf padanya. Kalian pasti bisa kembali seperti dulu."

Suaranya lembut, hangat, dan menenangkan. Kata-katanya membuat suasana hati Peter yang tegang, berangsur-angsur kembali tenang. Dia pun mengangguk percaya. Dalam hatinya, Peter yakin, bagaimanapun juga, Nindy tidak mungkin benar-benar menceraikannya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sahabat Masa Kecil Suamiku Adalah Pelakor   Bab 28

    Roman teringat pada musim panas yang terik itu saat Nindy memberinya sebutir permen dan selembar plester."Jadi, kita sebenarnya sudah saling kenal sejak lama.""Benar." Roman mengangguk. "Sudah sejak lama. Hanya saja aku kurang beruntung. Sekali saja terlewat, hampir saja seumur hidup terlewat juga.""Maksudmu apa?" Air mata Nindy jatuh tanpa henti. Dia mengira hatinya yang sudah mati, tetapi ternyata sekali lagi mulai berdegup."Nanti aku ceritakan pelan-pelan. Eh? Kok kamu nangis lagi? Jangan nangis. Kalau kamu nangis begini, lukaku ikut sakit." Roman mengulurkan tangan untuk menghapus air mata Nindy.Nindy menepis tangannya. "Kamu 'kan lagi pakai selang pereda nyeri, sakit apanya? Jangan bohong.""Benaran sakit, aku sakit hati.""Sudahlah, kamu mau minum air nggak?""Kapan kamu kasih aku status resmi?""Aku tanya, kamu mau minum nggak?""Mau. Asal yang menuang pacar sendiri, racun pun aku minum.""Siapa pacarmu? Aku belum setuju.""Sudah setuju, waktu kamu ngomong sambil tidur.""K

  • Sahabat Masa Kecil Suamiku Adalah Pelakor   Bab 27

    Saat ayah dan ibu Nindy sampai di rumah sakit, yang mereka lihat adalah Nindy yang tubuhnya penuh darah. Pasangan itu memeriksa beberapa kali, memastikan Nindy tak terluka, baru merasa lega.Namun, wajah orang tua Roman yang datang segera setelahnya terlihat sangat buruk. Meskipun demikian, ibu Roman tetap melangkah ke sisi Nindy, menggenggam erat tangan Nindy. "Kamu pasti ketakutan ya? Jangan khawatir. Roman kuat, cuma luka kecil, nggak apa-apa.""Maaf, Bibi. Dia terluka karena menyelamatkanku. Maaf ...." Emosi Nindy kembali tak terkendali, dia seperti anak yang telah berbuat salah dan tidak berani menatap ibu Roman.Orang-orang di sekitar melihat keadaan Nindy, tahu apa pun yang mereka katakan saat ini tak akan ada gunanya.Waktu berjalan menit demi menit, hingga akhirnya lampu di ruang operasi padam. Saat dokter keluar, Nindy adalah orang pertama yang berlari menghampiri. "Dokter, gimana keadaan Roman?""Nggak apa-apa, nggak kena bagian vital. Lukanya sudah dijahit, sebentar lagi bi

  • Sahabat Masa Kecil Suamiku Adalah Pelakor   Bab 26

    Karena surat keterangan gangguan jiwa Sofie sah, Nindy sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa padanya.Di depan kantor polisi, Peter ingin mengatakan sesuatu kepada Nindy. Namun, Roman berdiri di antara mereka berdua, sama sekali tidak memberi Peter kesempatan."Nindy, aku perlu bicara berdua saja denganmu.""Dia nggak mau bicara denganmu."Roman sudah menahan diri cukup lama. Ada beberapa hal yang hari ini harus dia katakan langsung kepada Peter."Peter, sebenarnya kamu mau apa? Kamu dan Nindy sudah cerai, aku minta kamu jangan ganggu hidupnya lagi. Dan satu lagi, jaga baik-baik orangmu. Surat keterangan gangguan jiwa itu bukanlah kartu bebas hukuman di mataku."Mendengar ini, rasa ingin menang Peter pun terpancing. Dia tersenyum sinis dan menatap Roman."Kenapa memangnya kalau kami cerai? Aku dan Nindy bersama delapan tahun. Semua pengalaman pertamanya adalah milikku. Kamu punya apa?""Pak Roman, kamu pikir aku nggak mengenalmu? Aku sudah lama mengenalmu, tapi aku nggak pernah mengan

