Share

Bab 9 kau di mataku

Bel istirahat berbunyi, semua anak bersorak. Ada yang langsung berlari ke kantin, ada yang ini, ada yang itu, dan sebagainya. Begitu juga dengan Tiara.

"Rann, kantin yuk," ajak Tiara yang sudah berdiri dari bangkunya.

"Gak ah, gue mau keperpus," jawab Rann. Mengingat uangnya telah terpakai untuk membeli sarapan Melly pagi tadi. Dan sisanya akan dia tabung.

Rann berjalan menyusuri koridor menuju perpustakaan. Rey yang melihatnya mengikuti dari belakang. Dia penasaran apa lagi yang akan dilakukan gadis itu. Langkahnya terhenti saat Rann memasuki ruangan. Perpustakaan, itulah kata yang tertera di sana.

Dari kejauhan Rey melihat Rann asyik memilih buku-buku kemudian duduk dan membacanya bersama dengan Alika yang juga ada di sana. Tidak heran jika Alika yang berada di sana, karena Alika sendiri adalah anak yang cerdas dan rajin, boleh di bilang "si jeniusnya anak Somplak". Alika sering meluangkan waktunya di perpustakaan walaupun itu hanya sekedar untuk melihat buku-buku terbaru atau duduk merenung sendiri.

"Al, boleh cerita gak?" tanya Rann seraya menutup bukunya.

"Cerita apa?" jawab Alika yang kelihatanya tidak terlalu penasaran dengan cerita Rann karena Dia masih saja menghadap buku tebalnya.

"Tentang Rey," ucap Rann menunduk karena sedikit takut untuk menatap netra sahabatnya itu.

"Hmmm tentang Rey, kenapa?" tanya Alika dengan nada cuek dan dia masih dalam posisi yang menghadap buku tebal.

"Ya, Rey, Al kayaknya gue udah mulai ada rasa deh sama dia," ucap Rann lirih. Berusaha selirih mungkin

"Apa?" ucap Alika, matanya melebar. seketika Rann langsung menutup mulut Alika.

"Ish! jangan kenceng-kenceng ntar yang lain pada denger lagi, apalagi kalau kakak kelas yang denger, kan berabe," peringat Rann ketakutan.

"Iya, sorry-sorry. Tapi Lo beneran, suka sama Rey??" bisik Alika yang tak percaya dengan apa yang di dengarnya.

"Gak tau juga Al sama perasaan gue, jadi bingung sendiri deh guenya." Memang benar, Rann masih bingung dengan perasaannya sendiri.

"Tapi gak usah bisik-bisik gitu juga kali," gerutu Rann.

Keduanya terkekeh, walaupun sebenarnya Alika masih tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Karena  dia tau, Rann bukan tipe cewek yang mudah jatuh cinta gitu aja, apalagi sama kakak kelas kece kaya Rey. cowok terakhir yang Rann ceritakan adalah Gilang. Teman SMP-nya dulu yang pernah mencuri hatinya saat kelas 8.

"Al, tapi Lo janji ya, gak akan cerita-cerita ke yang lain," pinta Rann, karena dia takut kalau teman-temannya yang lain tau, dia akan jadi bahan ledekan.

"Woles aja, Santai kali Rann, kayak di pantai," ujar Alika cengengesan berusaha agar suasana tidak menjadi canggung.

"Al, lo jadi orang pertama yang tau tentang ini," jujur Rann.

Setelah cukup lama berbincang tentang perasaan Rann pada Rey, akhirnya keduanya kembali membahas pelajaran lagi.

 Perbincangan keduanya tidak sampai terdengar oleh Rey yang sedang berdiri di hadapan rak buku dengan berpura-pura memilih buku yang tak kunjung di temukan. Selain karena keduanya yang sengaja bicara berbisik-bisik, jarak antara keduanya dengan Rey pun cukup jauh.

"Rey, kenapa tak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran lo tentang perpus?" batin Rey dalam lamunannya seraya menatap lekat wajah cantik Rann.

"Gue kira gue udah kenal lo Rann. Dan waktu yang udah kita lalui bersama, itu lebih dari cukup buat gue bisa bilang, kita udah jadi teman dekat dan saling kenal, tapi gue salah Rann, kita itu begitu jauh," gumam Rey merasa insecure pada Rann.

