Home / Romansa / Sandiwara Liar Sang Aktor / Asisten Atau Pasangan?

Share

Asisten Atau Pasangan?

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2025-07-12 14:40:18

"Ck! Kau selalu saja curiga." Dylan memperlihatkan dengan jelas raut tak sukanya.

"Siapa yang tak curiga melihat posisi kalian yang sangat dekat seperti itu?" sahut Rosie ketus.

Bukannya khawatir mendengar protes keras sang tunangan, Dylan malah tersenyum miring. "Namanya Vivianne. Dia yang akan menjadi asisten pribadiku mulai hari ini," ungkapnya seraya mengulurkan tangan pada Vivianne.

Sebagai sesama wanita, Vivianne tentu dilema. Jika dia menerima uluran tangan Dylan, tentu hal itu pasti akan menyakiti Rosie. Apalagi Rosie tampak begitu terkejut.

Namun, rupanya Dylan tak suka menunggu. Dia langsung menarik telapak tangan Vivianne dan menggenggamnya erat tanpa permisi.

"Hei!" Vivianne panik, berusaha melepaskan tangannya. Akan tetapi, genggaman Dylan jauh lebih kuat.

"Aa-apaan kau, Dylan!" seru Rosie.

"Tidak apa-apa, Vi. Rosie harus tahu siapa dirimu," ujar Dylan enteng. Dia tetap fokus pada Vivianne, meskipun Rosie sudah melayangkan protes keras.

"Permainan apa lagi ini!" seru Rosie lagi.

"Sudah kubilang. Dia asisten baruku," jawab Dylan. Nadanya terlalu santai, seolah sengaja membuat Rosie emosi.

"Kenapa kau memutuskan untuk mengganti asisten? Lalu, bagaimana dengan Liam?" protes Rosie.

"Liam tetap bekerja padaku. Posisinya kuganti menjadi bodyguard. Tapi jadwal bekerjanya tak setiap hari. Dia hanya kupanggil saat kubutuhkan," jelas Dylan.

"Kau ...."

"Tenang saja, Rosie. Aku tak mengurangi gaji kekasih gelapmu satu sen pun, walau jam kerjanya jauh berkurang," potong Dylan.

"Li-liam bukan kekasihku!" elak Rosie gugup dengan pipi memerah.

Sementara Vivianne, dia bukanlah perempuan bodoh. Dari percakapan Dylan dan Rosie itu, Vivianne langsung dapat memahami dan menyimpulkan sesuatu.

Sepertinya Dylan hanya memanfaatkan dirinya sebagai alat untuk membuat Rosie cemburu. Atau mungkin sekadar membalas perbuatan Rosie yang dicurigai selingkuh dengan Liam.

"Ya, Tuhan. Betapa bodohnya aku," batin Vivianne. Dia meraup wajahnya kasar, menyesali keputusannya untuk menerima tawaran Dylan.

Hampir saja Vivianne terlena dengan sikap dan kata-kata manis pria itu. Ternyata, semua itu hanya kebohongan Dylan saja. Di saat Vivianne tak mengira akan mengalami patah hati yang lebih parah, ternyata Dylan sanggup menghancurkan dirinya lagi dan lagi.

"Maaf, Nona Duvall. Saya tidak bermaksud membuat anda resah. Saya berada di sini hanya sebagai asisten pribadi Tuan Woods," terang Vivianne setelah beberapa saat terdiam. 

"Hubungan kami murni profesional. Saya akan pastikan tak ada yang lebih dari itu. Jika suatu saat saya mengingkari kalimat ini, Anda berhak memecat saya," lanjutnya.

Sontak Dylan menoleh. Tatapannya tajam ke arah Vivianne, menunjukkan sorot keberatan. Namun, pria bermata biru itu tak mengucapkan apapun. 

"Baiklah. Akan kupegang kata-katamu," timpal Rosie tegas dan penuh penekanan.

"Apa kau puas sekarang, Rose?" Dylan mengalihkan fokusnya pada sang tunangan.

"Belum, tapi itu cukup untuk sementara," balas Rosie.

"Jangan bersikap seolah-olah kau tak punya kesalahan. Kau sendiri juga bermain gila di belakangku," sindir Dylan.

"Aku tidak pernah bermain gila, Dylan! Jangan asal menuduh. Kau tak punya bukti!" Rosie membela diri.

"Oh, tenang saja, Sayang. Aku pasti akan menemukan buktinya," sahut Dylan.

Mendengar hal itu, hati Vivianne semakin remuk. Prasangkanya tak meleset. Sudah jelas Dylan memanfaatkannya untuk membuat cemburu Rosie, sekaligus membalas perselingkuhan model ternama itu.

Air mata sudah menggenang di pelupuk, tapi Vivianne tahan sekuat tenaga. Dia tak boleh terlihat lemah di depan Dylan. Jangan sampai Vivianne terlihat kalau dia terbawa perasaan dengan sikap manis pria itu.

"Jadi, jadwal mana yang harus saya susun, Tuan?" Vivianne menguatkan diri, mencoba mengalihkan arah percakapan agar perdebatan dua sejoli itu berhenti.

