Beranda / Romansa / Salah Pilih Jodoh / Untung Ada Susi

Share

Untung Ada Susi

Penulis: Dea Amira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-31 07:14:28

Mungkin karena keseriusanku memikirkan Syarif, atau karena sering berdoa, secara mengejutkan keajaiban itu datang. Suatu hari, sebuah pesan masuk ke ponselku. Dari dirinya!

‘Assallamualaikum, Mbak Ryana. Saya Syarif, panitia acara yatim piatu beberapa minggu lalu. Moga masih ingat, ya.’

Alhamdulillah! Aku merasa sangat bahagia dan bersyukur ketika membaca pesan WA itu. Bukan hanya karena Syarif menghubungiku, tapi kedatangan pesannya membuatku yakin bahwa dia pun ternyata menyimpan nomor HPku. Berarti dia tidak melupakanku. Berarti dia pun merasa penting untuk terus menjalin silaturahmi denganku.

Duhai, betapa bahagianya ketika aku memikirkan hal itu.

'Walaikumsalam, tentu masih ingat. Apa ķabar, Mas Syarif?' Segera kubalas WA-nya dengan penuh sukacita.

'Alhamdulillah, baik Mbak. Maaf kalau saya lancang. Di ķantor Mbak Ryana ada lowongan, gak? Untuk sepupu saya.'

'Sepupunya lulusan apa? Cari kerja di bidang apa?'

'Lulusan SMA. Kerja apa saja boleh.'

Masya Allah! Mungkin inilah jawaban Allah untuk doaku. Sangat kebetulan, kantor kami memang sedang mencari office boy baru, untuk menggantikan mas Rahmad yang bulan depan akan resign. Maka Syarif pun segera kusuruh menghubungi sepupunya.

‘Segera kirim lamaran, ya. Nanti keduluan orang lain jika telat dikit aja.’

Kuberharap, esok hari Syarif datang ke kantorku bersama sepupunya. Lalu kami akan bertemu, melepas kangen, ngobrol dengan akrab dan romantis.

Tapi kekecewaan harus mampir di hatiku, sebab ternyata sepupunya datang sendirian. Dia seorang perempuan, bernama Susi, lumayan cantik, usia sembilan belas tahun, gayanya agak centil dan banyak bicara.

"Kamu dan Syarif sepupuan dari mana?" ujarku ketika kami bertemu dan ada kesempatan ngobrol.

"Sepupu jauh, Bu. Saya kurang paham silsilahnya," sahut Susi.

"O, gitu. Tapi kalian akrab, ya?"

"Iya. Akrab banget. Rumah kami juga dekat."

Aku manggut-manggut. "Gimana tadi hasil tesnya? Kamu diterima?"

"Belum tahu, Bu. Katanya mau dikabarin besok."

"Aku doakan moga kamu diterima, ya."

"Aamiin, terima kasih, Bu. Saya memang lagi butuh kerja, untuk bantu orang tua."

Aku tersenyum. Dan aku benar-benar mendoakan agar Susi diterima bekerja di kantorku. Bukan karena aku memikirkan orang tuanya yang harus dibantu, tapi memikirkan diriku sendiri yang membayangkan bahwa Susi akan menjadi perantara yang tepat bagiku untuk mengenal Syarif lebih dekat.

* * *

Aku merasa sangat bersyukur ketika esok harinya mendapat kabar bahwa Susi diterima sebagai office girl baru di kantor kami. Betapa bahagianya hati ini!

Pagi-pagi sekali, ketika aku tiba di ruangan kerja, orang pertama yang kucari adalah Susi. Kulihat dia sedang mengepel lantai di lobi.

"Selamat ya," sapaku sambil tersenyum cerah. "Kamu pasti senang karena bisa membantu orang tuamu."

"Iya. Bu. Syukur banget. Makasih bantuannya."

"Aku tidak membantu apa-apa, kok. Yang memutuskan kamu diterima kan manajer HRD. Aku cuma staf biasa, bukan bagian HRD pula."

"Tapi karena ada Bu Ryana, aku gampang diterima. Sekarang susah cari kerja, kalo gak kenal orang dalam."

"Hehehe... iya deh. Terima kasihnya kuterima. Sebagai imbalannya, aku boleh minta sesuatu?"

Susi tertegun sebentar, lalu ia menjawab, "Wah, maaf, Bu. Saya baru mulai kerja, belum punya uang."

