“Mama gak jadi bekalin Papa?” tanya Heru bingung dengan perubahan istrinya dalam sekejap saja.
“Nggak Pa, nanti saja ya Mama anterin langsung ke kantor.”
“Nggak perlu repot-repot Ma. Nanti Kania kepanasan lagi kalau kamu ajak ke kantor. Nanti Papa makan di kantin lagi aja ya,” ucap Heru datar.
Nirmala semakin penasaran dengan sikap suaminya itu. Niatnya untuk mendatangi suaminya siang nanti semakin bulat. Nirmala terus meyakinkan suaminya, hingga akhirnya Heru mengalah dan menuruti apa mau Nirmala.
“Pokoknya Papa tenang aja, tiba waktu makan siang nanti makanan sudah siap disantap di hadapan Papa,” ucap Nirmala meyakinkan Heru.
Heru hanya tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih dan mendaratkan kecupan lagi di kening Nirmala.
Tidak ada yang berubah memang sejauh ini. Sikap Heru masih sama. Meski terkadang pulang larut malam, Heru tetap pulang setiap hari. Itu sebabnya Nirmala tidak pernah merasa curiga. Jika bukan suaminya yang salah menyebut nama panggilan itu mungkin tidak akan tumbuh rasa curiga di hati Nirmala.
“Ya sudah, Papa berangkat dulu ya.”
Nirmala mencium tangan suaminya penuh takzim. Ia melipat dulu rasa curiga dan hal lain yang bertengger dalam benaknya. Heru mencium putri kesayangannya. Lalu ia berlalu dari dua perempuan itu.
Selepas Heru pergi, Nirmala bergegas merapikan diri. Diraihnya tas kecil miliknya, ia pakaikan Kania jaket. Nirmala mengambil kunci sepeda motornya lalu bergegas menjalankan kendaraan roda dua itu dengan menggendong Kania di depan.
“Ma, mau kemana Ma?” ucap Kania dengan nada gemasnya.
“Kita ke rumah nenek ya, Nak.”
Anak itu tak bersuara lagi. Nirmala mencoba mencari mobil Heru dengan ketajaman matanya. Akhirnya, Nirmala menemukan mobil suaminya. Ia mengikuti mobil Heru dengan penuh hati-hati agar Heru tak memergokinya. Hingga sampai di gerbang tempat Heru bekerja, Nirmala tak menemukan tanda-tanda Heru singgah di tempat lain.
‘Lho, bukannya perempuan tadi menyuruh Mas Heru mampir untuk mengambil makan siang? Tapi kok Mas Heru langsung ke tempat kerja?' batin Nirmala.
Nirmala kembali menjalankan kendaraannya dengan lemas. Kadung janji pada anaknya untuk mengunjungi neneknya, Nirmala pun mengarahkan kendaraan menuju rumah orang tuanya.
Beberapa saat kemudian, Nirmala telah sampai di rumah orang tuanya. “Tumben, Mala hari kerja kamu ke sini?” tanya Ibu Nirmala.
“Ada perlu Bu, titip Kania ya,” ucap Nirmala.
“Ada apa? Kok kayaknya kamu kelihatan gelisah gitu?”
“Nggak ada apa-apa Bu, cuma bingung mikirin menu makan. Rencananya hari ini mau bikin kejutan untuk Mas Heru. Maka mau nganterin makan siang Bu, sudah lama Nirmala nggak masak untuk makan siang Mas Heru.”
Nirmala mencoba menyembunyikan prasangka akan suaminya darj Ibunya. Dia perlu banyak bukti untuk mengungkap semua kelakuan suaminya itu. Hanya karena Nirmala mendengar Heru salah menyebut nama panggilan saja itu belum cukup untuk membuat Mas Heru terpojok dan mengakui kesalahannya.
Nirmala mengelus rambut putrinya yang sedang bermain boneka-boneka kecil. "Kania, Kania main sama nenek dulu ya. Mama ada kerjaan dulu sama Papa, ya sayang."
***
Nirmala mencoba mencari bukti di rumahnya, ruang kerja Heru, kamarnya, dan tempat-tempat yang sering Heru kunjungi di rumah. Semua sudah Nirmala geledah, tetapi hasilnya nihil. Nirmala lagi-lagi tak menemukan bukti apa pun. Ia menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Nirmala merasa telah terpengaruh dengan pikiran negatifnya. Bisa saja Heru hanya salah menyebut saja bukan berarti dia selingkuh.
“Tapi, ah ....” Nirmala mengusap wajahnya, mengacak rambutnya. Tiba-tiba ia mengangkat kepalanya dan terburu-buru merogoh ponsel di saku bajunya. “Lukman!” gumamnya.
Ditekannya kontak dengan nama itu. Ia meletakan ponselnya di telinga. Tampaknya Nirmala punya rencana lain untuk mencari bukti atas kecurigaan pada suaminya.
Nirmala terus mencoba menghubungi nomor itu. Beberapa kali Nirmala tampak gusar karena tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya ia memilih untuk berhenti melakukan panggilan itu, kemudian bergegas menuju dapur. Nirmala segera menyiapkan makanan untuk dibawa ke kantor suaminya. Pikirannya masih terus berkecamuk. Ia sebetulnya ingin membuang rasa curiga itu, tetapi entah kenapa panggilan Heru dan panggilan perempuan itu pada suaminya sungguh selalu membayangi pikirannya.Ponsel Nirmala berdering. Segera ia meraihnya di atas meja makan. Melihat nama “Lukman” tertera di layar dengan penuh semangat Nirmala segera mengangkat telepon itu.“Ada apa Tante?” ucap seseorang di seberang sana.“Lukman, bisa bantu Tante?”“Bantu apa?”“Ajarkan Tante bagaimana menyadap telepon dan mengetahui posisi sebuah nomor telepon,” ujar Nirmala.
Nirmala bangkit dan mengusap matanya. Ia merasa sudah cukup untuk menangisi semuanya. Ada hal yang lebih penting yang harus ia kerjakan ketimbang meratapi hal ini. "Kak, untuk beberapa hari bisakah aku menitipkan Kania pada kakak?" tanya Nirmala."Silakan, Kakak tidak keberatan. Apa rencanamu?" tanya Kak Nilam."Rasanya aku harus mengumpulkan banyak bukti setelah itu aku harus membicarakannya dengan Mas Heru. Aku tidak ingin gegabah. Aku harus benar-benar bisa membuktikan kalau memang Mas Heru sudah mengkhianatiku. Dan, aku rasa Kania sebaiknya tidak tinggal denganku."Nirmala berusaha kuat menghadapi semua yang menimpanya. Ia akan melewatinya dengan segala yang ia bisa lakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti dari kecurigaannya."Kakak dukung kamu, ingat jangan emosi. Kamu harus tetap tenang dan dulukan logikamu. Jangan lupa pikirkan, Kakak khawatir ada yang salah darimu hingga suamimu berkhianat. Dan
Nirmala selalu mencoba bersikap biasa. Namun pada satu kesempatan, Nirmala enggan bersikap manis di depan Heru, seperti ketika malam itu saat Heru ikut berbaring di sampingnya dan memeluk Nirmala dari belakang. Seketika Nirmala menjauh dan melepaskan diri dari pelukan Heru. Sontak hal itu membuat Heru terkejut."Kenapa sayang?" tanya Heru."Kaget Mas, aku baru saja mau terlelap mimpi ada yang nabrak gitu. Maaf Mas," ucap Nirmala mencari alasan. Heru tersenyum dan meraih tangan Nirmala, tetapi Nirmala menariknya kembali. "Aku lagi haid Mas, maaf."Nirmala membohongi Heru. Tentu saja dia tak ingin berdekatan dengan lelaki yang sedang ia curigai berselingkuh. Wajah Heru menekuk, apa yang dibayangkan pupus sudah."Maaf ya, Mas."Nirmala kembali meminta maaf, akhirnya Heru pun luluh dan mengajak Nirmala segera tidur. Padahal Heru membayangkan malam ini akan menjadi malam milik mereka
Mobil Heru sudah menghilang. Nirmala masih mencoba menguatkan hatinya dengan mengatur napas. Bayangan gelak tawa yang ia lihat antara suaminya dengan perempuan itu terus ada dalam ingatannya seolah menari di pelupuk matanya.Perlahan Nirmala bangkit dan mengendarai kembali sepeda motornya. Kali ini ia kembali menjalankan sepeda motor menuju rumah Kak Nilam.***"Kak, apa salah aku Kak? Mas Heru tega melakukan ini," ujar Nirmala menangis tersedu dalam pelukan Kak Nilam"Sabar Dek, semua belum tentu apa yang kita pikirkan. Apa yang kita lihat belum tentu seperti itu. Kamu harus tenang, itu belum cukup jadi bukti. Apa kamu sudah tanya langsung sama suamimu?"Nirmala menggelengkan kepalanya."Nah, itu. Harusnya kamu coba komunikasikan padanya, jangan asal mengambil kesimpulan. Setidaknya jika memang benar seperti yang kamu pikirkan kamu tetap dapat pahala dari sabar dan tidak
