Pria tua itu terdiam, ekspresi wajahnya tampak khawatir. Meskipun ia adalah seorang pria tua, tapi kedudukan dan perannya di dunia bisnis bukanlah sembarangan.
Dan dihadapan gadis belia ini, ia seperti seorang kakek tua yang tidak ada artinya. Meminta kerelaan sang gadis agar mau mengikuti rencananya."Kau harus percaya padaku, Lidya. Ini adalah yang terbaik untukmu dan untuk Ardiansyah juga," ujar pria tua tersebut."Jangan pikir kau bisa memainkan hidupku seperti boneka di tanganmu, kakek." Lidya, menjawab dengan menggeleng.Keduanya terdiam sejenak, Lidya menatap lelah pada secangkir kopi yang ada di genggamannya.Gadis itu masih duduk terdiam, membiarkan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Sebuah pilihan besar terbentang di hadapannya. Ia merasa terjebak, dihadapkan pada situasi yang tak terduga."Lidya, aku tahu ini tidak mudah. Tapi percayalah, ini akan membantumu menemukan kedamaian." Kakek Hendra, berbicara lagi saat melihat kebimbangan yang menghiasi wajah Lidya."Kek, aku tidak tahu apakah bisa melakukannya atau tidak. Tapi, apakah Ardiansyah mengetahui semua ini? Apakah dia setuju?" tanya Lidya menatap pria tua yang ada di depannya dengan mata penuh keraguan."Dia tahu ada masalah, tapi dia tidak mengetahui secara detail. Aku akan bicarakan dengannya, dan aku yakin dia akan setuju. Dia pasti tidak bisa menolakmu, apalagi ini juga untuk membantumu." Pria tua itu menjawab dengan menggeleng perlahan.Lidya merasakan denyut jantungnya berdetak lebih kencang. Rasanya berdebar-debar di dada, tapi ia sendiri tidak tahu apa arti dari semua ini.Ia adalah seorang artis yang sedang naik daun, tapi sebuah gosip membuatnya merasa jatuh dan itu pasti membuat nama baiknya yang selama ini dibangun menjadi hancur."Ini begitu cepat, kek. Lidya butuh waktu untuk memikirkannya dengan baik," gumamnya pelan, seakan-akan untuk dirinya sendiri."Tentu, nak. Kakek hanya ingin kau tahu bahwa ini adalah untuk kebaikanmu. Percayalah padaku," terang pria tua itu dengan mengangguk dan tersenyum hangat.Setelah kakek dari Ardiansyah pergi, Lidya duduk termenung, merenungkan segala kata-kata dan rencana yang baru saja ia dengar.Gadis itu merasa terjebak dalam pusaran peristiwa yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tapi ada banyak hal yang lebih besar di depannya nanti, dibandingkan hanya permasalahan yang sekarang.***Pada saat yang sama, di tempat lain, Ardiansyah duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputernya dengan serius. Dia membaca pesan yang baru saja masuk dari Kakeknya."Ardi, kakek sudah bicara dengan Lidya. Kakek tahu ini akan menjadi kejutan bagimu, tapi kau harus mengerti alasan di balik pernikahan ini. Kakek akan bicarakan lebih lanjut saat kita bertemu."Ardiansyah menghela nafas panjang, menerka-nerka apa yang mungkin akan diajukan Kakeknya. Apakah dia siap dengan langkah besar yang akan diambil dalam kehidupannya? Yaitu mengikuti permintaan sang kakek, yang memintanya untuk menikah dengan Lidya.Tapi nyatanya, Ardiansyah tidak membalas pesan tersebut. Pria gagah tersebut melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk hingga lupa dengan waktu.Beberapa jam kemudian, Hendra Putra Kusuma mengetuk pintu ruang Ardiansyah. Ketika pintu terbuka, dia masuk dengan langkah mantap."Ardi, kakek perlu bicara denganmu," ucap Hendra - wajahnya serius."Ada apa, Kakek?" tanya Ardiansyah menatap kakeknya dengan keheranan."Tentang Lidya, Ardi." Hendra duduk di sofa di dekat jendela, menatap ke luar seolah-olah mencari kata-kata yang tepat."Lidya?" Ardiansyah mengepalkan tangannya perlahan, ingat dengan pesan yang tadi ia abaikan.Hendra menatap wajah cucunya dengan kening berkerut, berharap mendapatkan jawaban dari sana. Tapi nyatanya, wajah cucunya itu kembali datar setelah tadi menyebutkan nama gadis yang dibicarakannya.Pria tua itu menghela nafas panjang, melihat bagaimana cucunya yang seakan-akan tidak tertarik dengan pembahasan