"Ayo, kita ke ruang kerja, Vi. Akan kujelaskan semuanya padamu," ajak Dylan sambil melingkarkan tangan di pinggang ramping Vivianne, tanpa memedulikan keberadaan Rosie.

Vivianne dengan harga diri yang tersisa, refleks menghindar. Dia menggeser tubuh beberapa langkah, menjauh dari Dylan.

Dari tempatnya berdiri, Rosie tersenyum puas melihat penolakan kecil yang dilakukan oleh Vivianne. "Gadis pintar. Jangan sampai kau terjerat tipuan Dylan," gumamnya.

Sementara itu, di dalam ruang kerja, Dylan langsung menyalakan komputer. Menunjukkan beberapa file pada Vivianne. "Kemarilah, Vi. Kau punya waktu seharian untuk membaca dokumen-dokumen kontrak yang masih aktif. Juga jadwal harian sampai bulanan yang sudah diatur oleh asistenku terdahulu," papar Dylan.

"Baik, Tuan Woods," sahut Vivianne dengan gaya bicara formal.

Namun respon itu justru membuat rahang Dylan mengencang. Dia menatap Vivianne tajam, sorot matanya memancarkan ketidaksenangan yang jelas. “Jangan memanggilku seperti itu, Vi. Kita bukan orang asing.”

"Kau terima atau tidak. Beginilah kenyataannya. Kita sudah menjadi asing, sejak kau memutuskan untuk meninggalkanku," balas Vivianne kalem. "Atau saat kau memutuskan untuk menggunakan aku sebagai ajang untuk membuat cemburu tunanganmu," imbuhnya.

Dylan terdiam. Untuk sesaat, hanya suara napas mereka yang terdengar di antara keheningan itu. “Jadi begini caramu melihatku sekarang?” tanyanya perlahan.

Vivianne mengangguk, senyum tipis tersungging di bibirnya yang gemetar. “Aku hanya belajar melihatmu tanpa harapan, Dylan. Itu jauh lebih mudah." tegasnya.

Dylan semakin mengeratkan rahang. Dia maju dua langkah, hingga jaraknya dengan Vivianne hanya beberapa senti saja. "Nanti malam, masuklah ke kamar utama di lantai dua. Tunggu di sana, sampai aku datang," titah Dylan dengan nada datar.

Vivianne sudah hendak membuka mulut, tapi Dylan lebih dulu menempelkan telunjuknya di bibir gadis itu. "Jangan membantah! Anggap saja itu caramu untuk membayar cicilan utang padaku," ujarnya memaksa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Menyetujui Semua

    Tak hanya sang sutradara yang terkejut. Beberapa kru dan artis yang duduk di sekitar meja mereka pun demikian. Semua mata tertuju pada Rosie. Namun, hal itu tak membuat Rosie terganggu. Dia malah melanjutkan amarahnya. "Kukira kau wanita baik-baik. Ternyata kau tak berbeda dengan penggemar-penggemar gila Dylan di luar sana!" bentak Rosie. "Hentikan, Rose! Kau membuatku malu!" hardik Dylan. Aktor tampan itu berdiri, lalu menarik Vivianne agar berada di belakangnya. Satu tangannya terus menggenggam pergelangan Vivianne. Betapa sakitnya hati Rosie melihat Dylan pasang badan, menjadi tameng demi melindungi Vivianne. "Kau serius melakukan ini padaku, Dylan?" desis Rosie. Bibirnya bergetar menahan emosi yang semakin tak terbendung. "Aku melakukan yang seharusnya! Vivianne adalah teman masa kecilku. Saat kecil dulu, kami bertetangga dan ayah kami saling berteman!" beber Dylan. Dia sedikit menambahkan bumbu kebohongan, tentang kedua ayah mereka yang berteman. Pada kenyataannya, ayah

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Memancing Emosi

    Aroma menyengat memasuki indra penciuman Vivianne. Pusing mulai melanda akibat bau menusuk itu. Dalam posisi panik, dia berusaha melepaskan diri, menjauhkan wajahnya dari orang-orang misterius itu. Namun, rasa pening yang menyergap, membuat kekuatan Vivianne menghilang. Tenaganya seperti habis tersedot. Vivianne tak mempunyai pilihan selain pasrah. Beruntung, saat dirinya hendak menyerah, terdengar teriakan nyaring yang entah darimana asalnya. "Lepaskan dia, atau akan kutelepon polisi!" sentak suara yang Vivianne mengenalinya sebagai milik Liam. Beberapa pria tadi langsung membeku. Satu pria yang masih membungkam Vivianne dengan saputangan, segera melepaskan tangannya dan menjauh. Hampir saja Vivianne terjatuh jika saja Liam tidak sigap menangkapnya. "Vi, apa kau baik-baik saja?" tanya pria itu khawatir. Vivianne menggeleng lemah. Sesaat kemudian, dia mengalihkan tatapannya ke arah pria-pria asing itu. "Apa mau kalian?" desisnya pelan. Pria-pria tersebut tak menjawab. Mereka ma

