Share

Sandiwara Pernikahan Sang CEO
Sandiwara Pernikahan Sang CEO
Penulis: Tompealla Kriweall

1. Tawaran

Lidya menatap layar ponselnya dengan ekspresi cemas, jari-jarinya mengetuk-ngetukkan permukaannya dengan gelisah. Setiap kata yang muncul di media sosial terasa seperti pukulan yang menusuk hatinya. Fitnah-fitnah yang menghantam karirnya selama beberapa bulan terakhir telah membuatnya terjebak dalam labirin kebencian.

Dalam ruangan yang tenang, kecuali suara ketukan jari Lidya di atas layar ponselnya, terdengar suara langkah berat mendekat.

Hendra Putra Kusuma, seorang pria tua dengan mata lembut namun berwibawa, masuk ke dalam ruangan itu.

"Lidya, aku punya sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu," ucap pria tua itu dengan suara hangatnya.

Lidya menoleh, matanya terlihat lelah namun penasaran. "Ada apa, kakek Hendra?" tanyanya dengan nada curiga.

"Duduklah sebentar, nak." Kakek tua itu duduk di kursi di seberang Lidya. "Aku sudah membicarakan hal ini dengan Ardiansyah."

"Ardiansyah?" pikir Lidya, heran. "Apa hubungannya Ardiansyah dengan segala masalahku ini?" tanyanya kemudian.

Pria tua itu menghela nafas panjang sebelum memberikan jawaban atas pertanyaan gadis yang ada di depannya ini.

Meskipun bisa saja, pria itu yang disebut dengan sebutan "kakek" melakukan tindakan keras atau memaksa, tapi karena selama ini gadis tersebut ikut tumbuh di dalam lingkungannya, pria tua itu secara tidak langsung juga menyayangi anak dari supirnya yang setia.

"Aku ingin membicarakan mengenai pernikahan," lanjut pria tua itu memotong lamunan Lidya.

"Pernikahan? Dengan siapa?" Lidya terkejut.

"Dengan Ardiansyah," jawab Kakek tua itu dengan tenang.

Lidya terdiam sejenak, matanya memperlihatkan kebingungan yang tak bisa ia sembunyikan atas jawaban pria tua itu.

Selama ini, mereka memang saling kenal. Bahkan bisa dibilang cukup dekat karena ayah Lidya yang sudah bekerja sebagai supir pribadi di keluarga Hendra, sejak lama.

Tapi pembicaraan tentang pernikahan ini tentu membuatnya terkejut, dan gadis Uru berpikir bahwa kakek tua ini sedang mempermainkan dirinya.

"Kakek Hendra, Lidya tidak mengerti. Bagaimana ini semua bisa terjadi?" tanyanya meminta penjelasan.

"Ini mungkin sulit dipahami, namun percayalah, ini adalah langkah terbaik untukmu, Lidya." Kakek tua itu tersenyum lembut, mencoba memberikan ketenangan.

"Langkah terbaik?" Lidya berbisik pada dirinya sendiri, mencoba memahami maksud di balik kata-kata sang kakek. Dia masih belum yakin dengan apa yang baru saja didengarnya.

Wajah gadis itu terlihat jelas memperlihatkan kecemasan dan kebingungan, saat pria tua yang ia hormati itu mengungkapkan keputusan tak terduga.

Kakek dari Ardiansyah Putra Kusuma, memberikan tawaran padanya untuk menikahi cucu satu-satunya. Pewaris tahta kerajaan bisnis keluarga Putra Kusuma.

'Pernikahan macam apa yang ingin aku bangun nantinya?' tanya Lidya dalam hati.

Lidya menatap wajah lembut Kakek dari Ardiansyah dengan rasa takjub. Bagaimana keputusan besar ini bisa diambil begitu saja? Dia masih berusaha memahami apa yang sedang terjadi.

"Kakek Hendra, ini tentang karir saya," ucap Lidya dengan nada yang gemetar, mencoba menahan kecemasan yang melanda dirinya.

"Fitnah dan kontroversi telah menghancurkan segalanya, dan saya tidak mau melibatkan keluarga kakek." Lidya memberikan alasan yang jelas.

