Home / Romansa / Sang Janda dan Para Pria Penggoda / Chapter 2 : Sang Janda dan Pemuda

Share

Chapter 2 : Sang Janda dan Pemuda

Author: VERARI
last update Last Updated: 2022-12-02 21:40:46

"Tujuh ratus juta!"

Rena berguling kegirangan selepas menghitung berulang-ulang jumlah nol di rekening. Betapa beruntung dirinya. Bukan hanya mendapat uang melebihi harga jual, si pembeli rumah juga memberi voucher menginap tiga hari dua malam di hotel bintang lima.

Mendadak ia berpikir perceraian dengan Dhani bukan sesuatu yang buruk. Jika harus menghabiskan seumur hidup dengan peselingkuh itu mana mungkin dia bisa merasakan semua ini.

Rena segera beranjak berganti pakaian setelah mendapat pesan singkat dari si pembeli rumah. Berdandan sedikit untuk sang pembeli yang murah hati.

"Selamat malam." Suara seorang pria mengejutkan dari belakang. Rena sontak berbalik.

"Maaf saya pasti sudah mengejutkan. Benar dengan Mbak Rena ya?"

"Benar."

"Saya Bagas Sadewa, pengacara yang dikirim untuk mengurus balik nama surat tanah."

"Oh, saya kira bakalan ketemu dengan pembelinya langsung."

"Mohon maaf sekali lagi, bos saya sedang ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan.

"Mari silahkan ke meja yang sudah dipesan bos saya."

Rena mengulurkan sertifikat rumah kepada sang pengacara. "Sebelumnya saya sangat berterima kasih pada bos Pak Bagas yang sudah membeli rumah. Tapi bukankah ini sedikit berlebihan?"

"Berlebihan? Maksudnya?"

"Sebenarnya rumah saya nggak semahal itu. Saya juga dikasih voucher menginap di hotel semewah ini. Dan juga makan malam di tempat khusus VIP."

Bagas tersenyum sopan. "Rumah Mbak Rena kebetulan lokasinya pas sekali dengan incaran pak bos. Dan tidak berlebihan sebenarnya mengingat beliau yang juga pemilik hotel ini."

Bagas membutuhkan setidaknya tiga hari sampai pergantian nama setifikat selesai. Dengan begitu kemewahaan sesaat telah berakhir.

"Kalau boleh tahu, Mbak Rena mau pindah atau pulang kampung?"

"Saya akan pindah di Kota Sukamaya."

"Wah, kebetulan sekali! Bulan depan hotel baru pak bos resmi dibuka di sana."

Bagas menyerahkan kartu nama. "Hubungi saya kalau Mbak Rena butuh bantuan atau hanya sekedar ngopi-ngopi."

"Beneran saya hubungi nanti lho ya. Saya juga nggak punya kenalan di sana."

"Siap, Mbak! Oh ya, ngomong-ngomong panggil nama saja. Gini-gini saya masih tiga puluh tahun.

Rena sedikit tak percaya. Penampilan Bagas lebih muda dari umurnya. Sebenarnya Rena mengira ia dan Bagas seumuran.

Meskipun tak setampan sang mantan tapi Bagas cukup menarik untuk dipandang. Selalu mengenakan kemeja rapi dan juga statusnya yang seorang pengacara membuat Rena otomatis memanggilnya dengan sopan.

Di sepanjang perjalanan Rena saling bertukar pesan dengan Bagas. Pria itu memberi tahu secara rinci setiap sudut Kota Sukamaya. Lambat laun mereka pun semakin akrab.

Dan sepuluh jam kemudian kereta berhenti. Rena mengambil nafas panjang sesaat menginjakkan kaki di kota yang akan menjadi tempat tinggal barunya.

Rena terpesona dengan gemerlap malam dan keramaian kota. Sungguh berkebalikan dengan tempat tinggal terakhirnya. Tentu saja, karena Sukamaya termasuk kota metropolitan terkenal padat penduduk.

Setelah berkeliling dari setiap sudut kota, Rena menemukan rumah kontrakan yang tidak begitu mahal namun tampak nyaman untuk ditinggali. Jarak antar tetangga pun tak terlalu jauh. Cocok untuk dirinya yang sedikit penakut di malam hari.

"Saya bayar lima belas juta tunai ya."

Pak Ridwan si pemilik rumah sekaligus ketua RW menghitung tumpukan seratus ribuan dengan cermat. "Pas ya. Kalau ada apa-apa langsung ke rumah saya saja di sebelah."

Selepas kepergian sang tuan rumah, Rena membongkar bawaan. Tak cukup banyak. Hanya baju dua koper dan beberapa barang saja.

Untungnya, rumah kontrakan ini sudah ada meja kursi di ruang tamu dan ruang makan. Sedangkan kamarnya kosong melompong. Terpaksa ia menggunakan selimut tebal untuk alas tidur.

Dingin dan sepi. Asanya berkeliaran ke mana-mana. Memikirkan bagaimana kehidupan seorang janda tanpa suami. Ketakutan menghadapi masyarakat yang mungkin akan mengucilkannya.

Namun bayangan itu hilang di hari kemudian. Tak disangka para tetangga datang menyambut kehadiran si warga baru.

"Mbak Rena cantik sekali. Mau nikah lagi mah gampang."

"Saya belum mau mencari suami lagi, Bu. Berkas perceraian saja masih hangat." Rena menanggapi Lastri yang dianggap tetua para ibu-ibu kompleks.

Mereka bercakap-cakap seru sampai satu jam berlalu. Seorang perempuan datang terlambat. Para ibu-ibu lain mencibir ibu muda yang dipanggil Ratri itu.

"Maaf. Saya lembur hari ini."

