POV: SYARIF
Secara tak terduga, tiba-tiba hadir seorang gadis yang menarik perhatianku, membuatku jatuh cinta. Namanya Ryana.Pertemuan pertama kami terjadi di sebuah panti asuhan, saat komunitas yang aku ikuti - Komunitas Nuansa - mengadakan acara santunan di sana. Padahal saat itu yang kulihat baru punggungnya! Ia sedang jongkok di dalam mobil, mencari sesuatu di lantai.Saat kusapa dirinya, kepalanya mendongak, menoleh ke arahku, menatapku dengan ekspresi gugup serta malu, membuat hatiku berdesir dengan kuat. Namun sebagai juara pendam-memendam sejati, aku bisa menyembunyikan rasa tertarikku dengan sangat sempurna."Perkenalkan, saya Ryana."[‘Saya Syarif, Kamu cantik banget, deh. Nikah, yuk.’]"Nama saya Syarif, Mbak."Ia tersenyum. Hatiku mabuk kepayang, melayang-layang di udara.Perlu kujelaskan bahwa kejadian di panti asuhan itu adalah pertemuan pertama kami. Namun sebenarnya, aku sudah lama mengenal Ryana, karena kami sama-sama aktif di komunitas Gerakan Islam Lurus (GIL). Dia di kepengurusan pusat, sedangkan aku di cabang Jakarta Utara.Aku jatuh cinta saat pertama kali melihat Ryana, saat dulu dia menjadi pembicara pada sebuah seminar, dan aku menjadi peserta. Namun seperti biasa, aku tidak berani menyapa, tidak berani memperlihatkan tanda-tanda bahwa aku menyukainya.Apalagi status sosialku sangat jauh di bawah Ryana. Dia sering bawa mobil ke sekretariat GIL. Sedangkan aku? Motor aja gak punya! Apa dia mau menikah dengan pria kere seperti aku ini?Aku sangat tahu diri, sadar siapa diriku yang sebenarnya. Sangat tidak pantas berdampingan dengan perempuan sekelas Ryana.Apalagi karena aku adalah pria yang tak pandai mengungkap rasa. Namaku Syarif. Di usia yang hampir 22 tahun ini, sejujurnya aku ingin segera menikah. Tak sabaran, ingin segera merasakan masa-masa berpacaran yang halal dan menenteramkan bersama istri tercinta, menikmati surga duniawi yang tentu sangat menyenangkan."Kamu mau dapat istri yang seperti apa?" ujar Bang Dahlan, salah seorang sahabatku, suatu hari di sore yang cerah."Hm..., gimana ya Bang? Aku sering membayangkan istriku kelak sangatlah cantik seperti Anya Geraldine, pintar memasak dan sexy seperti Chef Marinka, keibuan seperti Chelsea Olivia, cerdas seperti Maudy Ayunda, ramah plus kocak seperti Ria Ricis, dan sholehah seperti Oki Setiana Dewi.""Halah! Penyakit para jomblo!" Bang Dahlan mencibir dan tertawa mengejekku. "Mendaratlah di bumi, Syarif!""Emangnya kenapa, Bang?" tanyaku heran."Memang para jomblo seperti itu lagaknya. Mengimpikan calon istri yang sangat ideal. Sangat sempurna. Lupa bahwa dirinya sendiri belum sempurna.""Apa itu salah, Bang?""Begini, Syarif. Mencari jodoh itu bukan mencari yang paling sempurna, tapi mencari yang paling cocok.""Maksudnya?""Seperti mur dan sekrup. Saling melengkapi.""O, gitu ya, Bang?""Iya dong. Kamu harus berhenti mencari calon istri yang ideal. Tak akan ketemu!""Hehehe..., lalu gimana dong?""Carilah istri yang cocok untukmu, yang saling melengkapi.""O gitu.""Betul. Dan satu hal yang harus kamu ingat. Kalau kamu ingin mendapatkan istri seperti Siti Khadijah, coba bercermin dulu. Apakah kualitas dirimu sudah sama seperti Rasulullah?""Ya mana mungkin kita bisa seperti Rasulullah, Bang.""Iya, betul. Aku tidak menyuruh kamu menjadi sempurnya seperti Rasulullah. Aku cuma mau bilang, bahwa jodohmu adalah orang yang sepadan denganmu.""Sepadan seperti apa?""Jika kamu ingin mendapat istri sholehah, maka si wanita sholehah pasti mencari suami yang sholeh juga. Karena itu, pastikan bahwa dirimu pun sudah sholeh. Begitu maksudku.""Masya Allah.... Inspiratif banget, Bang. Jadi harus seperti itu, ya?"Aku merasa sangat bersyukur karena mendapat ilmu baru yang sangat bermanfaat dari Bang Dahlan.Maka sejak saat itu, kuubah