  • Sahabat Masa Kecil Suamiku Adalah Pelakor   Bab 25

    Roman benar-benar mengajak Nindy makan malam. Selesai makan, Nindy mengusulkan untuk jalan-jalan di kawasan pertokoan.Dengan segelas teh susu hangat di tangan, Nindy dan Roman berjalan berdampingan di tengah kerumunan orang."Sayang sekali ya, hari ini nggak turun salju. Oh ya, Roman, tahun-tahun sebelumnya pernah turun salju nggak?"Nindy sudah bertahun-tahun tidak merayakan Natal di kampung halamannya. Salju yang dia ingat hanyalah saat masih SMA.Roman sempat tertegun, lalu menggeleng pelan dengan sedikit canggung. "Aku nggak tahu.""Nggak tahu? Kamu nggak tinggal di sini?""Nggak, aku di ibu kota.""Di ibu kota? Untuk kerja?" Nindy hanya bertanya karena penasaran.Saat percakapan sampai di situ, Roman berhenti melangkah. Dia menunduk menatap wajah Nindy yang pipinya memerah karena udara dingin. "Untuk melihatmu.""Tahun lalu waktu Natal, kamu bersama dia di kampus, merayakan bersama mahasiswa asing yang dia bimbing. Dua tahun lalu, dia sepertinya nggak ada di rumah. Kamu ke minima

  • Sahabat Masa Kecil Suamiku Adalah Pelakor   Bab 24

    Nindy sama sekali tidak pernah menyangka dirinya akan mengalami situasi canggung seperti ini. Dia tidak ingin membuat siapa pun malu, tetapi karena sudah terlanjur, dia hanya bisa meneruskan aktingnya."Roman, kamu pulang dulu saja. Profesor Peter mungkin ada urusan sama aku.""Oke, nanti malam aku jemput kamu pulang kerja." Sambil berkata, Roman mengangkat tangannya menyentuh pipi Nindy. Gerakannya terlihat sangat terbiasa. Tingkat keintiman ini terlihat seperti mereka sudah berpacaran sejak lama.Setelah berpamitan dengan Peter sebentar, Roman pun masuk mobil dan pergi.Menunggu mobil Roman melaju cukup jauh, barulah Nindy menatap Peter dengan wajah dingin. "Kamu mau apa lagi? Nggak bisa sama-sama melangkah maju? Kenapa harus datang mengusik hidupku lagi?""Nindy, aku sudah mengundurkan diri. Aku memutuskan untuk bekerja di Kota Saka." Peter tidak tersinggung oleh sikap Nindy, malah tersenyum sambil melangkah maju.Nindy melemparkan bunga di tangannya dengan kesal, bahkan tak mau mel

  • Sahabat Masa Kecil Suamiku Adalah Pelakor   Bab 23

    Nindy mencoba mencari jawaban di kepalanya berulang kali, tetapi tetap tidak bisa mengingat kapan dirinya pernah bertemu Roman.Selain itu, Roman mengakui dirinya diam-diam menyukainya. Itu berarti mereka pernah bertemu sebelumnya.Roman mendengar pertanyaan itu, lalu terkekeh-kekeh. "Mm, pernah.""Di mana? Kapan?" Nindy mendesak."Aku rasa abu muda bagus, kelihatannya elegan. Kamu setuju?"Jelas sekali Roman tidak berniat melanjutkan jawabannya atas pertanyaan Nindy. Karena dia tidak mau bilang, Nindy juga hanya bisa mengurungkan niatnya."Mm, nanti aku kirim gambar rancangan yang sudah direvisi ke ponselmu." Tepat saat itu, ponsel Nindy berdering. Panggilan dari bibi keduanya. Meskipun malas, Nindy tak mungkin mengabaikan begitu saja.Begitu tersambung, di seberang langsung tak sabar menanyakan perkembangan. "Nindy, sudah ketemu orangnya belum? Gimana? Aku kasih tahu ya, Roman itu anaknya baik banget. Orangnya berkarakter, ganteng, bisa cari uang. Kalau kamu nikah sama dia, tinggal t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status