Kedua orang itu terjungkal ke depan, namun untungnya tidak mengalami luka yang serius. Hanya saja hati keduanya masih merasa sangat deg-degan saat ini ketika barusan akan menabrak penjual bakso keliling yang ingin menyebrang.
Rayyan langsung menoleh dan melihat keadaan Anin. Perempuan itu pun sama-sama mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Rayyan. Memastikan pria itu tidak kenapa-kenapa.
“Rayyan, kamu gapapa?” tanya Anin, lirih.
“Turun!”
Masih merasa deg-degan membuat Anin belum jelas mendengar perintah dari Rayyan. Perempuan itu hanya bisa menatap kepergian Rayyan yang keluar mobil dengan keadaan emosi. Bahkan Rayyan tidak segan-segan membanting pintu mobil sampai kedua kali seperti ini.
Tidak ingin membuat Rayyan semakin marah, buru-buru Anin segera bergegas turun dan berjalan menghampiri Rayyan yang tengah berbicara dengan penjual bakso keliling itu. Untungnya tidak ada luka dan kerugian yang terjadi karena Rayyan lebih memilih menabrakan mobilnya ke bahu jalan.
Urusan dengan bapak penjual bakso itu selesai. Rayyan langsung mengusap wajahnya frustasi dan berteriak kencang. “Aaaaarrrgggg! Ini semua gara-gara kamu!”
Anin melongo tidak percaya. Hal yang barusan terjadi kepada mereka berdua ditimpahkan kepadanya? Justru barusan ia yang menjerit dan memberitahukan kepada pria itu. Dan, kenapa seolah-olah masalah yang terjadi atas ulahnya?
“Andai kamu tidak membuatku pusing hari ini pasti kejadian ini tidak akan terjadi!” makinya kembali.
“Ta—“
“Sudahlah! Dan soal kamu yang bilang hamil itu aku tidak percaya jika dia anakku!” sangkal Rayyan, sangsi.
Anin melongo kembali. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan kekasihnya ini yang tidak mau mengakui hasil perbuatannya.
“Tapi kita berdua melakukannya, Rayyan. Bahkan sering.”
“Kita melakukan itu sudah lama, Nin. Bahkan sudah sebulan yang lalu, dan aku pakai pengaman saat itu. Kenapa kamu sekarang tiba-tiba hamil? Kenapa saat aku tidak menggunakan pengaman tidak hamil? Kamu melakukan dengan siapa selain sama aku, hah? Jujur, Nin!” desak Rayyan, frustasi.
“Apa? Kamu menuduhku melakukan ini sama pria lain?”
“Ya, tidak mungkin anak yang dikandung kamu itu anakku. Jelas-jelas aku pakai pengaman. Tuntutlah Ayah biologis anak itu, dan aku yakin jika itu bukan anakku. Pasti sebulan ini kamu ada main sama pria lain.”
“Aku tidak semurah itu, Rayyan!” pekik Anin, kecewa. “Aku hanya melakukan denganmu. Kamu yang mengambil semuanya dariku. Kesucianku. Ciuman pertamaku. Dan, sekarang aku hamil anak kamu!”
Rayyan menggeleng tidak setuju. Menyangkal jika yang diucapkan oleh Anin itu hanya kebohongan semata.
“Memang aku yang mengambil kesucianmu, namun bukan berarti aku yang menghamilimu saat ini. Kamu tahu sendiri saat ini aku sedang menghadapi skripsi. Dan, aku tidak mau gagal karena harus menikah denganmu. Aku belum siap jadi bapak. Lagian cita-cita dan masa depanku masih panjang. Aku tidak mau menikah muda yang membuat pikiran dan otakku stress nanti.”
“Enak sekali kamu berbicara seperti itu, hah! Lalu bagaimana nasibku yang sudah semester enam ini. Usia kehamilan ini pasti akan menambah hingga membuat perutku akan terus membuncit. Apa kata orang-orang dan mahasiswa yang melihatku hamil tanpa suami, hah! Terlebih kedua orangtuaku yang tengah mencalonkan diri sebagai pemimpin pejabat di salah satu daerah pulau Jawa pasti akan merasa malu dan syok jika tahu hal ini. Apa kamu tidak berpikir sampai ke sana, hah?!”
Rayyan langsung mengusap wajahnya sekali lagi. Pikirannya benar-benar buntu saat ini karena sudah stress dengan skripsi yang tengah dijalaninya. Apalagi harus menikah muda itu tidak termasuk dalam kategori agendanya. Tidak ada sama sekali.
Sambil memejamkan mata kuat, Rayyan langsung memberikan ide terbaiknya untuk masalah ini agar tidak membuat kedua belah keluarga merasakan malu. Terlebih kedua orangtua Anin yang tengah mencalonkan diri di daerah, dan keluarganya yang berasal dari kalangan selebriti tanah air.
“Kalau begitu gugurkan anak itu sebelum semua orang lain tahu apalagi jangan sampai bocor ke wartawan.”
Anin melongo tidak percaya dan menduga dengan ide gila dari Rayyan. Ia pikir jika Rayyan itu adalah pria bertanggung jawab dan dewasa seperti kata kedua orangtuanya yang selalu menyanjung-nyanjung di berita infotaiment. Nyatanya? Dia hanya pria berengsek yang hanya memikirkan kenikmatan saja tanpa mau mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuatnya.
"Dasar berengsek! Picik sekali kamu, Rayyan!" maki Anin, emosi.
"Enggak usah munafik, Nin! Kita berdua masih muda dan jumlah follower kita banyak! Kalau mereka tahu kamu hamil pasti reputasimu hancur sebagai selebgram! Jadi gugurkan saja anak itu, dan kita berdua bebas dari masalah ini."
"Dasar biadab! Aku bersumpah akan menghancurkanmu, Rayyan Hardikusuma!"
Kediaman keluarga Sastrowidjojo tengah pusing dengan anak sulung mereka yang tidak mau menikah diusia yang sudah menginjak kepala tiga itu. Apalagi jika dibujuk dan dijodohkan dengan anak-anak rekan bisnisnya selalu saja gagal dengan dalih tidak cocok.“Mau sampai kapan melajang terus?”“Sampai bertemu dengan pasangan yang pas dan cocok.”“Halah! Gimana mau ketemu yang pas dan cocok kalau setiap disuruh kencan saja kamu banyak alasan. Ibu itu pusing lho, Res.”“Sudah lah, Bu. Tidak usah dibikin pusing apalagi mumet. Jalani saja seperti air mengalir.”“Mulutmu kui ngomong enak banget. Ora isin mbe adikmu, heh,” omel Sekar—Ibunda dari pria bernama Antares ini. “Nadia anake wis loro. Cepetan nyusul toh, Le,” desaknya lagi. dengan khas logat jawanya.“Iya, Bu, iya. Besok Ares nyusul kalau enggak kesiangan.”“Kamu ini kalau dibilangin suka ngeye
Setelah menolak ide gila dari Rayyan membuat Anin merasa bimbang. Pasalnya, pria yang dicintainya itu tetap keukeh tidak mau bertanggung jawab dan terus memberikan usulan ide untuk menggugurkan kandungan.Anin yang sudah merasa berdosa karena melakukan itu di luar ikatan suci pernikahan saja membuat hidupnya terasa tidak tenang. Dan, ini akan ditambah dengan menggugurkan janin yang tidak bersalah ini?Mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya membuat Anin segera bergegas keluar dan ingin mengatakan hal jujur ini kepada Papa dan Mama-nya. Anin hanya butuh dukungan untuk mempertahankan janin dalam kandungannya meski Rayyan tidak menginginkan anak ini ada.Ceklek.Belum sempat keluar kamar Anin sudah disuguhkan pertengkaran kedua orangtuanya di sana. Papa-nya selalu marah jika sang mama tidak bisa mengurusi segala yang diinginkannya itu. Dari celah pintu, Anin melihat sang papa menampar mamanya dengan keras.PLAK.“Istri tidak tahu dir
Anin terkejut mendapat tamparan dari sang papa. Bahkan sang mama hanya menangis saja sambil memeluknya erat.“Anin, apa itu benar, Nak?” tanya Rosa, memastikan.Anin mengangguk sambil menitikan air matanya.Budi langsung mengusap wajah frustrasi. Kedua tangannya langsung bertolak pinggang dan menatap sengit ke arah Anin. “Siapa yang melakukannya? Rayyan, hah?!”“Iya, Pa.”“Shit! Kamu tahu sendiri kalau Papa itu lagi nyalon pemimpin daerah, kan? Kenapa kamu membuat skandal seperti ini, hah! Memangnya kalian tidak menggunakan pengaman? Kenapa bisa sampai hamil, Anin! Kalau semua orang dan wartawan tahu soal kehamilan kamu ini. Bisa-bisa reputasi Papa yang sudah dibangun susah payah akan lenyap begitu saja. Mereka akan berpikir kalau Papa tidak bisa mendidik anak dengan baik. Kamu tahu sendiri jika Papa dan Mama ini sudah terkenal sangat merakyat. Ramah tamah, dan peduli kepada kondisi rakyat. Sekarang kamu ma
Anin merasakan jika tubuhnya dipeluk dari belakang. Bahkan aroma maskulin kian begitu menyeruak di indra penciumannya. Anin menangis terisak dan terus meronta-ronta agar tubuhnya dilepaskan.“Lepas,” pintanya lirih.“Enggak, Mbak. Jangan bunuh diri seperti ini. Dosa, Mbak.”Anin tertawa terbahak-bahak mendengar kata ‘dosa’ yang terlontar dari bibir pria itu. Baginya, dosa itu sudah menjadi teman hidupnya sehari-hari selama ini. Apalagi ia hamil di luar nikah yang membuat semua orang terdekatnya melihat jijik dan murka.“Saya hanya manusia penuh dosa memang kenapa? Jadi tidak ada gunanya lagi jika saya melakukan dosa yang kesekian kalinya. Lagipula dosa itu teman saya. Saya hamil di luar nikah. Dan, pacar saya tidak mau bertanggung jawab sama anak ini. Jadi, untuk apa saya hidup yang akan membuat kedua orangtua saya malu nantinya. Lebih baik saya mati dan membuat mereka bahagia.”“Astagfirullah,
Akhirnya Anin pun mengiyakan tawaran pria itu untuk ikut pulang ke apartemen. Lagipula sudah malam begini ia akan pergi ke mana lagi? Tidak mungkin tidur di emperan toko. Akan sangat bahaya bagi dirinya yang seorang perempuan.Selama perjalanan menuju ke apartemen tidak ada obrolan yang tercipta. Semuanya diam dengan pikiran masing-masing hingga akhirnya sampai di sebuah apartemen kelas menengah ke atas.Anin melihat bangunan dan menilai jika pria yang bersamanya bukanlah orang biasa. Pasti pria itu banyak uang kalau dilihat dari tempat tinggalnya ini.Tepat sampai di lantai 10 nomor 24, Anin memasuki apartemen pria itu dengan perasaan takut, namun sedikit lega.“Mbak, duduk dulu. Saya buatkan minum.”“Tidak usah,” tolak Anin cepat.“Tapi—““Saya tidak haus.”Pria itu mengangguk—m
Di saat sedang terbengong, Anin merasa terkejut kala pintu kamarnya didorong dari luar yang membuatnya melangkah mundur.Kedua perempuan itu saling bersitatap bingung dan Nadia—adik Ares mulai mengenali sedikit wajah dari perempuan di depannya itu.“Lo ini pacarnya Rayyan, kan? Anak dari pemain sinetron yang lagi ngehits itu. Lo ngapain di sini? Terus ngapain lo ada di apartemen kakak gue?”Anin diam, ia bingung harus menjawab apa. Tak lama datang perempuan satu lagi yang membuat dia terkejut melongo.“Ini si Anindya Kemala pacarnya Rayyan, kan?” kata perempuan bernama Widi—teman Nadia.“Hm.” Nadia mengangguk sebagai jawaban. Matanya terus menyorot tajam ke arah Anin untuk meminta penjelasan lebih.“Kok dia ada di apartemen Mas Ares, sih, Nad?”“Gue juga enggak tahu nih, Wid. Ini lagi gue tanyain dan dia hanya diam aja. Mana pakai baju tidur pula.”“A
Entah sudah berapa lama Anin tidak pernah mendatangi tempat ini. Mungkin bisa dihitung setahun dua kali saja.Malu rasanya menginjakkan kaki di tempat suci ini. Anin yang langsung teringat akan segala semua perbuatan hina-nya mendadak langsung menangis kembali.Entah Tuhan akan mengampuni perbuatan kotornya atau tidak. Sudah terlalu banyak perbuatan hina dan kotor yang Anin lakukan selama ini.Dengan sedikit tangan gemetar, Anin mulai mengambil air wudhu tetapi langsung berjongkok karena merasa mendadak lupa akan bacaan wudhu. Sampai akhirnya ada seorang perempuan paruh baya yang menepuk bahu Anin kuat.“Mbak.”Anin menoleh dan langsung mengusap pipinya kasar. Anin tersenyum tipis karena malu ketahuan oleh orang lain.“Ambil napas dulu, Mbak. Habis itu baru wudhu Insa Allah nanti bisa tenang.”Anin tersenyum tipis saja. “Iya, Bu.”Akhirnya Anin mengikuti saran dari seorang perempuan par
Anin setelah dari tempat ibadah langsung pergi ke rumah Poppi—salah satu teman selebgram-nya itu. Setidaknya Anin akan menumpang menginap semalam di rumah Poppi hari ini setelah tadi malam tidur di dalam Masjid.Tok! Tok! Tok!Ceklek!“Eh, Non Anin, masuk silakan.”Anin langsung tersenyum dan masuk ke dalam rumah Poppi. Anin bahkan langsung berjalan menuju ke dalam kamar Poppi—di sana ada Poppi yang masih sibuk berfoto-foto barang endorsemen.Tak lama Poppi langsung menghentikan kegiatannya itu. Perempuan yang dianggap Anin sebagai temannya itu langsung segera berjalan menuju di mana Anin berada.“Tumben lo ke sini? Enggak masuk kuliah?”Anin menggeleng cepat. “Gue lagi pusing, Pop. Banyak banget masalah.”“Kenapa? Berantem lagi sama Rayyan?”“Bukan, tapi itu salah satunya. Gue diusir sama bokap. Gue bingung mau tidur di mana. Semua ponsel dan dompet gue b