mereka kali ini.Hal ini bukanlah untuk yang pertama kalinya mereka berdiskusi, tapi sudah beberapa kali mereka membicarakan tentang Lidya sejak gosip tentang gadis itu merebak di berbagai media sosial dan televisi."Iya, Lidya," kata Hendra, suaranya tenang tapi penuh urgensi."Ada apa lagi dengannya?" tahta Ardiansyah menanggapi."Aku sudah bicara dengannya. Pernikahan ini adalah langkah yang tepat bagi kalian berdua."Wajah Ardiansyah mendongak ke arah sang kakek, sebab tadi ia masih bersibaku dengan keyboard laptopnya yang ada di atas meja.Pria muda itu menghela nafas panjang saat kembali mendengar perkataan tersebut. Apalagi menyangkut masalah pernikahan dan gadis itu.Meskipun dulunya ia dan gadis itu tumbuh bersama, tapi beberapa tahun terakhir ini mereka seperti menjadi masing-masing orang asing yang tidak saling mengenal setelah Si Gadis menjadi artis."Langkah yang tepat?" Ardiansyah terdiam sejenak, mencoba menahan kekagetannya."Kakek, apa yang sedang terjadi?" tanyanya kemudian."Kau tahu bagaimana keadaan Lidya akhir-akhir ini, bukan? Ini akan memberinya perlindungan, Ardi. Dan juga akan membantumu," terang sang kakek memberikan jawaban.Hendro menatap cucunya dengan penuh kasih. Berharap cucunya itu mau mengabulkan permintaannya.Ardiansyah terdiam, mencoba mencerna segala informasi yang baru saja dia dengar. Meskipun sedikit banyak dia sudah mengetahui permasalahan gadis yang mereka bicarakan, tapi ia tidak suka ikut campur dengan lebih mendetail."Tapi, Kakek, apakah Lidya setuju dengan ini?" tanyanya ragu."Dia masih mempertimbangkan. Tapi aku akan membantumu memperoleh persetujuannya. Ini untuk kebaikan kalian berdua." Pria tua itu menggeleng, dengan sedikit rasa putus asa.Hendra melihat keraguan yang menghiasi wajah Ardiansyah, tapi ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan cucunya. Hanya saja, iya berharap semuanya akan baik-baik saja."Ardi, kakek mengerti perasaanmu. Tapi ini adalah kesempatan untukmu, demi membalas budi, bagi bisnis keluarga dan masa depanmu." Pria tua itu memberikan penjelasan."Dia artis, Kakek," ujar Ardiansyah dengan suara rendah, mencoba menekankan ketidaksetujuannya."Aku tidak terbiasa dengan kehidupan semacam itu. Dan lebih dari itu, aku tidak mencintai Lidya." Suara pria muda itu, terdengar tegas.Hendro mendekati Ardiansyah, menempatkan tangannya di pundak cucunya. Dia mengerti maksud dari pernyataan cucunya. Itulah sebabnya, ia memberikan banyak nasehat bahwa apa yang dilakukannya ini bukan hanya soal cinta.Apa yang dilakukan pria tua itu adalah untuk kebaikan sang cucu, yang sampai detik ini tidak ada tanda-tanda untuk mengakhiri masa lajangnya. Apalagi di luar sana terdengar santer gosip tentang cucunya yang memiliki perilaku menyimpang.Pria tua itu tentu saja tidak mau jika gosip tersebut adalah sebuah kenyataan, sebab cucunya ini adalah keturunan satu-satunya yang ia miliki setelah anak dan menantunya meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan."Ini tentang keberanian menghadapi tantangan dan melihat di luar ekspektasi keluarga. Aku yakin, seiring berjalannya waktu, kalian akan menemukan cinta yang tulus satu sama lain." Pria tua itu memberikan wejangan."Maaf, Kakek. Aku tidak bisa melangkah dalam pernikahan yang tidak ada cinta di dalamnya," jawab Ardiansyah dengan menggeleng tegas."Baiklah, Ardi. Kakek mengerti. Kakek hanya ingin yang terbaik untukmu. Tetapi tolong, pertimbangkanlah dengan baik."Pria tua itu mengangguk paham, meski ada rasa kekecewaan di matanya. Setelahnya, pria tua itu pamit meninggalkan ruang kerja cucunya.Dengan membuang nafas yang berat, Ardiansyah merasa kecewa atas keputusasaannya sendiri. Dia tahu, keputusannya tidak akan diterima dengan baik oleh Kakek Hendra, tetapi hatinya memilih untuk mengikuti keinginannya sendiri. Atau, ia akan terjebak dalam pusaran permainan yang tidak pernah tahu di mana ujungnya.Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud