Share

01. Maafkan Aku

Arga baru saja selesai membersihkan tubuhnya, menggunakan piyama tidur berwarna senada dengan wanita yang kini tampak tidur membelakanginya. Pria itu tahu jika Kiara belum tidur.

Ada perasaan bersalah menumpuk dalam hatinya. Iya, dirinya mengaku salah. Dan bodohnya ia justru melimpahkan kesalahannya pada istrinya sendiri. Menitik beratkan permasalahan yang sudah jelas adalah dirinya yang paling bersalah di sini.

"Sayang, kamu marah?" Ujar pria itu setelah ikut berbaring tepat di belakang Kiara. Melingkarkan tangan kanannya di pinggang wanita yang masih terlihat ramping meskipun sudah melahirkan satu orang anak.

Tak ada jawaban apapun dari Kiara, dan hal itu membuat Arga semakin resah saja. Tidak, ia tidak bisa jika harus saling berdiam seperti ini.

"Maafin aku, Ra. Aku terlalu terbawa emosi, aku sungguh lelah hari ini. Maaf," ujar Arga sembari menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Kiara dari belakang. Ia rindu, rindu sekali sebenarnya. Sudah tiga hari ia tak pulang.

Keduanya saling terdiam dalam beberapa saat. Hingga wanita yang tengah marah itupun terdengar berbicara.

"Kenapa lagi wanita itu?" Ujar Kiara terdengar ketus.

"Jangan panggil dia kayak gitu, dia punya nama," balas Arga terdengar tidak suka.

"Terserah!" Sahut Kiara dengan cepat.

Arga yang mendengarnya hanya mampu menghela nafasnya pasrah.

Pria itu pun lalu melepaskan dekapannya, menjadikan salah satu tangannya itu untuk menyangga kepalanya.

"Bianca pingsan lagi, aku harus menemaninya di rumah sakit dan mengurus semuanya," ujar Arga sembari mengusap lengan sang istri yang berbalut kain satin itu.

"Apa dia benar-benar sebatang kara itu sampai Mas Arga yang harus ngurus semuanya bahkan jadi walinya?" Balas Kiara tanpa mau menoleh.

"Kamu udah kayak suaminya aja," celetuknya sekali lagi.

"Dan aku hanya mau jadi suamimu," sahut Arga dengan cepat. Tak setuju dengan ucapan Kiara.

Sebuah decakan terdengar dari bibir Kiara. Lantas wanita itupun mulai membalikkan tubuhnya. Menatap ke arah sang suami yang kini memang terlihat lelah.

"Tapi Mas Arga yang mengurusnya," ucap Kiara sembari mengerucutkan bibirnya. Membuat Arga terkekeh gemas, lalu menarik wanitanya itu untuk lebih dekat dengannya.

"Karena hanya aku yang Bianca punya, sayang. Hanya aku satu-satunya, ia tak punya siapapun selain aku, sahabatnya." Ujar Arga sembari mengusap punggung istrinya itu.

"Ck, berlindung terus dibalik kata sahabat!" Ujar Kiara masih terdengar kesal.

"Jika tanpa Bianca, aku nggak mungkin masih ada di sini, bersamamu saat ini, Ra!" Balas Arga kembali mengingatkan kebaikan apa yang sudah Bianca lakukan padanya.

"Aku tahu, Mas. Tanpa ginjal Bianca kamu tidak akan ada bersama kami. Tapi bisa nggak kamu sesekali lebih perhatian denganku dan Fiola?" Ujar Kiara sembari mendongak, mencurahkan segala isi hatinya yang ia pendam.

"Kami juga membutuhkanmu, bukan hanya dia. We miss you," ujar Kiara terdengar sendu.

"Aku juga merindukan kalian, sayang." Balas Arga mengusap pipi halus itu.

"Lalu? Kenapa kau tak pulang?" Ujar Kiara merajuk.

"Maaf," balas Arga. Sorot matanya pun terlihat menyesal. "Aku tidak tahu jika Bianca akan kambuh lagi, maafkan aku."

Mata Kiara yang awalnya menatap kesal itu kini berubah luruh.

"Minta maaflah pada Fiola. Mas Arga yang berjanji padanya, bukan padaku." Ujar Kiara kembali lagi dengan kesabaran yang tak berbatas wanita itu menerimanya.

Arga mengangguk.

"Iya, besok aku akan minta maaf pada Fiola langsung." Ujarnya sembari tersenyum hangat.

"Tapi kamu harus maafin aku juga, hm. Aku ingin dicium olehmu. Rindu sekali, Mom." Ucap Arga terdengar manja dan memanyunkan bibirnya.

Kiara pun berdecak kecil.

"Kenapa kamu nggak minta cium sama sahabatmu itu?" Sarkas Kiara.

"Jangan sembarangan, Ra. Aku hanya bisa memeluk, mencium dan menyentuhmu saja asal kau tahu," sahut Arga sembari memicingkan matanya.

"Semoga itu bukan hanya sekedar omong kosong," ujar Kiara dengar remeh.

"Ingin bukti?" Sahut Arga sembari menaikkan salah satu sudut alisnya.

"Apa?"

"Jika kamu satu-satunya yang bisa aku cium dan aku sentuh, hm?" Ucap Arga dengan menaikkan salah satu alisnya dan sebuah seringai tipis pun muncul dari bibirnya.

Layaknya mendapat alarm peringatan dalam otaknya. Sontak Kiara pun memundurkan tubuhnya.

"K-katanya kau lelah, Mas. Jadi bisakah kamu cepat tidur aja?" Ucap Kiara setengah terbata. Ah, sepertinya ia salah sudah membangun singa yang tak diberi jatah selama tiga hari itu.

Arga menggeleng, lantas menarik kembali wanita yang satu-satunya ia cintai itu.

"Bermain dua ronde pun aku masih sanggup, sayangku." Bisiknya sebelum memangut mesra labia merah muda milik Kiara. Untuk memulai melewati malam bersama desahan dan erangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status