Share

Penyadapan Pesan

Penulis: Nisa Noor
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-22 04:38:13

Nirmala terus mencoba menghubungi nomor itu. Beberapa kali Nirmala tampak gusar karena tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya ia memilih untuk berhenti melakukan panggilan itu, kemudian bergegas menuju dapur. Nirmala segera menyiapkan makanan untuk dibawa ke kantor suaminya. Pikirannya masih terus berkecamuk. Ia sebetulnya ingin membuang rasa curiga itu, tetapi entah kenapa panggilan Heru dan panggilan perempuan itu pada suaminya sungguh selalu membayangi pikirannya.

Ponsel Nirmala berdering. Segera ia meraihnya di atas meja makan. Melihat nama “Lukman” tertera di layar dengan penuh semangat Nirmala segera mengangkat telepon itu.

“Ada apa Tante?” ucap seseorang di seberang sana.

“Lukman, bisa bantu Tante?”

“Bantu apa?”

“Ajarkan Tante bagaimana menyadap telepon dan mengetahui posisi sebuah nomor telepon,” ujar Nirmala.

“Buat apa Tante? Wah, Tante mau jadi mata-mata ya,” ledek Lukman.

“Nanti Tante jelaskan. Sore nanti sekalian Tante mau ketemu Ibumu. Tolong ajari Tante, ya,” pinta Nirmala.

“Oke siap, Tante,” ucap Lukman.

Nirmala mengakhiri percakapannya dengan Lukman yang merupakan keponakan dari kakak pertamanya. Nirmala pun melanjutkan masaknya hingga semua selesai tepat waktu.

***

Laju sepeda motor yang Nirmala kemudikan tak terasa sudah mengantarkan Nirmala sampai di depan gerbang tempat di mana suaminya bekerja.

“Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” tanya Satpam penjaga pintu gerbang.

“Selamat siang Pak, saya mau bertemu dengan Bapak Heru Hermawan,” tutur Nirmala.

“Lho, bukannya tadi jam 10 beliau pamit izin keluar karena ada acara keluarga. Maaf Ibu siapa?” tanya Satpam.

Nirmala tertegun mendengar ucapan Pak Satpam. Dadanya bergemuruh. Acara keluarga? Bukankah dia itu istrinya Heru? Namun, Nirmala tidak ingat kalau hari ini ada acara keluarga! Apa maksud Pak Satpam itu keluarga Heru sendiri? Lalu kenapa Pak Satpam tak mengenali Nirmala? Bukankah biasanya setiap karyawan akan saling mengenali keluarga karyawan lainnya.

"Bu ... Ibu?" Nirmala terkesiap ketika Pak Satpam memanggilnya.

“Sa-saya … saya temannya Pak,” tutur Nirmala bergetar. Kali ini dia memilih untuk berbohong. Jika dia mengaku kalau dia istrinya Heru, bukan tak mungkin penyelidikannya akan berakhir begitu saja sebelum ia mengetahui kebenarannya.

Segera Nirmala pamit dan pergi meninggalkan tempat itu. Ia menepi sejenak di tempat yang teduh. Panasnya terik matahari itu belum seberapa dibanding dengan panas hatinya saat ini.

Terduduk lemas di atas jok motor, pikiran Nirmala sudah tak menentu. Dia sama sekali tak menemukan bukti apa pun di rumahnya. Akan tetapi dengan hal ini membuat Nirmala kembali menaruh curiga pada suaminya itu.

Dia membuka ponselnya memastikan jika mungkin ada pesan dari Heru mengabarkan berita tentang keluarganya. Namun, hasilnya nihil. Tak ada pesan yang masuk atas nama Heru.

Nirmala kembali melajukan kendaraannya. Kali ini tujuannya adalah rumah kakaknya sendiri, janji bertemu sore dengan segera ia batalkan dan bertemu saat itu juga.

***

“Aku nggak tahu Kak, apa yang sebenarnya terjadi. Semua tampak semu. Di rumah sikap Mas Heru baik padaku dan Kania, tak ada yang berubah. Mas Heru juga selalu pulang setiap hari,” tutur Nirmala.

“Kamu tenang dulu, mungkin semua memang hanya ketakutanmu semata. Suamimu 'kan orang baik, mana mungkin berlaku seperti itu,” ucap Nilam, kakak Nirmala yang paling tua.

“Tapi, Kak--"

“Tak baik berprasangka buruk, terlebih pada suami nanti jatuhnya dosa. Tenangkan pikiranmu jangan sampai setan menang atas nafsumu yang tak terkendali,” ucap Kakaknya sendiri.

Nirmala menenggelamkan kepalanya di dalam pelukan Kakak perempuan pertamanya. Ia menumpahkan segala rasa yang menyesakan jiwanya. Nilam mengusap lembut rambut hingga punggung adiknya.

“Tante sudah datang?” Suara Lukman membuat Nirmala melepaskan diri dari pelukan Kakaknya. Ia mengusap air mata yang mengenang dan tersisa di pipinya.

“Ayo Tante, mau belajar di mana?” tanya Lukman.

Nilam mengernyitkan dahinya. Dia mencoba menerka atas sikap anak dan adiknya itu.

“Di sini aja,” singkat Nirmala.

Lukman duduk di tengah, di antara Ibu dan Tantenya. Dengan piawai Lukman mengajari Tante dan ibunya soal penyadapan dan cara mengetahui lokasi dari sebuah nomor. Nirmala memperhatikannya dengan saksama. Dia tak berkedip lalu mencoba mempraktikannya. Ia memasukan nomor Heru pada aplikasi peninjau lokasi nomor, karena Nirmala penasaran jika bukan di kantor lalu saat ini Heru sedang ada di mana?

Tercengang Nirmala melihat hasilnya. Nomor suaminya terlacak berada di sebuah kawasan perumahan elit di kotanya. Dadanya kian sesak melihat hasil pelacakan itu hingga tangannya bergetar.

Nilam mencoba menguatkan adiknya. Ia terus mengirimkan kalimat-kalimat positif pada adiknya dan meminta Nirmala tetap bersabar.

Nirmala mencoba menguatkan hatinya. Ia pun mencoba melakukan penyadapan terhadap nomor telepon suaminya. Ia mulai membaca pesan Heru dengan seseorang.

"Ayah, terima kasih sudah antar Bunda ke dokter. Nanti sore mampir ya."

"Iya Bunda, pasti dong. Kan mau kangen-kangenan dulu. Beberapa hari kita gak akan ketemu, aku pasti kangen sama kamu."

"Ayah lebay ih, kayak anak muda aja."

Tak kuasa Nirmala meneruskan isi pesan antara suaminya dengan kontak bernama “Bunda Alea”. Matanya memanas, dadanya bergemuruh. Ia jauhkan ponsel itu dan kembali dalam dekapan Kakaknya, tangisnya pecah. Bak disambar petir di siang bolong, meluluhlantahkan semuanya. Itulah yang dirasakan Nirmala.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Salah Sebut Nama Panggilan   Ending

    Suasana sudah begitu ramai, Bu Wati senang akhirnya Sarah akan segera resmi menikah kembali dengan Heru, perjalanan panjang dan tak mudah sudah dilewati Sarah. Penantian dan kesabaran Sarah akhirnya berbuah manis, sempat ragu tapi akhirnya Sarah mantap kembali menerima Heru dalam hidupnya. Rasanya merasa bersalah telah membuat Heru menunggu padahal mereka bisa segera menikah kembali, tapi perlu waktu untuk Sarah menerima Heru, ketakutan akan masa lalu selalu membayanginya. Bagaimanapun Heru pernah membuatnya kecewa dengan meninggalkan Sarah seorang diri di rumah sakit lalu pergi entah kemana hingga Sarah harus tinggal di panti ini. Kebahagiaan itupun hadir dalam hati Nirmala, perempuan yang dulu pernah disakiti oleh Satah tapi mampu memaafkan dan berbesar hati menerima kehadiran Sarah dalam hidupnya bahkan mereka jadi sangat akrab sejak Sarah berhijrah menjadi lebih baik, tak ada yang tak memuji Nirmala yang bisa menerima mantan madunya bahkan mantan istri simpanan suaminya dulu, ba

  • Salah Sebut Nama Panggilan   Sebuah Permintaan

    "Kenapa harus menepi sejenak?" tanya Heru di ujung sana. "Mas, aku mohon. Aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, aku harus memutuskan semua dengan segala pertimbangan, aku gak mau gegabah soal ini. Ini menyangkut kehidupanku selanjutnya. Aku mohon Mas Heru mengerti." "Berapa lama?" "Tiga hari saja mas, tolong jangan kirim aku pesan atau apapun. Kita nanti akan tahu seberapa rindu hati kita jika tak melakukan itu, jika dalam waktu tiga hari itu aku ternyata tak bisa hidup tanpamu maka aku yang menghubungimu duluan, begitupun sebaliknya."Heru terdengar menghela napas berat, ia tak menyangka sesulit itu kembali pada Sarah padahal ia pikir bisa dengan mudah karena Sarah terlihat sangat mencintainya terbukti dari kebiasaannya mengantar makanan saat di penjara. Tapi itu saja tak cukup membuat Heru yakin akan mudah mendapatkan Sarah, dia harus berusaha lebih keras lagi. "Baiklah, aku turuti." Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Heru membuat Sarah bernapas lega."Terima kasih

