Home / Rumah Tangga / Salah Sebut Nama / Bab 3 Dewi Bertamu

Share

Bab 3 Dewi Bertamu

Author: Dinara L.A
last update Last Updated: 2022-03-31 15:02:39

Selamat Membaca.

Bab 3 Dewi Bertamu

Deg, detak jantung Kanaya seolah berhenti sejenak. Hatinya sekarang begitu sensitif setiap kali mendengar nama Dewi.

“Bi, orangnya cantik enggak?” tanya Kanaya spontan.

“Eu … Nyonya lihat saja langsung, ya!” Sepertinya Darmi tidak mau berpendapat.

Setelah kemarin Elang sebut nama Dewi, tiba-tiba hari ini ada seorang perempuan bernama Dewi datang mencari Kanaya. Tentu saja hal ini membuat pikirannya travelling jauh. Sehingga memunculkan beberapa pertanyaan dan asumsi.

Apa arti dari semua ini? Apa Elang benar selingkuh? Apa Dewi nama perempuan yang sering ditidurinya? Lantas mau apa si gundik sampai datang ke rumahnya? Jangan-jangan hamil dan hendak meminta pertanggungjawaban.

Daripada menerka-nerka, Kanaya gegas menemui tamu tak diundangnya. Darmi langsung mengekor. Sesampai di teras mata Kanaya melebar, sontak tubuhnya terlonjak ke belakang.

“Bi, apa ini perempuan yang namanya Dewi?”

“Iya, Nyonya.”

“Iya, Bu. Perkenalkan saya, Dewi. Ini pasti Bu Kanaya, ya?” tanyanya antusias.

“Silakan masuk,” ajak Nyonya rumah agak ragu.

“Terima kasih.”

Kilatan amarah di kedua bola mata Kanaya berangsur meredup. Sebab ternyata tak seperti yang dibayangkan. Sosok perempuan di hadapannya adalah seorang wanita lima puluh tahunan yang jauh dari kategoti cantik. Bukan maksud merendahkan atau lainnya, penampilan Dewi juga sedikit lusuh jauh dari kata modis itu tidak mungkin selingkuhan Elang.

Mereka sudah duduk di kursi ruang tamu.

“Maaf, ada keperluan apa?” tanya Kanaya.

“Katanya Ibu tidak enak badan, ya? Kapan saya bisa mulai?”

“Maksudnya?” Dahi Kanaya mengernyit.

“Loh, kata mbak Silvi, Bu Kanaya ini mau dipijat. Makanya saya diminta datang ke sini,” jelas Dewi.

“Oh, ya ampun! Jadi kamu orang kiriman Silvi?”

“Iya betul, Bu.”

“Astaga!”

Kanaya lupa kalau beberapa jam lalu, ia sempat menelepon Silvi-sahabatnya. Ia menceritakan tubuhnya yang sakit dan ingin sekali dipijat. Namun tidak tahu jasa pijat mana yang benar-benar bisa membuat nyaman, selain pijatan di tempat spa langganannya. Lalu Silvi merekomendasikan jasa pijat yang sudah sangat ia kenal.

Drett … ponsel bergetar dalam saku baju Kanaya. Nama kontak Silvi terpampang di layar. Segera Kanaya menggeser ikon hijau.

“Hallo Nay,” sapa Silvi dengan panggilan kesayangan kepada sang sahabat.

“Iya, Vi.”

“Itu bi Dewi sudah sampai rumah lu, belum?”

“Oh, baru saja sampai.”

“Ya sudah. Bilang saja pada dia, bagian mana saja badan lu yang terasa enggak enak. Dijamin pijatannya bikin nagih.”

“Ok. Teri--”

Tut … sambungan pun diputus sepihak.

“Kebiasaan deh, kalau telepon enggak pernah salam, enggak pernah pamit,” dengkus Kanaya. Padahal dia sendiri seperti itu kalau menelepon temannya.

“Bagaimana Bu, jadi tidak dipijatnya?”