"Aku tahu ini sulit, Lidya. Tapi pernikahan ini akan memberimu perlindungan. Ardiansyah akan melindungimu dari segala fitnah itu." Pria tua itu menyentuh tangan Lidya dengan lembut.

Bukannya senang, Lidya justru merasa tidak puas dengan jawaban yang diterangkan kakek tua tersebut. Ia merasa ada yang janggal, dan itu membuatnya ingin kembali bertanya.

Tapi notifikasi pesan di ponselnya terus saja berdering, memberikan kabar buruk tentang skandal yang melibatkan dirinya.

Tampak Lidya membuang nafas kasar, memejamkan mata setelah membaca beberapa pesan yang masuk ke layar ponselnya.

"Dia tahu tentang fitnah yang ku terima?" Lidya bertanya, mencari kepastian.

"Dia tidak mengetahui semuanya. Namun, dia setuju untuk membantumu keluar dari masalah ini." Kakek tua itu menggeleng pelan.

"Ini bukan hanya sebuah pernikahan biasa, bukan?" ujarnya penuh kecurigaan setelah terdiam sejenak - merenung.

Pria tua itu mengangguk perlahan, memahami kekhawatiran gadis yang berada di depannya. Ia mengenal gadis ini sejak bayi, meskipun tidak ada ikatan darah diantara mereka.

Tapi rasa sayang pria tua itu pada si gadis, sudah tertanam sejak dulu meskipun tak pernah ditampakkan secara nyata.

"Ini lebih dari sekadar pernikahan biasa. Ada sebuah kontrak yang kumiliki, untuk melindungimu dari segala hal yang tidak diinginkan." Pria tua itu menjelaskan dengan sebuah teka-teki.

"Kontrak?" Lidya merasa semakin terjebak dalam kebingungan.

"Ya, sebuah perjanjian yang menjamin perlindunganmu dan juga Ardiansyah dari tekanan eksternal," jelas pria tua itu.

"Ini adalah pernikahan yang akan memberimu perlindungan dan kesempatan untuk memulai segalanya, lagi." Pria tua itu kembali menerangkan dengan penuh perhatian.

Gadis itu menelan ludah, mencoba menerima semua informasi yang baru saja dia dengar. Tapi ia tetap tidak paham maksud dari semua yang sudah diterangkan barusan.

Tapi untuk bertanya, ia merasa sungkan. Rasa hormat dan patuh sebenarnya ingin ia buang jauh, tapi interaksi mereka yang memang terjadi sejak lama dan ada tingkatan tertentu membuatnya akhirnya diam menunggu.

Sayangnya, pria tua itu tidak memberikan penjelasan apapun lagi. Akhirnya, gadis itu terpaksa mengeluarkan suara kembali.

"Kakek, saya butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Ini adalah keputusan besar," ungkapnya ragu.

"Tentu, Lidya. Ambillah waktu yang kau butuhkan. Tetapi aku harap kau melihat bahwa ini adalah langkah terbaik untukmu, untuk kalian berdua."

"Tapi, aku butuh penjelasan lebih." Gadis itu berkata seperti sedang menuntut.

Kakek tua itu mengangguk pengertian, memahami bahwa gadis di depannya ini terkejut dengan tawaran yang ia berikan.

Meskipun Pria tua itu sudah mengungkapkan alasan di balik pernikahan yang diatur ini, nyatanya gadis itu tetap lagu dan tidak percaya padanya.

Lidya meraih secangkir kopi panas, matanya masih terasa berat setelah semalam dihantui oleh serangan kata-kata tajam di media sosial. Di seberang meja, ada selembar surat undangan yang bisa mengubah segalanya.

"Kenapa kau diam saja, kakek?" tanya gadis tersebut, memandang tajam pada pria tua di hadapannya.

"Lidya, ini untuk kebaikanmu," ujar pria tua dengan mengangkat kepalanya, wajahnya terlihat ragu.

"Pernikahan ini adalah kesempatan bagimu untuk melupakan segala fitnah yang terjadi," imbuh pria tua itu.

"Pernikahan ini? Atau kontrak bisnis yang kau rancang, kakek?" Lidya mengangkat alisnya dengan sinis. "Apakah kakek berpikir bahwa saya ini, bodoh?!" sambungnya kemudian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status