Riley tentu tak bisa membalasnya dan hal itu membuat Rowena malah tertawa kecil."Tenanglah! Aku tahu bila status ini hanya sementara, tapi ... hm, ah sudahlah. Lebih baik kau segera kembali ke tempat latihanmu," kata Rowena dan gadis itu mendorong pemuda yang masih terbengong-bengong itu menjauh.Sebenarnya Riley masih ingin berbicara. Tapi dikarenakan Rowena yang sudah mengusirnya untuk pergi tentu saja dia terpaksa pergi.Riley bergegas pergi ke tempat istiraha untuk para calon prajurit. Hanya dalam waktu singkat dia telah berhasil menemukan dua teman satu kamarnya yang tengah berbaring di atas rumput dengan mata terpejam seolah sedang kelelahan setelah latihan intensif yang telah mereka lakukan.Begitu Riley duduk di samping James, pemuda itu langsung membuka mata dan bangun. Matanya menatap penuh selidik pada Riley, "Jadi, bagaimana?""Bagaimana apanya?" Alen bertanya dengan mata yang masih tertutup, tak tahu bila Riley sudah ada di sana.James mendecak lidah, "Aku sedang tak ber
Dengan begitu sangat antusias Rowena menambahkan, "Kau bisa meminta saran kepadanya. Aku yakin beliau pasti bisa membantu kita."Wajah gadis itu bahkan terliat berseri-seri, tapi Riley malah menggelengkan kepala."Kenapa? Kau tidak mau?" Rowena bertanya dengan ekspresi bingung.Riley mendesah, "Ayah saya ... dia sudah bergelut di bidang itu, membahayakan nyawanya dan telah melakukan banyak hal untuk kerajaan ini. Dan saat ini dia sedang menjalani hidupnya seperti orang biasa."Dia lalu menoleh ke arah sang putri lalu melanjutkan, "Saya tidak ingin melihat beliau berpikir keras lagi tentang perang. Saya ingin ayah saya hanya hidup santai dengan kehidupannya yang sekarang bersama ibu saya tanpa memikirkan hal seperti ini lagi, Yang Mulia."Rowena terdiam.Gadis itu pun seketika teringat akan pertemuannya dengan William Mackenzie beberapa waktu yang lalu. Jika Riley ingin ayahnya tidak cemas karena memikirkan masalah kerajaan, ayahnya, sang jenderal terkuat yang pernah ada itu pun juga m
Alen menggelengkan kepalanya dan kemudian membalas, "Mungkin saja desain baju ini sudah lama, hanya namanya saja yang didesain secara mendadak."James langsung merengut. "Sialan kau, Smith! Mengapa kau selalu senang menghancurkan imajinasi seseorang?"Alen terkekeh, "Oh, bukan begitu. Aku hanya tahu kau akan berbicara apa jadi aku ingin membuatmu sadar dan ingat dulu kenyataannya."James tak membalas lagi karena masih sebal, sementara Riley baru saja muncul dengan wajah yang sudah bersih, "Ada apa sebenarnya?""Ah, kau lambat sekali! Lihat seragammu!" kata James.Reaksi Riley kurang lebih hampir sama seperti Alen ataupun James. Namun, pemuda itu bahkan tak menyembunyikan senyumannya."Hei, apa kau segitu kagumnya dengan baju ini sampai tersenyum seperti orang begitu, Wood?" ucap James sembari tersenyum miring.Riley tidak tersinggung dan malah berkata, "Ini padahal baju perang untuk calon prajurit seperti kita. Aku jadi penasaran seperti apa baju yang dipakai oleh para prajurit saat i
Tak ingin membuat James Gardner menaruh rasa curiga kepadanya, Riley pun cepat-cepat menjawab, “Tentu saja tidak. Mana mungkin aku takut terhadap hal semacam itu?”James memicingkan mata, menatap penuh selidik temannya itu dan kemudian malah menyeringai seolah telah menangkap mangsanya. “Tapi, yang aku lihat tidak seperti itu. Kau … takut. Mengaku sajalah! Ayo jujur padaku! Kau takut tersorot kamera kan?” kata James dengan senyum miring yang masih menghiasai bibirnya.“Terlihat sekali, Wood. Ekspresimu sudah menggambarkannya.” James melanjutkan dengan penuh ceria.Riley segera memperbaiki ekspresi wajahnya dan membalas dengan nada jengkel, “Omong kosong. Ekspresi wajahku memang lebih datar.”“Terus?” kata James sambil mengangkat alis.“Aku bukan takut, James. Aku hanya tidak suka. Puas?” balas Riley dengan mengertakkan gigi karena sebal.James malah tertawa cekikikan mengabaikan temannya yang sedang kesal. Malas mendengar tawa menyebalkan itu, Riley memilih berjalan lebih cepat dan m