“Oh, jadi-jadi. Tunggu sebentar, saya mau siapkan tempatnya dulu.”

“Baik, Bu.”

Kanaya meminta tolong Darmi untuk menyiapkan alas pijat di salah satu ruangan lantai dua. Selang beberapa menit Dewi pun dipersilakan untuk memulai pijatannya.

“Bi, enak banget pijatannya. Sudah berapa lama jadi tukang pijat?” tanya Kanaya dengan posisi tengkurap. Menikmati bagian punggungnya yang diurut-urut dengan minyak zaitun.

“Wah, saya mah sudah sejak kecil,” jawab Dewi dengan logat sundanya.

“Sejak kecil?”

“Iya. Soalnya ilmu pijatnya itu sudah turun temurun dari kakek buyut gitu.”

“Memangnya Bi Dewi asli orang mana?”

“Jampang Kulon, Bu.”

“Jampang Kulon itu dimana, Bi?”

“Di kabupaten Sukabumi. Popkoknya jauhlah, Bu.”

“Oh, begitu.”

“Wah, jujur baru kali ini saya memijat orang yang punggungnya sebagus dan semulus ibu,” decak kagum Dewi.

“Masa?”

“Serius, Bu. Suami Ibu pasti bangga punya istri secantik dan sebagus ini badannya.”

“Bi Dewi ini bisa saja.”

Meski Kanaya tidak tahu apa yang dikatakan tukang pijat itu benar atau hanya sekadar menghibur, yang jelas hatinya senang mendapat pujian tersebut. Kepercayaan dirinya kembali sebagai seorang istri yang tak mungkin diduakan.

Kurang apa coba aku ini? Batinnya.

Selama proses memijat, keduanya terus mengobrol. Kanaya yang ramah dan Dewi juga yang mudah akrab membuat keduanya tidak kehabisan bahan obrolan.

Selesai dipijat Kanaya merasakan tubuhnya benar-benar menjadi rileks. Pikirannya sudah tidak macam-macam lagi. Mood baik Kanaya sudah kembali.

**

“Elang lagi apa, ya? Apa dia sudah makan siang?” gumam Kanaya.

Ia pun memutuskan untuk menghubungi suaminya itu.

“Hallo Mas,” sapanya setelah tersambung via telepon.

“Iya, Ay. Ada apa?”

“Enggak. Aku kangen saja sama kamu.”

“Oh.”

“Kok, cuma ‘oh’ saja?” protes Kanaya merasa tidak direspon balik.

“Maaf Ay, aku benar-benar lagi sibuk.”

“Sibuk apa sibuk? Ini kan jam istirahat?” sinis Kanaya yang hatinya jadi mudah cemburu gara-gara suami sebut nama ‘Dewi’ kala itu.

“Serius Ay. Aku sibuk membuat laporan, bahkan aku belum makan siang.”

“Loh, kenapa enggak makan siang saja dulu? Kan bisa nanti dilanjut buat laporannya.”

“Tidak bisa. Laporannya sudah ditunggu Bos. Harus diselesaikan secepatnya. Kalau begitu sudah dulu, ya! Dadah Sayang.” Elang mengakhiri panggilan begitu saja.

Kanaya memberengut karena kesal.

“Punya bos gitu amat. Seenaknya saja nyuruh beresin laporan sampai suamiku enggak sempat makan. Bos macam apa coba? Ish dasar!” Dia mendumbel sendiri.

“Nyonya, ini jus jeruknya.” Darmi berujar sambil mengulurkan segelas jus.

“Wah, seger banget nih kayaknya. Makasih, Bi.”

“Iya, Nyonya.”

Darmi tidak langsung undur diri. Ia sejenak memerhatikan leher majikannya yang terbuka. Namun tak pernah dilihatnya kalung baru yang pernah Dirman ceritakan. Kanaya masih saja memakai kalung lamanya.

