"Jo, kamu denger gak sih?"Jo tersentak, sesudah Archy memanggil sayang entah mengapa ia jadi berkhayal berciuman dengan istrinya itu. Ia mengerjapkan mata, mengusap wajah penuh rasa bersalah."Aku ngelamun Chy, sori kamu bilang apa?" tanya Jo sambil menatap Archy saksama."Aku nanya gimana rasanya jadi CEO, pantesan aku daritadi cuap-cuap kamu diem aja. Pasti bosen ya ngobrol sama aku?" Archy mendesah pelan. "Aku tidur duluan deh, selamat malam sahabat.""Lagak lu sahabat." Jo mendengus.Archy hanya tersenyum sambil memunggungi Jo dan terlelap. Jo menatap punggung Archy sambil mendesah pelan, seakan jarak berdekatan itu tidak berarti keduanya bisa mudah untuk saling mendekat. Jo harus pasrah dengan jarak diantara keduanya. Jo menutup mata, berharap hari esok perasaan membuncah kala berdekatan dengan Archy menghilang.Perlahan Archy berbalik, tangannya tiba-tiba melingkar di perut Jo dan kepala Archy menelusup ke bawah ketiaknya. Jo menelan saliva, mencoba untuk bersikap tenang meskip
Jo dan Archy menyelesaikan makan paginya. Sementara itu Mas Bulan menunggu sambil menikmati secangkir kopi yang disajikan. Tampak Jo sudah selesai lebih dulu, ia melirik ke arah arlojinya dan menatap Mas Bulan saksama."Mas, saya kayaknya gak akan bisa lebih lama. Jika Mas masih punya pekerjaan yang harus diselesaikan bersama Archy dilanjut saja. Saya duluan." Jo menatap Mas Bulan saksama."Mas tidak akan lama, setelah menyelesaikan semuanya Mas akan segera ke kantor." Mas Bulan berdiri, memandang adik sepupunya itu dengan lembut.Jo melirik ke arah Archy yang tengah menatap Jo. Mereka jadi berpandangan kemudian saling melempar tawa padahal tidak ada yang lucu. Jo mengulurkan tangan, meminta istrinya itu mencium tangannya."Salim dulu sama suami." Jo menaikan dagunya. "Walau gak cinta, lo tetep harus hormat bukan sama suami?"Archy mendengus, ia menggamit tangan Jo kemudian menciumnya. Jo tersenyum, ia menunduk kemudian mencium kening Archy dengan hangat. Tangannya melingkar dan memel
"Tuan, pekerjaan anda sudah selesai untuk hari ini. Untuk jadwal esok akan saya kirimkan melaui email pada Tuan." tutur Asisten Jo yang bernama Bramantyo tersebut sembari membungkukkan badan.Jo menatap layar komputernya kemudian menahan dagu dengan kening berkerut-kerut. Perlahan ia menggeliat, kedua bola matanya menatap Bramantyo saksama."Bram, kamu pernah denger gosip anak-anak divisi Design gak? Gosip apa pun itu." Jo mengkerutkan kening dengan serius. "Jangan bilang gak tahu, kamu ini orang yang paling paham situasi kantor kan?"Bramantyo tampak terkejut dengan pertanyaan Jo, ia kemudian menunduk takut. Pasalnya Bramantyo takut salah bicara."Gosip seperti apa yang ingin Tuan dengar? Bukankah gosip kantor bukanlah hal yang baik?" Bramantyo tampak gugup, terlihat menutupi sesuatu."Halah munafik lo." Jo mendengus sembari menatap Bramantyo dengan tajam. "Katakan padaku, apa mereka menggosipkan soal Archy? Aku penasaran, dan aku harus tahu karena aku suaminya."Bramantyo mendekat k
"Udah jadi nih Jo, kagak usah ngambek." Archy menatap bolu ketan di hadapannya sambil tersenyum. "Kayaknya enak banget, padet."Jo yang sedang membaca buku itu menaruh bukunya. Ia berjalan dan berhenti di hadapan Archy sambil menatap bolu ketan dengan mata berbinar-binar. Jo langsung mengambil pisau dan memotong bolu ketan itu tanpa permisi."Maaf buru-buru udah gak kuat nih." Jo memotong kue itu dengan senyuman bahagia. "Akhirnya ada juga yang perhatian bikinin bolu walau harus disindir keras."Archy mencebik. Lagipula siapa juga yang tahu bila Jo suka bolu ketan? Aneh juga, tapi memang tidak bisa dipungkiri jika bolu ketan itu enak sekali. Jo tampak memegang bolu itu dan melahapnya dengan menggemaskan. Archy jadi tersenyum melihat cara mengunyah Jo yang lucu."Duh lucu banget, berasa lihat berang-berang makan." Archy menepuk tangannya sambil tersenyum. "Enak kan? Enak dong, yang ngadon kan cantik jadi kuenya enak.""Enggak ngaruh kali. Mau secantik Ariana Grande juga kalau enggak bi
(ADEGAN 18+, DIHARAPKAN KEBIJAKAN DALAM MEMBACA)Jo tidak mendengarkan. Ia mencengkram pergelangan tangan Archy sambil menyesap leher Archy. Perlahan lelaki itu mencumbui kembali istrinya dan Archy hampir kehabisan napas. Sepanas ini, bahkan tubuhnya bergejolak merasakan sentuhan Jo yang terus menjalari sanubarinya."I'm your husband, gua berhak ngapa-ngapain lo." Jo berbisik.Archy menahan napas saat suaminya itu menyentuh dadanya. Archy merasakan pipinya memerah, ia tidak tahu bila rasanya secanggung itu. Hatinya menolak tapi tubuhnya tidak, ia malah menyentuh punggung tangan Jo yang sedang sibuk memijat dadanya. Lidah mereka bertautan, Archy bagai tenggelam dalam lautan fantasi yang tidak bisa diungkapkan dalam kata-kata.Tubuh Jo terasa berat tapi hangat, Archy menyukai bagaimana Jo memeluknya, menciuminya dan bagaimana lelaki itu mengeluarkan napasnya yang terasa memburu. Aroma tubuh Jo yang dominan parfum merek Atelier itu telah membuat Archy larut hingga tidak sanggup menolak.
