"Lidya," ucap Ardiansyah dengan suara tegas, saat menyapa.
Pria itu memasuki ruangan dengan langkah mantap, tatapannya serius saat dia duduk di depan Lidya. Sedangkan gadis tersebut merasakan tegangnya suasana, menunggu pembicaraan yang akan mereka lakukan."Aku tahu kakek Hendra ingin kita membicarakan pernikahan. Tapi, aku memiliki sebuah permohonan." Pria itu, berkata dengan sikapnya yang mendominasi."Permohonan?" Lidya memandang Ardiansyah dengan tatapan bingung."Aku ingin kita berdua berpura-pura menikah. Tapi hanya kita yang tahu bahwa ini hanyalah sandiwara. Kakekku tidak boleh tahu," ucap Ardiansyah dengan tegas, matanya menatap tajam ke arah Lidya.Lidya terkejut mendengar penjelasan yang diberikan oleh pria tersebut. Dia tidak pernah menyangka jika masalahnya justru semakin rumit seperti ini.Lidah gadis itu tiba-tiba kaku, seolah-olah susah untuk digerakkan untuk mengajukan pertanyaan guna meminta penjelasan yang lebih detail."Ber... berpura-pura menikah?" tanya Gadis itu terbata-bata."Aku akan membuat sebuah perjanjian pernikahan, dan kita berdua akan tanda tangani," jelas Ardiansyah dengan serius."T-api__"Gadis itu tidak melanjutkan kalimatnya, di saat tangan pria itu terangkat dengan maksud memintanya untuk berhenti bicara.Akhirnya, gadis itu terpaksa diam menunggu penjelasan yang akan disampaikan oleh pria yang sebenarnya sangat dirindukannya. Tapi karena keadaan, gadis itu hanya memendam perasaannya di dalam hati tanpa ingin mengungkapkannya."Pernikahan ini hanya untuk memuaskan Kakek Hendra, yang sudah berjanji pada ayahmu sebelum meninggal. Tapi dalam kenyataannya, kita akan hidup dengan kebebasan kita masing-masing." Pria itu memberikan alasan."Ini gila, Ar!" pekik Lidya kaget."Ck! Tak perlu heboh, dan kau sendiri udah tahu siapa sebenarnya aku." Pria itu, menjawab lirik dengan wajah menyebalkan.Lidya terdiam, mencerna perkataan Ardiansyah. Pikirannya melayang ke masa lalu, dan itu akhirnya membuatnya memejamkan mata saat ingatannya merekam kejadian tersebut dengan sangat jelas.Tapi gadis itu juga merasa lega, setidaknya itu akan memberikan kedua belah pihak sebuah kebebasan yang diinginkannya. Ia tidak terikat dengan pernikahan yang sebenarnya yang akan membuatnya terkurung dalam kesombongan dan kebrutalan pria tersebut."Bagaimana menurutmu?" Ardiansyah menatap Lidya, menunggu jawaban dari gadis di hadapannya."B-aiklah, a-ku setuju dengan rencana itu." Lidya tergagap sejenak, namun akhirnya mengangguk.Dengan pembicaraan ini, Ardiansyah dan Lidya mencapai kesepakatan yang tidak diketahui oleh Kakek Hendra. Ini memberi mereka kesempatan untuk mempertahankan identitas dan kebebasan mereka sendiri sambil memenuhi harapan Kakek Hendra.Keputusan ini membuka lembaran baru dalam dinamika hubungan mereka yang rumit, dalam rahasia yang masing-masing sembunyikan dalam hati mereka sendiri.Pertemuan mereka untuk membahas persiapan pernikahan, sesuai dengan kesepakatan, penuh dengan ketegangan. Di ruangan yang sepi, mereka duduk di seberang meja, membicarakan rincian acara yang direncanakan."Baiklah, ini yang akan kita lakukan. Pernikahan akan diselenggarakan di rumah keluargaku. Namun, kita harus memastikan bahwa acara ini akan berlangsung dengan lancar di hadapan Kakek Hendra." Ardiansyah mengambil nafas panjang, setelah mengungkapkan rencananya."Tapi, kita tidak boleh melupakan batasan yang kita buat. Ini tetap menjadi perjanjian rahasia antara kita," sahut Lidya mengangguk, menahan ketidaknyamanannya."Ya, pernikahan ini adalah sandiwara. Namun, kita harus menjaga agar tampak nyata. Aku yakin kau mampu, sebab kau adalah seorang artis." Ardiansyah menatap Lidya dengan tegas, tapi terkesan menyindir.Pria itu tentu saja tahu bahwa gadis itu adalah seorang artis yang terbiasa berakting. Jadi, sandiwara yang hanya seperti ini tentu saja akan lebih mudah dilakukannya.Akhirnya mereka mencapai kesepakatan. Persiapan pernikahan yang dipenuhi dengan drama dan