Kok, Nyonya tidak ganti-ganti kalung ya? Padahal saya penasaran kalung yang diceritakan Dirman secantik dan semewah apa. Kata hati Darmi.

“Bi, ada apa?” Kanaya mengangkat alis sebelah saat merasa Darmi memerhatikannya.

“Oh, tidak Nyonya. Permisi,” pamit Darmi segera.

“Aneh? Bodo ah,” gumam Kanaya tidak mau ambil pusing.

Ia segera menyeruput jus jeruk hingga tersisa setengah gelas. Hawa panas hari ini benar-benar membuat dahaga.

**

Sore hari, Kanaya memutuskan untuk bersantai di ayunan rotan yang ada di balkon kamar sambil memainkan ponsel. Sedangkan kedua putrinya tengah asik menonton TV di lantai bawah.

Rasa bersalahnya karena kemarin tidak menyelesaikan apa yang diinginkan Elang, membuat Kanaya merindu. Iseng ia melakukan video call kepada kontak bernama My husband. Ternyata panggilan videonya langsung diangkat.

Layar kamera memperlihatkan wajah tampan sang suami dengan rahangnya yang tegas. Mata Elang memicing mempertanyakan kenapa tiba-tiba istrinya menghubungi. Video call-an pula. Padahal sebentar lagi juga sudah jadwalnya pulang kantor.

“Hi, Mas.” Kanaya melambaikan tangan.

“Ada apa, Ay? Tumben.”

“Kangen,” rengeknya manja.

“Ekhm, bohong ah!”

“Serius.”

“Kemarin saja sampai tega ninggalin aku di bathtub,” cebik Elang seperti dendam.

“Ih, Mas. Masih ingat saja.”

“Iyalah. Mana mungkin lupa.”

“Aku minta maaf, Mas. Kan moodku yang mendadak ambyar.”

“Ok, dimaafkan. Asal ada syaratnya.”

“Apa?”

“Nanti sepulang kerja, temenin lagi aku mandi.” Elang menaik turunkan Alisnya yang datar nan pekat.

Kanaya mengangguk cepat seraya tersenyum lebar. Membuat Elang semakin tak sabar ingin segera pulang.

Di layar kamera terdengar ada yang mengetuk pintu ruangan Elang.

“Iya, masuk!” titah Elang.

Rupanya sekretaris Elang yang bernama Wulan muncul. Kanaya pun sudah mengenalnya karena pernah beberapa kali bertemu sewaktu acara kantor. Ya, Elang memang selalu mengajak serta istrinya hampir di setiap acara yang diselenggarakan tempat kerjanya. Seperti acara libur tahunan, acara ulang tahun perusahaan, acara syukuran atas pencapaian prestasi, bahkan acara hajatan rekan-rekan kerja Elang.

Tentu saja Elang senantiasa berbangga hati setiap mengenalkan istrinya ke khalayak ramai. Sehingga sosok Kanaya begitu familiar di kalangan orang-orang kantor.

“Maaf Pak, mengganggu. Bu Dewi sudah datang,” lapornya.

“Sudah datang?”

“Iya, Pak.”

“Aduh!” Elang terlihat panik.

Semua percakapan Elang dan Wulan jelas terdengar dan terlihat juga oleh Kanaya.

“Mas, Bu Dewi siapa?” tanya Kanaya dengan nada tak biasa.

“Ay, maaf. Sudah dulu, ya! Aku ada meeting dadakan,” pamit Elang buru-buru.

“Tapi—"

Tut … belum sempat Kanaya melanjutkan ucapannya, Elang sudah main putus saja video call-nya.