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Terpaksa

    "Dylan! Aku tahu kau di dalam. Aku melihatmu masuk tadi!" seru seseorang yang tak lain adalah Liam. Vivianne dan Dylan sempat saling pandang sejenak sebelum Dylan memutuskan untuk membuka pintu ruangan dalam rumah utama yang dialihfungsikan menjadi tempat wardrobe itu. "Ada apa?" tanya Dylan tanpa basa-basi. "Kau terlalu gegabah." Liam berbisik lirih, memastikan Vivianne tak mendengar kalimatnya. "Jangan ikut campur, Liam. Tugasmu adalah menjerat Rosie! Bukan menguntit Vivianne terus-terusan!" Dylan balas berbisik. Liam yang berdiri berhadapan dengan Dylan itu memiringkan kepala, agar dapat melihat Vivianne yang mematung beberapa meter di belakang mereka. Liam lalu kembali pada posisinya semua, sejajar dengan Dylan. "Untuk apa kau menyeretnya kemari?" desisnya. "Bukan urusanmu!" tegas Dylan. Liam tersenyum miring. "Baiklah, kalau itu maumu. Jangan salahkan aku seandainya Rosie nekat dan berbuat lebih gila. Jangan sampai Vivianne terluka lebih parah lagi," peringatnya.

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Tekad Bulat

    Di belakang batas set, Vivianne berdiri tenang dengan ipad di tangan. Namun, matanya tak lepas dari sosok pria yang satu jam lalu mengajaknya menikah. Pria itu tampak begitu serius dengan adegan yang dilakoninya. Walaupun gerakannya sederhana, tapi setiap gerak-geriknya mampu menghipnotis siapapun yang melihat. Dalam satu scene, Dylan hanya perlu memakai kacamata, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling padang rumput yang terbentang di belakang rumah utama Ranch. Setelah itu, Rosie masuk dan mengalungkan kedua tangan di leher kokoh Dylan. Keduanya saling tatap, sorot lekat yang menunjukkan kemesraan tak dibuat-buat. Vivianne hanya mampu diam dan menarik napas panjang. Mencoba untuk menetralkan perasaan dalam dada yang begitu bergemuruh. Apalagi saat melihat keduanya mendekatkan wajah. Bibir Dylan sudah hampir menyentuh bibir merah Rosie, dan .... "Cut!" seru sang sutradara. "Luar biasa sekali! Aku suka chemistry kalian," pujinya. Vivianne memejamkan mata sambil tanpa s

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Menikah?

    "Sudahlah. Tak ada gunanya menyesali masa lalu," hibur Vivianne. "Semua sudah terjadi, dan buktinya aku masih baik-baik saja sampai sekarang ...." Vivianne tampak memikirkan kalimatnya barusan, dan buru-buru meralatnya. "Well, tidak begitu baik sih, sebenarnya. Aku punya luka jahitan di kepala, rambutku juga jadi sedikit botak," guraunya. "Ya, ampun." Dylan meraup wajahnya kasar. Dia menjadi semakin merasa bersalah. "Hei, Dylan. Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu kepikiran," ujar Vivianne. "Walaupun pada kenyataannya, kau memang memporak-porandakan hidupku," imbuhnya sambil terkekeh. "Please, Vi." Dylan menatap Vivianne dengan sorot memelas. "Kau memanfaatkanku, memaksaku melakukan sesuatu yang tak kusuka dan membuatku jadi perempuan jahat," ungkap Vivianne mencurahkan isi hati. "Tapi di sisi lain, aku merasa senang bisa membantumu. Aku suka melihatmu tersenyum tanpa beban. Mengingatkanku akan Dylan yang dulu selalu tulus dan berpikiran positif," sambung Vivianne. "Vi .

  • Sandiwara Liar Sang Aktor   Sesal Dylan

    Dengan jantung berdebar, Vivianne setengah berlari menuju trailer Dylan. Sesampainya di sana, diketuknya pintu caravan bercat putih itu. Cukup lama Vivianne menungguh sampai terdengar selot pintu bergeser. Dylan menyembulkan kepala dengan rambut acak-acakan. "Vi, ada apa? Apa sudah waktunya syuting?" tanya Dylan sambil memicingkan mata. "A-aku, be-belum! Ini masih pukul tiga. Kru tadi mengatakan kita harus menunggu senja untuk mendapatkan latar belakang dan gambar yang bagus," jelas Vivianne sedikit terbata. "Lantas? Apa yang kau lakukan di sini?" Dylan mengernyit bingung. "Apa Nona Rosie bersamamu?" cecar Vivianne. "Tidak. Kenapa memangnya?" Dylan balik bertanya. "Oh, jadi kau sendirian?" Vivianne kembali berusaha memastikan. "Kau mau masuk?" Dylan mengangkat satu alisnya seraya membuka daun pintu lebar-lebar. "Bilang saja kau ingin menemaniku di sini, Vi. Jangan berputar-putar," ledeknya. "Tidak! Bukan itu! Ah, sudahlah!" Vivianne berdecak kesal. Segera saja dia mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status