prinsip hidupku mengenai pencarian jodoh. Aku kini lebih fokus dalam memantaskan diri, memperbaiki kualitas ibadah, memperbanyak hafalan Quran, agar nanti aku bisa bersanding dengan wanita sholehah yang sepadan denganku. * * *Dan setelah melewati proses spiritual seperti itulah, aku berkenalan dengan Ryana. Namun aku hanya bisa memendam perasaanku. Sebab aku adalah pria yang tak pandai mengungkap rasa.Aku mulai rajin mengamati dirinya, mempelajari halaman "about me" di akun Facebooknya, membaca semua konten yang dia buat di media sosial.Dari situlah aku makin cinta dan tergila-gila padanya. Bahkan aku akhirnya sangat terobsesi padanya. Di hatiku terdapat tekad yang sangat kuat, "Ryana ini benar-benar tipeku. Aku ingin memilikinya, ingin menikah dengan dengannya, entah bagaimana caranya!"Pada situasi seperti itu, yang bisa kulakukan adalah menulis status di F******k, tapi pakai akun samaran. Ya, aku punya akun samaran untuk menuliskan hal-hal rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang-orang terdekatku.Di akun samaran itu, aku berteman dengan banyak orang yang sama sekali tidak kukenal, dan mereka pun tidak mengenalku.'Bagaimana cara menyatakan cinta, padahal kita tak pandai mengungkapkannya?' aku menulis seperti itu, suatu hari di wall F******k samaran tersebut.Setelah itu, beragam jawaban pun muncul di komentar.'Kalo gak pandai, ya belajar, dong! Sekolah lagi yang bener.''Pake surat cinta. Eh, hari gini surat-suratan masih zaman gak sih?''Sana, curhat aja sama Mamah Dedeh!''Coba sampaikan pake bahasa isyarat.''Kasih aja emas satu kilo. Dijamin dia langsung minta dinikahi hehehe....''Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku... meski kau tak cinta... kepadaku....' tiba-tiba seseorang berkomentar dengan cara menyalin syair lagu Dewa 19.Di luar dugaan, komentar itu menuai respon yang sangat rame.'Aku udah lama penasaran sama lirik lagu ini. Gimana cara bikin cewek naksir kita, padahal sebenarnya dia gak naksir?''Ya, dirayu dong. Digombalin. Dikasih perhatian.''Kalo pada dasarnya dia gak suka, semua rayuan dan perhatian kagak ngefek deh, menurut gue. Apalagi kalo lu kere, gak punya duit, tampang pun jelek gak berbentuk, hihihi....''Jadi gimana dong? Apa cara yang efektif?''Dipelet! Pake ilmu guna-guna. HAHAHA...!!!''Hush! Gak boleh. Itu musryik!' kujawab komentar itu dengan tegas, karena aku sangat paham bahwa main dukun itu dilarang oleh agama, bahkan termasuk dosa terbesar.Jika kita mati dalam keadaan dalam berbuat musryik dan belum tobat, maka akan kekal di dalam neraka. Ngeri banget, kan?Hingga sehari berlalu, belum ada komentar dari teman-teman di F******k itu yang membuatku puas. Hampir semua komentar yang masuk cuma berisi candaan, bahkan pendapat-pendapat yang ngawur.Aku pun bingung. Ingin rasanya curhat pada seseorang, bercerita tentang rasa cinta yang terpendam itu. Rasa cinta yang membuat bathinku menderita luar biasa.Namun aku tak pernah berani melakukan itu. Aku seperti takut jika orang lain tahu bahwa aku sedang jatuh cinta. Ini merupakan salah satu karakterku. Sebuah sifat yang sebenarnya sangat aneh.Jadi setiap kali jatuh cinta, yang biasanya kulakukan hanya memendamnya. Upaya maksimal yang bisa kulakukan adalah curhat di status F******k samaran.'Udah, lakukan yang ditulis oleh teman di F******k itu,' tiba-tiba sebuah bisikan halus mampir di pikiranku. 'Pakai ilmu pelet aja. Dijamin dia akan tergila-gila sama kamu.''Astaghfirullah, aku tak mau melakukan itu. Musryik!!!''Ya sudah kalo gitu! Bye. Selamat menikmati penderitaanmu karena memendam cinta.''Sori ya! Aku ini muslim sejati! Tak akan melakukan hal-hal aneh seperti itu!' aku berteriak, mencoba melawan bisikan ghoib yang terus merayu-rayu.Di suatu Sabtu malam, aku asyik bermain-main di depan laptop. Foto-foto Ryana hasil bidikanku pun kutatap dengan penuh cinta. Walau kupotret dari jarak jauh, namun hasilnya sangat jelas dan bagus. Maklumlah, pakai kamera DLSR dengan lensa tele yang cukup panjang.Kecantikan wajah Ryana makin terlihat jelas di foto-foto itu. Senyumnya alamiah, tidak dibuat-buat, dan sangat memikat. Dia mengenakan jilbab lebar yang modelnya sangat anggun, membuat dirinya terlihat lebih cantik dan menarik.'Duhai Ryana, sudah berapa banyak pria yang bertekuk lutut di hadapanmu? Sudah berapa banyak pria yang menyatakan cinta padamu? Pasti sangat banyak. Adakah satu di antara mereka yang beruntung memilikimu? Aku harap tak ada. Hanya akulah yang layak memilikimu. Kamu harus tahu itu!'"Cieee... malam Minggu kok gak ngapelin pacarnya, Mas?" tiba-tiba suara Susi membuat kaget. Sepupuku yang centil itu memang sedang bertandang ke rumah kami."Siapa yang mau diapelin? Lagian aku kan tak mau pacaran," sahutku s
‘Waalaikumsalam. Maaf Mas, baru reply. Tadi ada acara keluarga di rumah. Alhamdulillah kabar baik nih. Mas Syarif sendiri gimana?’Aku tertegun, menyesali buruk sangka terhadap Susi yang terlanjur mengotori hatiku. Menyesali buruk sangka terhadap Ryana, karena kukira dia tak menaruh perhatian sedikit pun terhadapku. Balasan pesannya seperti mengobati luka parah yang belum sembuh juga selama bertahun-tahun. kini jadi sembuh total, tanpa bekas sama sekali!Segera kumatikan MP3 Player. Kukunci rapat pintu kamar. Kuminum segelas air. Kubiarkan suasana hening menemani jari-jariku yang mengetik WA balasan untuk sang gadis pujaan hati.[‘Alhamdulillah, kabarku selalu baik jika kamu mencintaiku. Kabarku akan makin baik jika kamu mau menikah denganku.’]‘Alhamdulillah, kabar baik, Mbak. Thanks balasannya.’Ternyata isi hati tidak selamanya sama persis dengan yang terketik di layar ponsel. Aku sibuk mengutuki diri sendiri.'Sama-sama. Lagi
Sekitar 45 menit setelah masuk jalan tol, Mas Farid mengajak kami singgah di rest area 57. Dia mentraktir kami makan di sebuah restoran. Tentu saja kami semua sangat senang. Kami makan sambil ngobrol dan bercanda. Namun Rangga terlihat asyik dengan dunianya sendiri. Dia diam saja."Ga, lu napa sih?" Doni menyikut lengan Rangga, menatap sahabatnya itu dengan heran. "Dari tadi diam aja.""Gak apa-apa, Bro," sahut Rangga kalem."Sariawan, ya?""Kagak!""Trus napa?""Diam lu! Pusing gue dengernya!"Aku meringis di dalam hati, merasa makin bersalah.Seusai makan, kami bergegas ke masjid untuk menunaikan shalat dzuhur. Aku merasa beruntung karena setelah shalat, sempat bertemu Rangga di teras sebuah toko. Segera kumanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya."Rangga, aku boleh bicara sebentar?""Tentang apa?""Aku minta maaf soal ta'aruf itu.""O, itu. Enggak apa-apa, kok.""K
Sesampai di Bandung, kami langsung menuju gedung tempat seminar berlangsung. Malam harinya, kami berencana bergabung dengan teman-teman ITB yang hendak mendirikan GIL di kampus mereka.Ada sekitar dua ratus peserta yang hadir memenuhi ruangan yang tidak terlalu besar di lokasi seminar tersebut. Di atas panggung, Mas Farid menyampaikan materi tentang sekularisme yang tidak dikenal dalam ajaran Islam. Namun sayangnya, banyak umat Islam yang menganut aliran tersebut.Saat menyimak uraian Mas Farid itulah, di jejeran bangku agak pojok kanan belakang, kulihat sesosok pria yang dalam beberapa minggu ini telah berhasil menyita sebagian besar ruang di hati dan pikiranku; Syarif!'Lho, kenapa dia ada di sini?' aku jadi heran dan penasaran sekaligus bahagia, karena bisa bertemu lagi dengannya. Aku ingin melepas kangen, ngobrol dengan akrab dan romantis. Duh, betapa indahnya!Aku sempat bingung, kenapa hasrat terhadap Syarif begitu menggebu-gebu? Kenapa aku