"Oh My God!" aku terhenyak, merasa tak enak hati atas kesalahpahaman itu. "Eng.... maksudku bukan itu, Susi. Aku cuma minta tolong agar kamu tidak memanggilku Ibu. Panggil Mbak saja."

"Oh itu, hehehe..." Susi cengengesan. "Boleh, Bu. Eh... Mbak."

"Terima kasih, ya. Rasanya belum pantas aku dipanggil ibu. Masih single gini."

"O, iya. Kirain Bu... eh Mbak Ryana udah nikah. Tapi calonnya udah ada kan, Mbak?"

'Sudah. Sepupu kamu itu,' ujarku di dalam hati.

* * *

Dari Susi, aku akhirnya bisa mengenal Syarif lebih dekat. Aku beberapa kali memintanya bercerita tentang sepupunya itu, tapi tentu saja kuusahakan agar sikapku tak berlebihan. Nanti kalau Susi curiga, lalu dia melapor ke Syarif, dan cowok yang kutaksir itu menganggapku terlalu agresif dan terkesan murahan, kan gawat!

Namun walau penuh kehati-hatian, aku bersyukur karena berhasil mengorek beberapa info penting dari Susi. Beruntung karena Susi orangnya sangat "bocor' kalau sedang bicara.

"Dia masih jomblo, Mbak."

"Belum punya pacar?"

"Dia tak mau pacaran. Mau langsung nikah kalo ketemu yang cocok. Begitu katanya."

"O, baguslah. Memang harus seperti itu. Berarti dia alim banget, ya?"

"Sekarang iya. Tapi waktu sekolah, dia nakal banget."

"Masa? Nakal seperti apa?"

"Hobi tawuran, berantem, suka bolos. Bude sama Pakde pusing mikirin dia."

"Tapi ketika kami ketemu, dia terlihat sopan dan baik banget."

"Itu karena dua hal, Mbak."

"Dua hal?"

"Iya. Hal pertama, Mas Riprip itu...."

"Siapa tuh Mas Riprip?"

"Mas Syarif. Susi biasa manggil dia begitu."

"O, I see. Teruskan, deh."

Susi mengangguk. "Hal pertama, dia emang sopan banget sama orang yang baru kenal. Kalo udah akrab, baru deh dia rame. Banyak ngomong. suka becanda..., heboh deh, pokoknya."

"Masa?"

"Iya, suer!"

Aku manggut-manggut.

"Hal kedua, dia udah tobat. Gak kayak dulu lagi."

"O, gitu?"

"Iya. Mbak. Rajin shalat, gak pernah lagi ngelawan ortu, rajin ngaji, berhenti ngerokok."

"Jadi dulu dia merokok juga?"

"Sejak SMP, Mbak."

"Terus berhentinya kapan?"

"Lupa. Tiba-tiba udah berhenti aja."

"Berarti, eng... kalau aku boleh mengambil kesimpulan nih.... Syarif dulu bukan orang baik, tapi sekarang jadi baik. Begitu ya?"

"Dulu bejat kayak preman, sekarang alim kayak remaja masjid, Mbak."

Aku manggut-manggut. Timbul rasa kagum karena menemukan salah satu sisi positif dari pribadi Syarif. Dalam usia yang masih sangat muda, dia berhasil melepaskan diri dari akhlak dan kebiasaan-kebiasaan buruk, berubah jadi manusia yang jauh lebih baik.

Hm... kok mirip pengalamanku, ya? Aku juga punya masa lalu yang lumayan buruk. Tapi nanti saja kuceritakan, ya.

"Sepengetahuan Susi, apa yang membuat Syarif berubah drastis?" aku jadi tergoda untuk bertanya lagi.

"Eng...," Susi berpikir sejenak, seperti berusaha mengingat sesuatu. "Kalo gak salah, setelah ditegur gurunya karena tawuran."

"Oh...."

"Dulu Mas Riprip emang brutal orangnya, Mbak. Suka berantem."

"Oh, ya?"

"Iya, mantan anak jalanan, sih."

"Hah? Anak jalanan?"

"Iya, Mbak. Tamat SMA, dia bukannya kuliah, malah jadi pengamen dan pemulung. Hidup di jalanan setahun lebih."

"Kok bisa? Kenapa dia tak mau kuliah?"

"Gak tau, Mbak. Dulu dia sering bilang pengen kuliah. Tapi gak tahu kenapa, tamat SMA dia bilang gak usah kuliah."

