"Lidya, hati-hati!" kata Ardiansyah sambil memeluknya erat.
Lidya merasa hangat dan aman dalam pelukan suaminya, meskipun awalnya dia merasa risih."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Ardiansyah dengan wajah cemas."Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih karena menolongku," ujar Lidya, memandang suaminya dengan tatapan yang lembut. Tapi langsung menundukkan wajahnya karena malu."Lupakan saja hal itu. Aku khawatir kamu terluka. Bagaimana kalau kita ke rumah sakit untuk periksa?" Ardiansyah masih merasa khawatir."Tidak! Tidak perlu," jawab Lidya panik.Gadis itu merasa sangat ceroboh karena melamun saat naik tangga hingga hampir terjatuh. Tapi ia juga merasa senang karena bisa melihat sikap Ardiansyah yang masih memiliki simpati dan perhatian padanya.Tapi jika diingat-ingat, Lidya tadi melihat Ardiansyah sudah berjalan terlebih dahulu dibandingkan dirinya. Lalu, bagaimana caranya Ardiansyah berada di belakangnya tadi?Lidya melihat Ardiansyah dengan mengerjapkan matanya beberapa kali, seolah-olah memastikan bahwa ia telah salah dengar, atau memang mendengar dengan benar apa yang diucapkan suaminya tadi."Apa maksudmu kamu siap meniduri?" tanyanya bingung."Aku bilang aku siap untuk menidurimu, sayang," kata Ardiansyah dengan tersenyum lebar yang terlihat tengil.Lidya merasakan pusing yang semakin lama semakin menjadi-jadi. Ia gugup dan tentunya tidak siap dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antara "suami istri" yang normal.'Mungkinkah aku salah dengar? Ataukah ia benar-benar ingin meniduri aku?' batin Lidya khawatir."Ardi, k-amu bilang meniduri a-ku? A-pa maksud dari itu?" Lidya bertanya ragu."Oh maaf, aku salah ucap, ya? Hehehe ... Aku hanya ingin bilang aku siap menidurkanmu," jelas Ardiansyah sambil menepuk jidatnya, seakan-akan merasa malu dengan ucapannya yang salah.Lidya merasakan lega, tapi seakan-akan ing
"Ya, sebentar!" seru Lidya, saat pintu kamar diketuk dari luar.Saat ini hari sudah pagi. Ia baru saja keluar dari kamar mandi, sementara suaminya sedang menghubungi seseorang di balkon kamar. Jadi, pria itu tidak mendengar ketukan di pintu kamar."Selamat pagi Nona Lidya, saya membawa paket untuk Nona dan tuan muda." Pelayan menyerahkan dua paper bag yang ada ditangannya."Oh, terima kasih banyak, bu. Dari siapa ini?" tanya Lidya sedikit terkejut."Tidak tahu, nona. Tadi yang datang pembawa paket ini adalah pelayan di rumah Tuan Besar," terang pelayan tersebut.Karena jawaban yang diberikan oleh pelayan tersebut, Lidya berpikir bahwa paket itu pastinya dari kakek Hendra juga. Ia teringat dengan undangan sang kakek untuk datang ke acara perusahaan Kusuma Group.Setelah Lidya menerima dua paper bag dan mengucapkan terima kasih, pelayan ijin undur diri untuk kembali melakukan pekerjaannya yang lain.Lidya mengambil paper b
Saat Lidya dan Ardiansyah memasuki ruang acara, ia merasa perutnya terasa seperti ada ratusan kupu-kupu terbang di dalamnya. Dia merapikan gaunnya sekilas, meyakinkan dirinya sendiri untuk terus berpura-pura seperti tidak ada yang terjadi.Tak lama kemudian, muncul kakek Hendra dan beberapa petinggi perusahaan yang menyambut kedatangan mereka."Selamat malam, kakek," ucap Lidya dengan lembut."Wah, cantik sekali! Cocok gaunnya dipadukan dengan anting-anting ini, cucuku," puji kakek Hendra sambil mencium pipi Lidya."Terima kasih Kakek, aku senang dengan hadiah dan gaun kiriman kakek," jawab Lidya berusaha melirik ke arah suaminya sambil tersenyum.Kakek Hendra yang memuji penampilan Lidya, melerai pelukannya. Ia bingung dengan jawaban yang diberikan oleh istri dari cucunya tersebut.Hal ini membuat Ardiansyah sedikit gugup, takut jika kebohongannya terbongkar. Ia sendiri yang mengatakan bahwa anting-anting tersebut adalah hadiah kakek Hendra untuk Lidya padahal sebenarnya itu adalah h
"Ada masalah di gudang, aku harus segera pergi," jawab Ardiansyah dengan serius, mencoba menyembunyikan rasa cemasnya.Lidya khawatir, sepertinya Ada yang tidak beres dengan suaminya. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan sedikit terkejut ketika Kakek Hendra tiba-tiba berdiri di depannya."Maaf, Lidya. Bisakah kakek meminjam suamimu untuk sebentar? Ada sesuatu yang perlu dibahas." ucap Kakek Hendra dengan menganggukkan kepalanya."Kakek ... ah, ya."Lidya memberikan senyuman lemah, sebelum memperbolehkan Kakek Hendra untuk membawa Ardiansyah pergi.Ketika Ardiansyah pergi, Lidya merasakan rasa cemas yang makin membesar dalam hatinya. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ketika tiba-tiba seorang pria tampan duduk di sampingnya."Malam, Nyonya Lidya. Bolehkah saya menemani Anda selama menunggu Tuan Ardiansyah kembali?" ucap pria tampan tersebut dengan tersenyum ramah."Terima kasih, boleh." Lidya menjawab sambil t