***

Jangan lupa follow ya..agar tidak ketinggalan ceritanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Salah Sebut Nama   Bab 75 Akhir Yang Bahagia

    SSN 75Semua berjalan sebagaimana mestinya. Akhirnya setelah melewati rasa perih pengkhianatan Kanaya bisa menemukan kebahagiaan lagi. Bersama Bima, ia merasa hidup berjalan normal. Meski yang namanya rumah tangga tidak lepas dari ujian. Hanya saja, selama ujian itu bukan kehadiran wanita lain, Kanaya akan selalu sanggup menjalaninya."Happy birthday to you, happy birthday Narain "Lagu ulang tahun mengantarkan Narain untuk meniup lilin dengan angka 5. Ya, buah hati Bima dan Kanaya tidak terasa sudah berusia lima tahun. Acara ulang tahun diselenggarakan sederhana. Hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat saja."Ayo sekarang potong kuenya!" Ucap Anna.Kanaya lekas membantu memotongkan."Suapan pertama buat siapa, Dek?" tanya Alya."Buat Ayah.""Kok, nggak buat mama dulu?""Ayah dulu. Mama itu suka celewet, kadang galak.""Ih, kok Rain gitu sama mama," protes Kanaya."Haha ...." Orang-orang malah nertawain Kanaya."Anak ayah yang Soleh, kue pertama harus buat mama ya. Soalnya mama lah

  • Salah Sebut Nama   Bab 74 Posesif

    “Iya istriku, katakan saja hal apa yang sudah membuatmu marah, agar saya bisa memeprbaikinya.” “Ok. Pertama kamu kegatelan sama cewek muda waktu di taman. Alya sudah cerita semuanya. Bahkan kamu mau kasih nomer kan sama tuh cewek? Untung saja kamu enggak hapal. Coba kalau hapal, pasti sudah berkirim pesan sekarang juga.” “Cinta, kamu cemburu?” “Ini bukan perkara cemburu, Bim. Kamu sudah jelas suka dengan daun muda,” sengit Kanaya. “Eh Cinta, dengarkan dulu. Siapa bilang saya tidak hapal nomer Hp sendiri? Ya hapalah. Untuk apa coba saya pura-pura bilang enggak hapal? Itu karena saya sangat menjaga hati. Lagian buat apa juga tertarik sama bocah? Cantikan mama-nya Narain lah.” “Ehm … udah jangan bohong. Ngaku saja!” Bima pun menyebutkan nomer Hp-nya dan benar saja dia hapal, malah sangat hapal. Berarti alasan bilang tidak hapal memang karena tidak mau saja kasih nomer kepada cewek itu. “Gimana, masih mau bilang saya kegatelan? Emang benar sih, saya tuh udah gatel banget. Yang di ba

  • Salah Sebut Nama   Bab 73 Cemburu Sangat

    SSN-73Setelah mencoba mengingat, Bima tak kunjung menemukan kesalahannya sendiri. Pria kadang memang tidak peka.“Aduh, mama kalian tuh emang suka mendadak kayak gitu. Ayah jadi bingung.”“Ayo susul mama, Yah!” saran Alya.“Iya nanti saja. Sekarang tanggung, Ayah laper.”Mereka kembali melanjutkan aktifitas sarapannya dan tak lama Alya yang memang sudah sarapan sejak tadi merasa kenyang.“Aku dah selesai. Duluan ya Kak, Yah,” izin Alya.“Sayang tunggu, Ayah boleh minta tolong?”“Apa itu?”“Bawain sarapan buat mama. Mama pasti masih lapar. Kan tadi berhenti gara-gara marah sama ayah.”“Ok.”Alya segera membawa sepiring sarapan dan mencari mamanya. Ternyata Kanaya sedang duduk di balkon lantai dua.“Hey Mah.”“Bawa apa Sayang?”“Sarapan. Kata ayah, Mama harus sarapan banyak. Kan netein adek Narain.”“Terima kasih, Sayang.”Kanaya yang memang lapar langsung mengambil alih piring dari tangan Alya. Alya ikut menemani dengan duduk di samping mamanya.“Mah, tadi waktu jogging