"Apa karena tak ada biaya?"

"Ada, kok. Bude udah nabung sejak lama untuk biaya kuliah dia."

"Berarti apa dong, alasannya?"

"Tauk!"

Aku tertegun, merasa ada yang aneh dengan cerita Susi. Terlebih ketika kuingat kedua kakaknya yang lulusan perguruan tinggi. Syarif yang ingin kuliah, justru hanya tamat SMA dan memutuskan untuk jadi loper koran. Mengapa? Pasti bukan karena alasan ekonomi. Lantas apa?

Tiba-tiba rasa penasaranku menjadi sangat besar. Aku juga terperanjat, tak menduga jika masa lalu Syarif penuh liku-liku seperti itu. Tapi entah kenapa, itu tidak mengurangi sedikit pun rasa cintaku padanya. Bahkan aku semakin tergila-gila padanya, kangen tiap hari padanya.

Dan aku semakin sering menangis sendiri di kamar mandi, hanya karena kangen pada Syarif.

Terkadang aku merasa aneh dengan perilaku yang tidak seperti biasanya itu. Tapi aku lebih sering berpikir bahwa mungkin ini pertanda jodoh. Mungkin karena aku dan Syarif adalah jodoh atau belahan jiwa.

Mungkin kamu menganggap diriku bodoh. Tapi seperti yang pernah kukutakan sebelumnya, aku seperti menikmati kebodohan itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Salah Pilih Jodoh   Keputusan Akhir

    (Lanjutan orasi Farid) “Saudara-saudaraku seiman yang sangat kucintai karena Allah, Kita punya tugas mulia di gerakan dakwah ini. Kita hendak mengajak seluruh umat Islam untuk beragama secara lurus, tidak mudah terpengaruh oleh aliran sesat yang semakin gencar dikampanyekan oleh para musuh Islam. Kita tak boleh lengah, karena musuh-musuh Islam tak pernah tidur dan terus bekerja untuk menghancurkan aqidah kita. Jika kita mudah terpecah-belah hanya karena mengetahui aib masa lalu salah seorang saudara seperjuangan kita, bagaimana mungkin kita bisa sukses dalam perjuangan mulia di jalan dakwah? Justru para musuh akan semakin mudah memecah-belah dan menghancurkan kita. Justru cobaan seperti yang sedang kita hadapi ini, mari hadapi dengan penuh bijaksana. Kita harus menunjukkan pada dunia bahwa kita tetap solid, tetap bersatu dalam satu ukhuwah yang erat, tidak terpengaruh oleh fitnah keji yang sedang menghantam Gerakan Islam Lurus. Kita tak perlu

  • Salah Pilih Jodoh   Sidang Penentuan

    POV: SYARIF Kutinggalkan rumah Ryana dengan sangat berat hati. Kucoba merelakan bahwa dia kini bukan lagi istriku. Aku sudah kehilangannya, sebuah kehilangan yang terasa sangat menyakitkan bagiku. Tapi aku harus ikhlas menerima semuanya, karena ini terjadi akibat kesalahanku juga. Aku kini sadar bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Cinta harus terjadi dengan cara yang alamiah. Kulangkahkan kaki dengan gontai, dengan perasaan yang hancur lebur. Jika Allah menghukumku atas semua dosaku selama ini, terutama dosa syirik yang telah kuperbuat, maka aku akan mencoba pasrah saja. Aku berjanji tak akan melakukan perbuatan terkutuk itu lagi. Aku taubat nashuha, dan berjanji akan mempelajari Islam secara lebih mendalam. Agar aku tidak sampai salah langkah lagi. Aku kembali pulang ke rumah orang tua angkatku, dan mencoba untuk memulai lagi hidup baru di sana. Sekitar lima hari setelah aku pulang ke rumah tersebut, secara tak terduga mas Farid menelep

  • Salah Pilih Jodoh   Apakah Ini Jalannya?