intrik pun akan segera dimulai.Pasangan baru tersebut harus berperan sebagai sepasang kekasih yang saling mencintai di depan publik, sementara pada kenyataannya, ini hanyalah sebuah permainan yang rumit untuk memenuhi harapan kakek Hendra dan melindungi Lidya dari serangan gosip yang menerpanya."Ingat, jangan pernah mengambil kesempatan!" bisik gadis itu memperingatkan."Ck, paling juga kau yang mengambil kesempatan untuk bisa dekat denganku!" sahut Pria itu dengan percaya diri."Hihh," cibir gadis itu dengan wajah yang terlihat jijik.Tapi itu tidak menjadi masalah untuk Pria tersebut. Ia justru tersenyum smirk, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dibalik semua yang dilakukannya.Saat acara semakin mendekat, Lidya dan Ardiansyah terlibat dalam serangkaian rencana dan skenario yang penuh dengan ketegangan. Mereka harus menjaga agar segala yang mereka lakukan sesuai dengan keinginan Kakek Hendra, sambil tetap menjaga rahasia perjanjian mereka yang sebenarnya.***Di hari yang ditunggu-tunggu, acara pernikahan mereka berlangsung megah di rumah mewah keluarga Ardiansyah. Lidya dan Ardiansyah berdiri di atas pelaminan dengan senyum palsu yang terukir di wajah mereka."Sah?" tanya penghulu, saat ijab kabul selesai diucapkan Ardiansyah sebagai mempelai pria."Sah...""Sah!""Aamin ..."Teriakan para saksi menggema memenuhi ruang tamu. Namun bukan bahagia yang dirasakan mempelai wanitanya, karena pernikahan ini bukanlah atas kemauannya.Gadis itu terpaksa menikah dengan pria yang sekarang telah resmi menjadi suaminya, hanya karena terpaksa melakukannya atas keadaan yang mendesaknya.Lagu pengiring pernikahan memenuhi ruangan, Ardiansyah dan Lidya memainkan peran mereka sebagai pasangan yang bahagia, sementara hati mereka jauh dari kebahagiaan. Mereka berusaha menjaga kepercayaan Kakek Hendra dan menutupi perjanjian rahasia mereka."Selamat pengantin baru," ucap kakek Hendra menatap keduanya dengan penuh harapan."Terima kasih, kek. " Ardiansyah dan Lidya menjawab serentak, suara mereka terdengar jelas di ruangan yang ramai."Hahaha ... kalian sudah kompak, jadi kakek tua ini tak sabar mendapatkan cicit. Hahaha ..." tawa kakek Hendra, menggambarkan rasa bahagianya.Sementara itu, kedua pasang mempelai tersenyum canggung karena permintaan kakek tua tersebut. Setiap langkah, senyuman, dan ucapan selamat menjadi bagian dari pertunjukan besar mereka ini.Tetapi di atas panggung yang bersinar dan mewah ini, Ardiansyah dan Lidya merasakan beban dari perjanjian yang mereka buat.'Aku berharap semua akan baik-baik saja sampai semuanya berakhir,' kata Lidya dalam hati.'Semoga Lidya mampu memainkan perannya dengan baik,' harap Ardiansyah dalam hati.Namun, di tengah-tengah acara, sebuah insiden tak terduga terjadi. Suatu kejadian yang menciptakan kekacauan di pernikahan yang seharusnya sempurna.Serombongan orang datang, dan langsung merangsek maju ke atas panggung. Mereka sudah dihadang oleh orang-orang Ardiansyah, tapi mereka mengatasnamakan media yang bebas meliput acara seorang artis."Apakah tuan Ardiansyah tidak keberatan mendapatkan istri seperti Mbak Lidya ini?" tanya salah satu reporter dengan nada menghina."Apa maksudmu?" tanya Ardiansyah menatap wartawan tersebut dengan tajam."Bukankah banyak gosip yang menyatakan bahwa, mbak Lidya sering menghabiskan malam bersama dengan para produser film dan sutradara agar bisa mendapatkan peran utama?"Bukan hanya Ardiansyah yang terkejut mendengarnya, tapi semua mata kini tertuju pada satu arah saja, yaitu ke arah Lidya.Kepala Lidya menggeleng beberapa kali, memberikan tanda bahwa dia tidak membenarkan pernyataan dan pertanyaan yang diberikan oleh wartawan tersebut."Apa tanggapan tuan Ardi tentang gosip itu?" tanya wartawan yang lain, mendesak untuk mendapatkan klarifikasi.Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