Pagi itu Archy dan Jo duduk berjauhan di meja makan. Keduanya tak saling menyapa padahal itu merupakan hari libur. Tidak ada asisten yang datang saat hari libur karena mereka sudah berjanji akan membagi tugas rumah."Gua bagian nyapu sama ngepel hari ini, lo bebas mau kayang, mau jungkir balik juga gua enggak peduli." Jo mengunyah pisang sambil menatap Archy saksama."Ya." Archy menjawab singkat sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya.Kejadian tadi malam agak mencengangkan. Keduanya benar-benar malu karena sudah berbuat sejauh itu tanpa disangka-sangka. Archy tidak menyangka bila ia akan membuka pakaian di hadapan laki-laki yang menjadi suaminya itu. Walau suami, tetap saja Archy belum siap penuh. Untung Jo mimisan cukup lama tadi malam, mereka berdua batal melakukan hubungan suami-istri."Jutek banget." Jo mendengus. "Malu ya?""Siapa juga yang malu, enggak tuh biasa aja!" Archy ngeles, padahal ia memang malu. Bahkan membahas kembali saja ia tidak mau.Jo tertawa kecil. Setidaknya ia
Archy mengerjapkan mata, ia terbangun setelah tidur kedua dan berhasil melupakan mimpi mesum sebelumnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, ia sudah terpejam selama tujuh jam lamanya pada hari itu.Archy menelisik, ia kemudian memiringkan tubuh ke arah Jo untuk memandang sang suami. Akan tetapi lelaki itu terlihat tidur dengan dahi berkeringat, bibirnya yang pink berubah menjadi pucat. Archy menautkan kedua alis, ada yang aneh dari tidur Jo."Jo? Kamu kenapa hey?" Archy mulai panik.Tangan Archy menyentuh leher Jo dengan punggung tangannya. Ia kemudian memegang kening Jo dan terasa bila suhu tubuh suaminya itu meningkat. Archy buru-buru beranjak dari ranjang, membersihkan diri sebentar kemudian mengambil termometer. Ia mengangkat tangan Jo dan menyelipkan termometer itu di ketiak Jo."Hmm Archy sayang, pusing." Jo merengek layaknya anak kecil. "Mau ciuman.""Heh lagi demam malah minta ciuman!" Archy mengomeli suaminya itu sambil mengambil plester turun panas. "Aku buatin makan ya, teru
Akhirnya Jo diperkenankan pulang ke rumah oleh Dokter. Lelaki itu masih terlihat lesu, akan tetapi berkat obat-obatan yang diberikan Rumah sakit kondisi Jo jauh lebih baik dari sebelumnya. Sepanjang perjalanan pulang, Jo tidak melepaskan genggamannya dari tangan Archy. Bahkan lelaki itu bersandar di pundak Archy hingga gadis tersebut pegal bukan main."Jo, pundak gue sakit banget dah ketiban lo. Bentar gue peregangan dulu." Archy merintih sambil menggerak-gerakkan lehernya setiba di kediaman mereka. "Lo beneran kayak beruang raksasa."Jo menatap Archy sambil menaruh tas yang dibawanya. Perlahan lelaki itu mendekat, menaruh tangannya di pundak Archy. Dengan tenaga seadanya Jo memijat bahu Archy. Archy mendesis, menolehkan sedikit wajahnya pada Jo."Lo pan sakit, enggak usah Jo gak apa-apa." Archy menepis tangan Jo."Kan lo kayak gini karena gue. Udah, terimain aja mumpung gue lagi murah hati." Jo mengulas senyum manis. "Lagian gue mendingan setelah di infus obat-obatan, apalagi lo pega