    Sungguh, Kawan! Aku sempat bingung, bahkan stres berat ketika memutar otak, berpikir dan mencari cara terbaik dan paling ampuh untuk mendapatkan cinta Ryana. Hingga suatu hari, aku bertemu lagi dengan seorang teman lama dari dunia anak jalanan. Tak perlu kusebut namanya, karena tidak penting. Aku bercerita padanya tentang niat dan tekad kuatku untuk mendapatkan cinta Ryana. Dan si teman ini pun menceritakan satu hal. “Di daerah kabupaten Bogor, ada seorang ustadz yang bisa membantumu. Ilmu dari dia terbukti tokcer, banyak yang berhasil.” “Ilmu apa? Bukan ilmu pelet, kan?” “Ya, tentu bukan. Dia seorang ustadz, lho. Yang dia gunakan juga ayat-ayat Al Quran, kok.” “O gitu?” “Iya.” Mendengar penjelasan seperti itu, maka aku pun tertarik untuk mendatangi pak ustadz tersebut. Berdua dengan si teman, kami pun naik motor boncengan ke sana. Jaraknya lumayan jauh. Badanku sampai pegal-pegal karena kelamaan dibonceng di at

  • Salah Pilih Jodoh   Syarif Buka Rahasia

    POV: SYARIF Aku benar-benar tersudut! Serba salah! Bahkan salah tingkah dan mati gaya! Semuanya berawal dari kejadian malam itu, setelah aku bertemu Dika dan pulang ke rumah. Di dalam kamar, Ryana memegang secarik kertas yang diambil dari dompetku. “Ini kertas apa? Pakai tulisan Arab, tapi bahasanya kok aneh, ya?” Dan tidak berhenti sampai di situ. Berkali-kali dia menyebut istilah tukang pelet di depanku. Memang dia tidak menuduh apapun. Tapi aku tahu, pasti dia ingin mengutarakan sesuatu. Hal yang tidak berani dia sampaikan terang-terangan. Itulah situasi yang membuatku tersudut, merasa serba salah, bahkan salah tingkah dan mati gaya! Aku sebenarnya merasa berat untuk menceritakan semua ini, Kawan! Tapi karena posisiku sudah tersudut seperti itu, baiklah. Akan kuceritakan padamu. Tapi ingat, ya. Ini hanya kuceritakan padamu saja. Tidak akan kuceritakan pada Ryana, juga orang lain yang kukenal. * * *

  • Salah Pilih Jodoh   Syarif Terpancing Emosi

    Sepulang dari sekretariat GIL, aku langsung pulang ke rumah, menyetir mobil sambil memikirkan Rangga. Di satu sisi aku sangat kasihan padanya. Dulu dia kecewa padaku, karena aku menikah dengan Syarif pada saat sedang proses ta’aruf denganku. Dan kini, peristiwanya bahkan jauh lebih tragis. Jika aku berada pada posisi dia, mungkin sudah depresi karena tak kuat menahan derita jiwa. Aku pun berdoa, semoga Rangga tak pernah lagi menghadapi masalah besar seperti itu dalam perjuangannya menemukan jodoh. Dan di sisi lain, entah kenapa pikiranku jadi nakal, membayangkan bahwa masih ada kesempatan bagiku untuk bersatu dengan Rangga dalam ikatan suci pernikahan. Tempat paling istimewa di hatiku yang dulu dihuni oleh Syarif, kini dia sudah terusir dari sana. Dan Rangga hadir sebagai penggantinya. Rasa kagumku padanya yang sudah hadir sejak dulu, kini sudah berubah menjadi cinta. Ya, aku memang sudah bertekad untuk minta cerai pada Syarif, karena sudah ta

  • Salah Pilih Jodoh   Dua Kali Kena PHP

    POV: RANGGA Memang, pernikahanku aneh banget. Tapi sebenarnya itu bukan pernikahan. Sebab yang duduk di pelaminan hanya aku dan kedua orang tuaku. Lalu di sebelah kami, dipajang Om dan Tante sebagai tameng aja. Supaya hadirin mengira bahwa merekalah orang tua dari pengantin wanita. Ke mana pengantin wanitanya? Jangan tanya padaku, karena aku sudah gak mau mikirin itu. Bahkan pikiranku sudah kukosongkan dari masalah tersebut. Sebab kalau kupikirkan, khawatir diri ini jadi gila. Ya, pria mana yang tidak shock, hampir pingsan, ketika jadwal pernikahan tinggal 1 hari lagi, ketika undangan sudah disebar semuanya, administrasi di KUA sudah selesai, biaya gedung resepsi sudah dibayar lunas, dekorasi ruangan sudah beres, konsumsi tinggal dimakan aja, tim dokumentasi dan wedding singer beserta group band-nya sudah siap semua, tapi justru pengantin wanitanya yang tidak muncul batang hidungnya! “Maaf, kami terpaksa membatalkan pernikaha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status