James Gardner malah kembali menghela napas panjang, "Oh, inilah akibatnya jika kau lebih memilih untuk bermesraan dengan putri raja dibandingkan makan malam tepat waktu."Riley sungguh ingin sekali menjahit mulut James yang selalu mengucapkan kata-kata yang menurutnya tidak penting sebelum pada intinya.“Ayolah! Jangan bermain-main, James!” ucap Riley dengan menggigit giginya.James pun menyeringai, “Bodoh, ini karena terjadi perang besar semalam. Para prajurit yang tersisa dikirim ke Kerajaan Fermoza.”Mendengar hal itu, tentu saja Riley begitu sangat terkejut, “Apa maksudmu? Apa itu artinya benar-benar hanya ada sedikit prajurit di kerajaan ini secara total?”“Iya, benar,” jawab James.Riley seketika terdiam, mulai panik. “Apa yang mereka lakukan? Bagaimana bisa mereka berbuat seperti itu? Bagaimana jika kita diserang? Maksudku, kerajaan ini jika ditinggalkan oleh-”“Tenanglah! Masih ada sekitar dua puluh lima persen prajurit yang berada di istana. Itu masih cukup untuk melindungi ke
William Mackenzie tampak terkejut melihat kegusaran sang istri. Sudah begitu lama pria itu tidak melihat istrinya luar biasa cemas begitu.Maka, dia pun memilih untuk lebih berhati-hati ketika menanggapi semua perkataan istrinya itu.“Jawab, Bill! Kenapa kau diam saja? Memangnya ada peraturan para calon prajurit bisa dikirim ke medan perang jika ada kondisi darurat?” Cassandra berkata dengan galak sekali lagi.William meringis dan menarik istrinya agar mendekat kepadanya. Setelahnya, dia memeluk istrinya sembari mengusap rambutnya dan perlahan berkata, “Aku tahu kau cemas. Tapi, bukan hanya kau yang cemas, Sayang. Riley itu juga putraku. Aku yang memberinya izin dan bahkan akulah yang juga membantunya masuk ke dalam istana. Aku yang bertanggung jawab penuh atas semuanya, Cassie.”Begitu mendengar perkataan suaminya itu, Cassandra tambah menangis tersedu-sedu. Pada awalnya dia yang paling tegar saat melepas putranya pergi mengikuti seleksi, tapi saat ini justru dirinya yang hampir gila
William menggelengkan kepalanya dengan tegas, "Bukan. Masalah mereka berdua masih sama, belum ada hal lain lagi. Tapi ... ini tentang Riley dan Putri Rowena."Cassandra menaikkan alis, merasa heran sekaligus bingung, "Apa hubungan putra kita dengan putri Kerajaan Ans De Lou?"William menatap sang istri dengan lurus-lurus, seolah sedang mempersiapkan diri untuk mengatakan sebuah hal penting yang sulit untuk dikatakan.Cassandra yang telah mengenal suaminya selama puluhan tahun itu tentu saja bisa merasakan bagaimana suaminya terlihat begitu gugup.“Bill, katakan! Kenapa sedari tadi kau seolah berbelit-belit mengatakannya?” protes Cassandra.William menggigit bibir bawahnya, “Masalahnya memang hal ini terlalu mengejutkan untukku. Bahkan, tidak sekalipun kejadian ini pernah terlintas dalam otakku. Sampai-sampai aku ….”“Kau benar-benar membuatku tidak sabar. Kau mengatakannya padaku atau aku sendiri yang akan mencari tahu sendiri dengan menelepon Mary?” kata Cassandra yang telah kehilang
Seseorang dari arah belakang pemuda itu segera menyahut, “Hei, kita belum tahu bagaimana situasi dan kondisi pasukan kerajaan kita. Jangan sembarangan berbicara!”Riley menoleh ke arah sumber suara itu. Orang yang berbicara tersebut rupanya Damian Irving, salah seorang putra dari prajurit senior yang dulu juga merupakan anak buah ayahnya.Tetapi, Riley tidak tahu apakah Sean Irving, ayah Damian masih menjabat sebagai prajurit di dalam istana. Namun, jika memang orang itu masih berada di dalam istana, tentunya posisinya sudah naik ke posisi yang lebih tinggi.Seingat Riley, para prajurit senior yang memiliki kemampuan bagus serta pengalaman perang yang banyak biasanya ditempatkan di level satu. Hanya saja, selama Riley menginjakkan kakinya di istana, dia masih belum bisa mencari tahu tentang level para prajurit dikarenakan kesibukannya sebagai calon prajurit yang bisa dikatakan begitu sangat padat. “Aku tidak sembarangan. Kau tidak buta kan? Kau bisa melihat dengan mata kepalamu sen