"Wartawan?" gumam Lidya memperhatikan.Lidya merasa sangat tersudut dengan situasi ini. Keberhasilan karirnya sebagai seorang artis, kini dicap sebagai pencari "sensasi" oleh banyak media. Semuanya terjadi sejak pernikahannya dengan Ardiansyah berlangsung ditengah-tengah gosip yang menimpa dirinya.Semua orang penasaran tentang persiapan pernikahan yang terbilang mendadak, juga karena sebelum ini mereka tidak pernah terlihat bersama.Lidya menatap ke arah wartawan yang kini mulai mendekat dan terus memburunya. Hingga bisikannya terdengar pelan ke telinga suaminya yang berada tepat di sampingnya."Aku tak tahu lagi harus bilang apa kepada mereka untuk klarifikasi," gumamnya lirih."Tenang, aku di sampingmu. Kita akan mengatasinya bersama-sama sesuai peran kita," bisik Ardiansyah memeluk pinggangnya posesif."Tapi bagaimana kita bisa menenangkan situasi ini?" tanya Lidya cemas.Gadis itu tidak mau jika terjadi keributan di tengah acara pesta tahunan perusahaan. Apalagi itu hanya karena
Lidya merasakan detak jantungnya meningkat dengan cepat saat Ardiansyah menjatuhkan bibirnya dengan lembut di keningnya yang sakit. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa suaminya yang keras kepala itu bisa selembut itu."Tidak apa-apa, Ard. A-ku baik-baik saja," ujarnya sambil menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya."Shttt ... kamu selalu keras kepala. Biarkan aku obati, sama seperti dulu." Pria itu berbisik lembut, meminta Lidya untuk diam.Lidya merasa kebingungan dan sempat mengalami gejolak dalam hatinya. Terlebih saat Ardiansyah membisikinya dengan suara lembut seperti ini, hingga membuat jejak bibirnya tercium oleh Lidya.Di saat yang sama, suara-suara para wartawan terus terdengar dibelakang mobil mereka."Ardi, apa yang kau lakukan?" bisik Lidya dengan wajah merah padam saat ingat situasi yang ada."Aku hanya ingin memastikan bahwa keningmu tidak sakit, dan memarnya hilang," bisik Ardiansyah dengan nada menggoda.
Di dalam rumah, ternyata kakek Hendra sudah menunggu kedatangan mereka. Padahal tadi, saat mereka keluar dari gedung perusahaan dan meninggalkan acara, kakek Hendra masih ada di sana sebab acara memang belum selesai."Lidya, Ardiansyah. Bagaimana di luar, kalian aman?" Kakek Hendra menyambut mereka dengan senyuman hangat di wajahnya."Kami baik-baik saja, kakek. Terima kasih sudah datang menjemput kami," jawab Lidya dengan hormat - mengenai mobil sedan merah tadi."Ardiansyah, kakek sudah menyiapkan sesuatu untuk kalian berdua. Ada yang ingin kakek bicarakan," ujar Kakek Hendra serius.Ardiansyah dan Lidya saling bertatap muka, mencari tahu apa maksud dari kata-kata Kakek Hendra barusan."Sudah lama kakek ingin bicara dengan kalian berdua mengenai masalah ini," lanjut Kakek Hendra."Maksud kakek?" Ardiansyah bertanya, semakin penasaran."Kakek tua ini bukan anak kecil. Kakek sudah mengetahui tentang perjanjian antara kal
"Apa maksudmu pergi?" tanya Kakek Hendra terkejut.Kakek Hendra juga bingung dengan jawaban cucunya tadi, tapi itu membuat Ardiansyah tertawa kecil."Bukankah kakek meminta kami menjalani pernikahan ini secara benar, bukan lagi sandiwara?" tanya Ardiansyah, membuat kakeknya mengangguk tegas. "Nah, kami mau pergi malam pertamalah!""Ehh, hahaha ... dasar bocah gemblung!"Seketika itu, kakek Hendra tertawa terbahak-bahak sedangkan Lidya membelalakkan matanya terkejut dan malu dengan jawaban suaminya.Semua tersenyum lega dan tersenyum bahagia. Kegelapan yang sebelumnya menyelimuti hubungan mereka berhasil ditembus dan kini cahaya kebahagiaan kembali bersinar di antara mereka.Lidya dan Ardiansyah merangkul satu sama lain, melepaskan keterpurukan bayang-bayang tentang sandiwara pernikahan mereka agar bisa melangkah maju bersama menuju masa depan. Sekarang mereka tahu bahwa cinta sesungguhnya tidak bisa dipaksa, ditentukan oleh status sosial atau kesepakatan hukum. Dan mereka pasti berdua