Jam istirahat berakhir dan bel tanda masuk telah berbunyi. Seluruh anak yang berada di perpus bergegas meninggalkan perpus, begitu juga dengan Rann dan Alika. Keduanya kembali ke kelas disusul juga dengan Rey yang kembali ke kelasnya setelah menyadari waktu istirahat telah usai.

Selesai jam pelajaran terakhir, seperti biasanya Rann menemui Rey di ruang musik. Keduanya kembali memainkan jari jemarinya dan menikmati alunan musik yang terdengar.

"Rey, pulang yuk," Ajak Rann yang merasa bosan saat latihan.

"Pulang? Tapi-" Sebelum Rey selesai berucap Rann dengan cepat memotong.

"Udah, lanjutin besok aja," potong Rann dengan cepat merampas peralatan di tangan Rey kemudian menarik Rey keluar.

"Baiklah, saya antar kamu." Rey pasrah dengan keinginan Rann.

 Keduanya mengakhiri latihan dan bergegas untuk pulang. Seperti biasanya Rey mengantar Rann dengan motornya. Tak jauh dari sekolah, tepat di lampu merah, tiba-tiba Rann meminta turun dari motor dan berjalan ke depan tanpa sebab. Melihatnya membuat Rey bingung. Rey tak tau apa yang akan Rann lakukan. Namun semua pertanyaan Rey terjawab seketika saat Rann berusaha membantu seorang nenek-nenek untuk menyebrang jalan.

"Rann, hati lo tuh apa sih? Orang yang gak lo kenal aja di bantu, lo tuh terlalu indah buat gue miliki, sedangkan gue ... gue hanya mimpi buruk buat lo Rann, kita tuh langit dan bumi, minyak dan air, yang gak akan pernah bersatu," batin Rey dalam lamunannya seraya mengamati Rann dari jauh.

"Woiii kok ngelamun sih," ucap Rann yang tiba-tiba sudah berada di sisi Rey dan berhasil mengejutkannya.

"Gak-gak papa kok," jawab Rey gugup merasa seperti maling yang tertangkap basah.

"Ya sudah, lanjut yuk, udah makin sore nihhh," ajak Rann dan Rey hanya mengangguk.

Keduanya kembali melanjutkan perjalanan pulang, hingga sampai di rumah Rann. Kali ini Rann cukup punya keberanian untuk membawa Rey pulang sampai di rumah karena Rann tau, kali ini dia tidak sedang melakukan kesalahan yang akan membuat Mamanya marah.

                         *****

Rey pulang dengan hati gelisah, Rey merasa insecure dengan keluarga Rann. Ingin rasanya dia punya keluarga sepertinya. Tapi keadaan keluarga Rey tak memungkinkan.

Ayahnya yang sedang dinas di luar, Adik laki-lakinya yang juga mengikuti sang Ayah. Buat jaga-jaga kata bundanya. Huh, dasar posesive.

Ingin rasanya agar Adiknya itu pindah sekolah saja agar bisa bersama. Tapi semua itu hanya sekedar angan. Sejak dulu, Rey ingin sekali bisa meluangkan waktunya bersama keluarga. Layaknya keluarga bahagia lainnya.

Sebagai pelampiasan, Rey mengikuti berbagai kegiatan di sekolah. Dan juga ikut balapan walau kadang juga balapan liar dia ikuti. Tapi di balik semua itu, Rey tetap mempertahankan prestasinya di bidang akademik.

Lain halnya kedua adiknya. Ya, Rey punya dua adik. Mereka tiga bersaudara. Anak kedua laki-laki dan yang ketiga perempuan. Adik laki-lakinya itu terbilang cukup kalem dan cerdasnya luar biasa bahkan Rey saja kalah. Sedangkan adik perempuannya itu cukup aktif orangnya. Jangan tanyakan soal otaknya, karena mereka bertiga itu sama.

Jadi, bisa di bayangkan seperti apa ayah bundanya. Tapi, apakah takdir mereka juga akan sama? Atau, dengan lika-liku yang jauh berbeda? Entahlah, hanya tuhan yang tau.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status