HARI PERTAMA: Aku mengirim WA untuk Syarif.'Gimana lamarannya? Sudah dikirim?'Sekitar sepuluh menit kemudian dia membalas, 'Belum. Lagi nyiapin contoh desain cover.''Okay, good luck ya.'HARI KEDUA: Kudatangi bagian HRD di kantorku."Ada kiriman lamaran gak, dari orang yang namanya Syarif?""Lamaran bidang apa?""Desainer cover.""Tak ada."HARI KETIGA: Tono dari bagian HRD menghubungiku."Lamarannya sudah masuk, tuh. Sudah kuserahkan ke Pak Irfan.""Okay, thanks ya, Ton.""Sama-sama."Segera kudatangi Pak Irfan untuk bertanya langsung padanya."Sudah baca lamaran dari Syarif, Pak?""Sudah. Secara teknis, hasil desain dia cukup bagus.""Alhamdulillah. Berarti diterima, dong?"Pak Irfan menggeleng, ada cibiran di bibirnya."Kenapa, Pak?""Kamu kan tahu, dalam membuat desain
HARI KESEMBILAN: Aku bengong sendirian di kantor, menatap layar laptop, memerhatikan satu-persatu status Facebook Syarif.Menurutku dia orang yang sangat unik. Saat menulis tentang dakwah, dia pakai gaya bahasa yang heroik, indah dan mengharukan.'Betapa bangganya saya, berada di tengah saudara-saudaraku seiman, para pejuang dakwah yang sangat saya cintai ini. Kita semua satu ukhuwah di dalam Islam. Saya mencintai kalian semua, karena kita satu tauhid!'Namun saat bicara tentang sepakbola, cara dia menulis sungguh bertolak belakang.'Hajar tuh, klub sepakbola k4mpungan! Norak semua!'Aku juga sempat menemukan beberapa status Syarif yang isinya mencela seseorang pakai kata-kata yang agak kasar.Kuperhatikan, Syarif sangat senang berdebat. Dia sering terlibat diskusi panas dengan banyak orang di Facebook. Ada satu nama yang kuperhatikan sering "bertengkar kata-kata" dengannya. Susanto, demikian nama orang itu. Sepertinya dia orang liberal, sangat benci kepada aktivis dakwah. Dia juga se
Secara tak terduga, Susi tersenyum, menatapku dengan jenaka. "Sudah Susi duga, Mbak," ujarnya masih dengan senyuman di bibirnya. "Berarti Susi pintar dong. Mbak? Bisa menebak hati orang.""Iya deh, pintar. Berarti kamu bisa menebak juga dong, isi hati Syarif?""Hm...," Susi diam sejenak, seperti memikirkan sesuatu. "Menurut penerawangan Susi nih, Mas Riprip juga naksir Mbak Ryana, Iho."Aku tertegun. Syarif juga mencintaiku? Betapa bahagianya jika itu benar. Kurasakan sebuah desiran halus menjalar di rongga dadaku."Kamu tahu dari mana?" tetap kucoba bersikap tenang."Dari sikapnya. Tapi dia gak mau ngaku waktu Susi tanya.""HAH? Berarti kamu pernah ngomong soal itu sama dia?""Pernah, Mbak. Kelihatan banget kalo dia naksir Mbak Ryana. Tapi dia bilang sih, cuma kagum aja.""Berarti belum seratus persen pasti, dong?""Susah sih Mbak, menebak hati orang.""Jadi aku harus gimana? Kamu punya ide?""Coba Mbak Ryana ngomong langsung ke dia.""Menyatakan cinta padanya? Wah, aku tak akan mela
POV: SYARIFKuterima sepucuk surat itu dari tangan Susi. Sepupuku yang centil itu datang di malam hari, sepulang kantor, masih dengan pakaian lusuh dan bau badannya yang menyengat karena ia belum mandi."Surat apa, nih?""Dari Mbak Ryana.""Tentang apa?""Baca aja sendiri!"Bergetar tanganku saat menyobek amplop dan mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya. Surat apakah gerangan? Tumben Ryana mengirim surat? Emangnya tak bisa lewat WA atau email atau inbox Facebook? Zaman canggih begini kok masih surat-suratan!Kutatap Susi, kuamati seluruh tubuhnya."Kamu belum mandi, ya?""Belum. Soalnya tadi langsung ke sini.""Sana, mandi dulu.""Nanti aja kalau udah pulang ke rumah.""Mandi di sini aja. Aku mau baca surat ini. Sendirian.""Mbak Ryana pesan, Susi harus di sini waktu Mas Riprip baca suratnya.""Kok gitu?""Gak tahu. Dia mintanya gitu. Susi nurut aja.""Kamu gak bohong, kan?""Suer, gak bohong!""Suer apa Demi Allah?""Demi Allah!""Hm...," aku menggumam. Terpaksa deh, kubiarkan ma