  • Salah Sebut Nama   Bab 72 Selalu Ada

    Setelah baby Narain terbangun oleh suara bebek mainan, ia enggan terlelap lagi. Kanaya sampai terus nguap-nguap dan matanya berair menahan ngantuk.“Ya, udah tidur saja.”“Kan Narain belum bobo.”“Tidak apa-apa, biar saya yang jagain. Mungkin ia juga kangen, pengen gadang sama ayahnya.”“Enggak ah, aku juga mau di sini saja nemenin kamu.”Bima terus mengajak main anaknya. Sesekali ia pun menguap, tetapi terus ditahannya. Bima gegas membuat secangkir kopi untuk mengusir rasa kantuknya. Sekembali membuat kopi, rupanya Kanaya yang menunggu Narain sudah tertidur.“Mamanya sudah bobo ya? Tunggu, ayah minum dulu kopinya. Eum ….” Bima menghirup aromanya. Lalu ia seruput sedikit demi sedikit. Perlahan kantuknya pun hilang.Narain sama sekali tak rewel. Ia begitu asik bermain malam-malam bersama sang ayah. Tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka 12. Berbagai nyanyian, solawat, doa-doa, tepuk-tepuk sampai ngoceh apa aja Bima lakuin agar si Buah hati tidur kembali. Usahanya tidak sia-s

  • Salah Sebut Nama   Bab 71 Baby Narain

    Kanaya sulit terpejam. Ia terus menatap suami yang sudah terlelap kurang dari dua jam lamanya. Suami yang ditatap menggeliat. Kanaya menoleh pada jam yang nongkrong di meja samping bed. “Jam 00.00?” gumamnya. Biasanya di jam ini, Bima akan terbangun untuk buang air kecil. Mendadak Kanaya ingin memberi sedikit pelajaran dengan mengerjainya. Ia buru-buru bersembunyi di walk-in closet. “Ya ….” Terdengar Bima memanggil. Tidak lama terdengar juga langkahnya yang ke sana ke mari mencari. Lalu langkahnya kian menjauh dari ruang kamar. Kanaya keluar dari walk-in closet pelan-pelan. Ia mengintip dan mengendap seperti maling untuk menyaksikan kepanikan Bima di luar kamar. Tampak Bima berlari-lari kecil dari ruang ke ruang lainnya. Kanaya cekikikan sendiri sambil ditangkupnya mulut agar tidak kelepasan tertawa. Suaminya terdengar berteriak, untung saja anak-anak tidak terbangun. Lalu menyalakan semua lampu penerangan, terlihat napasnya terengah-engah. Raut penyesalan tampak jelas tergambar.

  • Salah Sebut Nama   Bab 70 Yaya Marah

    Bima menjemput Anna pulang sekolah. Sepanjang perjalanan ada yang dirasakan berbeda dalam diri Anna. Tak seperti biasanya mengoceh dan bercerita tentang harinya yang menyenangkan ataupun sebaliknya.“Ann, kamu kenapa?”“Tidak apa-apa.”“Tidak mau cerita sama Ayah?”“Tidak.”Suasana hening kembali sampai tiba di istina mereka. Kanaya sudah menyambut kepulangan putri sululungnya. Sementara Alya sudah lebih dahulu pulang.Anna masuk rumah begitu saja tanpa salam. Bahkan mamanya yang di ambang pintu ia lewati begitu saja. Ia pun langsung naik ke lantai dua dan terdengar membanting pintu kamar. “Bim, kenapa Anna?”“Anna tidak mau cerita.”“Apa Anna punya pacar?” selidik Bima. Meski mereka terbilang akrab, tetapi untuk urusan cinta, Anna enggan membagi kepada ayah sambungnya.“Iya. Dia jadian sama anak yang bernama Rangga itu, lho.”“Oh.”Kanaya sudah paham, walau suaminya hanya bilang ‘oh’, ia pasti akan melakukan sesuatu.“Aku mau temui Anna dulu, ya!”“Iya. Saya juga mau