"Terima kasih sudah menemaniku untuk makan siang hari ini, Sarah. Kamu benar-benar selalu memikirkan hal yang terbaik untukku." Lidya tersenyum dan merasa bersyukur, sambil melihat jam di sebelah kanannya."Sama-sama, Bu Lidya.""Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Oh, kita harus segera menyelesaikan pekerjaan, Sarah. Kita tidak bisa melakukannya sampai malam, karena aku tidak mau lembur hingga malam hari."Lidya membuka laptopnya dan mulai membuat strategi-strategi baru untuk pemasaran produknya, sementara Sarah duduk di sampingnya dan mulai mengambil catatan yang penting.Mereka bekerja bersama-sama sampai menyelesaikan tugas yang mereka berdua kerjakan, dan benar-benar selesai pada pukul 7 malam. Lidya dan Sarah merasa lelah tetapi berhasil merampungkan pekerjaan tersebut."Bu Lidya, pekerjaan sudah selesai. Saya akan menunggu Ibu sampai pulang atau saya pulang duluan?" tanya Sarah memastikan."Baiklah, terima kasih, Sarah. Lebih baik kamu menunggu aku pulang, ya? Aku tinggal sedikit l
Kini kehidupan Lidya lebih tenang setelah mendapatkan kabar tentang kematian Beno, meskipun ia juga prihatin atas nasib pria tersebut.Beno merupakan salah satu fans berat Lidya - semasa ia menjadi artis pada saat itu. Sementara Beno yang memaksakan kehendaknya dengan cara menyalahgunakan kekayaan dan kekuasaan orang tuanya untuk mendapatkan Lidya dengan berbagai cara. Meskipun Beno sudah mengetahui jika Lidya telah menikah dengan Ardiansyah sekalipun.Namun, Lidya tidak pernah merespons atau memberikan harapan palsu pada Beno. Lidya hanya menganggap Beno sebagai fans dan tidak pernah memberikan perlakuan khusus. Namun, meskipun begitu, Beno tetap bersikukuh dengan pendekatan yang salah tersebut - bahkan dengan cara menculik untuk memaksakan kehendaknya."Hahhhh ..."Lidya membuang nafas panjang setelah kejadian yang memprihatinkan, yang dialami Beno. Sebenarnya Lidya juga merasa terkejut dan sedih atas berita yang didengarnya itu. Ia merenungkan tentang pentingnya hidup dengan cara y
Gerri hanya bisa melihat bagaimana Beno yang semakin terjerumus dalam kehidupan penjara yang rusak dan kejam, karena merasa sudah berkuasa. Ia merasa sedih melihat seorang manusia kehilangan pengendalian dirinya dan menghancurkan hidupnya sendiri dengan mengkonsumsi barang-barang haram tersebut, padahal di dalam penjara adalah tempat untuk merenungkan segala kesalahan yang pernah dilakukan sebelum masuk ke sel tahanan ini."Hai, Beno. Apa yang kau pikirkan? Apa kau tidak merasa kasihan pada dirimu sendiri?" ujar Gerri tanpa ekspresi wajahnya, saat ada kesempatan untuk berbicara dengan Beno.Tapi tanggapan Beno justru tidak mengenakkan. Pria arogan itu tersenyum sinis, lalu menggertaknya. "Apa yang kau tahu? Kau bukan siapa-siapa di sini. Biarkan aku menjalani hidupku sendiri, pecundang!"Gerri menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Beno. "Tapi kau sendiri tahu kalau kehidupanmu semakin rusak dan sia-sia. Apa yang kau cari selain kesenangan sesaat?" tanyanya dengan maksud menyadarkan
Lidya dan Rafael menjelaskan jika mereka sedang membahas persiapan untuk hari pertama sekolah Rafael yang akan datang. Ardiansyah mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa saran tambahan untuk putranya."Rafael, kau harus berani dan percaya diri di sekolah. Jangan takut untuk mengambil inisiatif dan berbicara dengan teman-temanmu," ucap Ardiansyah dengan senyum lembut.Rafael mengangguk patuh, menunjukkan bahwa ia akan mengingat semua saran yang diberikan oleh orang tuanya. Lidya dan Ardiansyah melanjutkan membicarakan hal-hal lain tentang keluarga mereka dan Ardiansyah memutuskan untuk membuka sebuah topik yang sudah lama ia pendam."Lid, selama ini aku merasa tidak enak hati karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Aku merasa seperti aku tidak bisa memberikan cukup waktu dan perhatian yang cukup untukmu dan Rafael," ucap Ardiansyah dengan wajah yang terlihat jelas jika sedang bersedih.Lidya tersentak dan menatap suaminya, "Apa maksudmu, Ard?""Aku merasa terhutang bud