"Kenapa Pa, kok kayak kaget gitu?" tanya Nirmala pada Heru"Enggak, biasa saja. Perasaan kamu saja kali, ayo masuk. Aku cuci tangan dulu."Nirmala tak membahas lagi, karena ia yakin hanya akan ada kebohongan dari suaminya. Heru mengajak Nirmala dan Kania masuk ke dalam rumah, lalu ia mengikuti kedua perempuan yang mengisi hatinya itu."Papa, Papa kenapa?" tanya Kania."Nggak apa-apa sayang, kok kamu tanya gitu?" heran Heru."Mama nangis terus di rumah Bude."Mendengar ucapan Kania, Heru menoleh ke arah Nirmala yang tengah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. "Kania main sendiri dulu ya," ucap Heru.Anak kecil itu hanya mengangguk dan kembali asyik dengan berbagai jenis mainan di depan televisi yang menyala.Heru berjalan menghampiri Nirmala. Nirmala dibuat terkejut ketika ada tangan yang melingkar di pinggangny
Nirmala mengambil ponselnya lalu memotret pemandangan di depan matanya, Heru semakin gusar ia bergegas menghampiri Nirmala, dengan segera Nirmala berlari dan kembali masuk dalam taksi onlinenya, belum sempat Heru mengejar perempuan itu menghentikan langkahnya."Biarkan dia pergi, jangan susul dia."Heru mengikuti ucapan perempuan itu. Ia mengehentikan langkahnya, membiarkan Nirmala pergi dalam keadaan terluka sungguh ia tak pernah menyangka Nirmala akan mengikutinya.Di dalam taksi Nirmala mencoba menahan rasa sakitnya, ia berusaha untuk tak mengeluarkan air mata terlebih di depan Kania. Taksi online akan membawanya ke rumah Kak Nilam, Nirmala memeluk erat putri kesayangannya. Berharap Kania tak melihatnya menangis, dada Nirmala terasa sesak, rasanya dunia seakan runtuh. Bagaimana tidak melihat orang yang dicintai tengah bergelayut mesra dengan perempuan lain.Nirmala mengusap matanya sayang air matanya terus meluncur deras, kebohongan demi kebohong
"Ibu sudah dengar semuanya"Nirmala dan Kak Nilam mengarahkan pandangan pada sumber suara. Keduanya nampak terkejut mendapati Ibu sudah berdiri di belakang mereka."Ibu..." Lirih NirmalaIbu berjalan menghampiri Nirmala dan Nilam, keduanya bangkit menyambut ibu dengan hangat. Entah sejak kapan perempuan paruh baya itu datang, ibu duduk diantara Nirmala dan Nilam.Pandangan ibu datar ke depan, hatinya terasa sakit ketika mendengar cerita Nirmala. Benar yang Nirmala takutkan, ada rasa penyesalan dalam diri ibu yang telah meminta Nirmala menerima lamaran Pak Sudibyo kala itu. Jika tahu akan seperti ini mungkin ibu tak akan menerimanya.***"Saya bermaksud untuk melamar anak ibu untuk anak saya Heru Sudibyo. Dia seorang duda pernikahan terdahulunya hanya bertahan kurang dari enam bulan. Istrinya tak tahan karena ibunya tak menyukainya hingga melakukan gugatan cerai dan sudah sah bercerai lima bulan yang lalu. Jika bersedia nanti kami akan mengajak a
"Kenapa Mas? Kamu mau marah iya?" bentak NirmalaKali ini Nirmala tak bisa bersikap manis dan menganggap semua baik-baik saja, Nirmala tak ingin terlihat lemah di hadapan Heru yang telah menyakitinya, menyakiti hati ibu dan bapaknya terlebih menyakiti hati anaknya, Kania."Kalau aku marah terus kamu mau apa? Hah,""Aku mau kita cerai," ucap Nirmala mantap"Hahaha... Kamu pikir aku akan menceraikan kamu begitu saja, tidak Nirmala aku ini mencintaimu sungguh sangat mencintaimu. Aku..""Hentikan semua kata cinta itu Mas, aku jijik mendengarnya. Apa Mas pikir aku masih percaya dengan rayuan itu. Shitt... Itu nggak sama sekali."Nirmala meninggalkan Heru sendiri, ia masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia tutup seluruh tubuhnya dengan selimut untuk menutupi tangisannya yang pecah.Bayangan Nirmala bermain pada masa-masa yang telah ia lewati bersama Heru tak pernah sedikit pun Heru menyakitinya, ia