  • Salah Sebut Nama   Bab 69 Rahasia Besar Wirawan

    Bima membawa istri untuk memeriksakan kehamilannya kembali. Sekalian mereka mau konsul tentang rencana babymoon-nya. Hasil pemeriksaan sejauh ini baik-baik saja, tetapi Indra sebagai dokter menyarankan agar mereka berangkat babymoon sekitar dua mingguan lagi. Untuk melihat sejauh mana kondisi Kanaya yang baru saja melewati fase mual muntah. Selagi ada waktu dua minggu, pasangan suami istri tersebut mempersiapkan segalanya. Mereka juga membujuk Anna dan Alya agar mau ditinggal selama seminggu. Bukan hal yang mudah tentunya, mengingat putri-putri Kanaya tidak pernah ditinggal lama. Akhirnya mereka semua mencapai mupakat setelah berdiskusi alot. Anna dan Alya mengizinkan hanya untuk lima hari. Destinasinya hanya Lombok, tidak boleh keliling ke tempat lain. Karena kalau keliling, mereka harus ikut turut serta. Setiap hari mereka juga harus video call untuk saling mengabari. Selama Bima dan Kanaya pergi, Mira juga diminta untuk menginap.** Wirawan sudah terlihat sangat sehat dan s

  • Salah Sebut Nama   Bab 68 Stok Sabar

    Depresi Kamila tidak kunjung membaik. Mira memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa karena kewalahan. Di rumah sakit, keadaan Kamila lebih terkontrol dan stabil. Sesekali ia mengunjungi Kanaya dan cucu-cucunya.“Nay, kenapa kamu jadi malas mandi begini sih?”“Enggak tahu, Bu. Rasanya mual kalau masuk kamar mandi itu.”“Padahal dulu waktu hamil Alya, kamu tuh rajin banget mandi. Sampai sehari lima kali, lho.”“Oh iya, hehe.”“Iya, Bu. Naya malas mandi tuh. Deket-deket saya juga, dia tidak mau,” timbrung Bima yang baru muncul.“Emang begitu Nak Bima bawaan orang hamil itu beda-beda. Yang sabar ya!”“Iya, Bu. Pasti.”“Tahu ah, kamu acara ngadu segala sama ibu,” ketus Kanaya.“Ya tak apa-apa Nay. Ibu malah senang kalau Nak Bima itu bisa akrab sama ibu. Lagian kamu juga aneh, justru lagi hamil itu harus deket-deket sama suami. Kamu juga dulu waktu hamil Anna, nempel banget sama suami. Sampai suamimu kamu larang masuk kantor. Jauh sedikit saja, kamu merajuk,” tutur Mira panjang tanpa sada

  • Salah Sebut Nama   Bab 67 Ngidam

    “Wah selamat, bentar lagi jadi dady, nih.”“Ngapain gue ganti nama jadi Dedi?”“Haha, enggak lucu lu!”“Engga lucu, ketawa.”“Haha … aduh Nyonya Anggara terima kasih banget karena Anda, hidup sahabat saya jadi berwarna. Padahal dulu hidupnya lempeng aja, mana bisa dia guyon.”“Begitulah. Waktu pertama kali bertemu juga, dia itu songong dan arogan.”“Eit, malah gunjingin suami,” seloroh Bima.“Hehe,” kekeh Kanaya.“Jadi beneran kan istri gue hamil?” ulang Bima memastikan lagi.“Beneran lah, masih aja lu nanya.”“Ya Tuhan, terima kasih.”Bima menangkup kedua pipi istri dengan gemas dan menghujaninya dengan kecupan.“Eh, eh, tolong kondisikan Pak Bima Anggara. Istri saya kebetulan lagi di LN, masih lama pulangnya,” sewot Indra.“Itu derita lu.”“Tega bener.”“Oya Dok, soal hubungan badan di trisemester pertama ini bagaimana?” tanya Kanaya.“Berhubung keadaan ibu dan janin sehat, jadi masih bisa dilakukan. Amanlah. Malah bisa menambah booster buat ibunya.”“Nambah booste

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status