  • Salah Sebut Nama Panggilan   Mimpi

    "Apa?" Heru terkejut mendengar ucapan Sarah, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Terus kamu jawab apa?" Sarah terdiam, Heru menunggu jawaban Sarah dengan hati tak karuan."Aku belum menjawabnya, mas. Aku bercerita tentang semua itu pada Mbak Nirmala, dia memintaku untuk beristikharah. Saat ini jujur aku gamang, aku gak tahu bisa percaya sama kamu sepenuhnya atau nggak, aku ini pernah menjadi istri kedua secara sembunyi-sembunyi, menyakiti perempuan lain bahkan kini perempuan itu seolah tak pernah merasa disakiti olehku, dia sangat baik. Tetap saja justru dengan begitu rasa bersalahku kian besar, aku takut mas." "Apa yang kamu takutkan?" Sarah menatap lelaki itu, keduanya saling menatap penuh arti. "Aku takut kamu mengkhianatiku seperti kamu mengkhianati Mbak Nirmala." Heru menghela napas berat dan mengusap wajahnya kasar. "Sarah, aku rela mengkhianati Nirmala karena apa?" tanya Heru menatap perempuan di depannya. Sarah menunduk, memang ia rasakan semua yang ter

  • Salah Sebut Nama Panggilan   Permintaan Lelaki Lain

    "Mas, aku mau kita sah dulu secara agama dan negara. Tujuh tahun tanpa nafkah batin bukan waktu yang sebentar, aku tak mau melakukan ini dengan gegabah. Mungkin tak pernah ada kata talak darimu tapi saat keluar penjara kamu memilih menghampiri Mbak Nirmala dan mengacuhkanku itu pertanda kamu tak menginginkan aku lagi, mas.""Sudah aku bilang, aku menemui Kania bukan Nirmala. Menemui anakku," sanggah Heru. "Tapi kamu kecewa kan mendengar Mbak Nirmala sudah menikah lagi bahkan hidup bahagia sekarang?" Heru terdiam, Sarah menghela napas. Ia sangat takut, Heru membawanya ke sebuah villa yang cukup sepi, dia meminta untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Tapi Sarah menolak dengan alasan telah hilang haknya untuk itu, karena sepengetahuannya. Enam bulan saja tanpa nafkah batin maupun lahir maka sudah bisa jatuh talak jika istri tak ridho. Ini tujuh tahun selama di penjara, meski selama itu Sarah masih mengunjungi Heru, mereka masih bertemu tapi Sarah tak melihat bias cinta saat it

  • Salah Sebut Nama Panggilan   Ujian Kebersamaan

    "Assalamualaikum, mas. Ada apa?""Waalaikumsalam, dimana kamu dek?""Di rumah mbak Nirmala, mas. Kenapa?" "Siapa lelaki itu?" TegSarah terdiam, mendadak wajahnya memerah entah pertanda apa. Nirmala mengamati wajah bingung Sarah. Apa yang dilihat Heru hingga dia marah seperti itu. "Lelaki mana mas?" "Jangan pura-pura, jelas sekali aku melihat kamu dengan seorang lelaki." Sarah menghela nafas, apa yang ditakutkannya terjadi. Sejak dulu, ia tahu sikap Heru yang gampang marah, Heru tak pernah bisa bersikap dingin terlebih jika sudah menyangkut dirinya. Nirmala mencoba menenangkan meski dia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja melihat raut wajah Sarah membuat Nirmana merasa mereka sedang tak baik-baik saja. Enggan ikut campur, Nirmala memilih meninggalkan Sarah seorang diri, membiarkan Sarah menyelesaikan semuanya. "Mas, jangan dulu berpikir aneh. Dia temanku, dulu kami pernah satu panti. Lalu terpisah dan kembali dipertemukan." "Teman atau teman?" Lagi, Sarah me

  • Salah Sebut Nama Panggilan   Heru Meradang

    "Maksud kamu?" tanya Sarah.Jaka gelagapan, ia mencari paduan kata yang tepat untuk menutup sikapnya yang mendadak serba salah karena ucapannya tadi."Apakah aku tak perlu menghiraukannya lagi?" tanya Sarah kembali."Eh, tidak. Bukan begitu," ucap Jaka menjeda kalimatnya. "Gini, pernikahan itu untuk membuat kita bahagia ya setidaknya itu yang aku pegang selama ini, aku sampai sekarang belum menikah karena aku gak yakin bisa bahagia dengan perempuan lain. Kebahagiaanku ada pada seseorang yang hadir sejak dulu, seseorang yang setiap malam aku sebut namanya berharap bisa dipertemukan dengannya yang entah dimana. Aku menunggunya, karena aku yakin dia tercipta untukku. Meski nantinya akan terluka setidaknya aku tak menikah hanya karena untuk membohongi hati ini dan menyakiti perempuan lain yang jadi istriku. Jadi, menurutku ambil keputusan sesuai keyakinan hatimu," ucap Jaka.Sarah terdiam, dia seolah merasa perempuan yang ditunggu Jaka adala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status