"Oh ya, saya dengar mbak Renata baru saja bercerai dari suaminya."

Rena mengumpat dalam hati. Tampaknya Ridwan sudah menyebarkan informasi pribadi Rena seenaknya.

"Berapa lama menikah, Mbak?" Ratri lanjut bertanya.

"Baru satu setengah tahun."

Para ibu-ibu terkejut dengan pernikahan singkat itu. Dan acara menguak privasi Rena pun dimulai.

Mereka mengutuk Dhani yang berselingkuh. Berbeda dengan Ratri. Ibu muda itu memberikan penyataan tak terduga.

"Hanya satu setengah tahun saja suami Mbak kabur sama pelakor. Jangan-jangan mbak sudah bikin kesalahan yang susah untuk dimaafkan?!"

"Menikah itu janji besar kepada Tuhan. Kalau pun aku punya kesalahan, suami harusnya mengayomi. Bukannya mencari simpanan."

"Itu benar, tapi sikap istri juga berpengaruh, Mbak."

"Benar, Mbak. Tapi selama menikah, aku sudah berusaha jadi istri yang baik. Tapi kalau dia kecantol cewek lain apa aku juga yang salah?"

"Berusaha bukan berarti-"

"Sudah, sudah!" Lastri menengahi, "Kita niatnya cuma mau diskusi saja. Bukan mau debat siapa yang benar, siapa yang salah. Mbak Ratri juga nggak bisa seenaknya mojokin orang kalau nggak tahu detail masalahnya."

"Dia mah sudah biasa ngomong nggak ngenakin hati seperti itu, Mbak. Maklumin saja." Kata Darmi.

"Haha. Maaf, maaf. Aku sudah kelewatan." Ratri menunduk setengah tulus. Dia masih berpikir pendapatnya benar. Tidak mungkin ada api kalau tidak ada yang menyalakan, pikirnya.

Setelah para ibu pulang ke rumah masing-masing, tak berselang lama, Ratri kembali mengunjungi Rena. Sekali lagi dia meminta maaf karena ucapannya tadi.

Meskipun niat kedatangannya bukan untuk meminta maaf. Ratri menawarkan Rena untuk memberi les privat anaknya yang sebentar lagi menjalani ujian kelulusan SMA.

"Ricky itu agak susah dikasih tahu. Dia nggak mau ambil les di tempat-tempat umum. Aku dengar dari pak RW, Mbak Rena dulu juga sering kasih les anak-anak sekolah."

Rena mengangguk. Memang benar, setelah pindah di rumah baru mereka dulu, ia membuka kelompok belajar di kompleksnya. Menjadi ibu rumah tangga bukan pekerjaan yang sulit. Hanya saja, uang yang diberikan suaminya tak cukup memenuhi kebutuhannya sendiri.

***

Sore menjelang malam seorang pemuda mengetuk pintu rumahnya. Meskipun perawakannya seperti pria dewasa, ia bisa segera tahu identitasnya. Rena menyambut dengan senyum mengembang.

"Kamu pasti Ricky ya? Ayo, masuk!"

Wajah pemuda itu merona, "Salam kenal, Tante."

Rena terkejut dengan sapaannya, "Aduh, jangan tante. Kakak atau mbak saja ya. Cuma selisih sembilan tahunan masa dipanggil tante," ia tertawa.

Setelah mengobrol sebentar, Rena mulai mengajarkan satu persatu materi yang sudah dipersiapkan. Ia senang melihat Ricky yang mudah mengerti dengan cara mengajarnya.

Rena mengamati pemuda yang tengah sibuk menuliskan jawaban di atas kertas itu. Kalau dilihat dengan cermat, Ricky tak begitu mirip dengan ibunya. Garis wajahnya lebih tegas dan rupawan. Hanya kulit putihnya saja yang sama.

"Oh ya, kalau ada teman yang mau les privat bisa hubungi Mbak, ya."

Benar saja, sehari kemudian Ricky membawa sekelompok orang yang ingin mendaftar les padanya. Setelah mendapat izin orang tua mereka, ia mendapat lima anak didik tambahan.

Ricky menyeringai, "Jangan lupa traktirannya," ia berbisik.

Selama beberapa hari menghabiskan waktu dengan anak itu, Rena sedikit tahu tentangnya. Ricky di sekolah suka bergaul dengan anak-anak bandel, ucapannya yang frontal mirip ibunya. Bahkan beberapa kali sekolah memanggil orang tuanya karena ketahuan berkelahi dan membolos.

Pemuda itu paling benci dinasehati orang tuanya. Tapi ia sedikit demi sedikit mau terbuka dengan Rena. Beberapa kali menceritakan keluh kesahnya. Jadi seperti seorang teman.

"Wah, mama papa belum pulang." ujar Ricky sedih.

"Nanti saja pulangnya. Mbak juga belum beli payung."

Malam itu anak-anak yang lain sudah pulang duluan. Karena hujan lebat para orang tua menjemput lebih cepat.

Kilat menyambar-nyambar. Rena sedikit gemetaran. Tiba-tiba semua lampu padam. Ia menjerit karena terkejut.

"Mbak Rena nggak apa-apa?"

Ricky buru-buru menyalakan senter. Ia dapat melihat guru lesnya membeku di tempat saking ketakutan.

"Duduk sini, Mbak." Ricky membimbingnya duduk ke sofa. "Mau diambilin minuman?"

"Nggak, nggak usah!" Rena mencekal lengan muridnya. "Aku cuma kaget saja."

"Mungkin trafo listriknya meledak. Biasanya langsung hidup lagi soalnya."

Ponsel Ricky berdering dengan suara keras. Rena sekali lagi melompat kaget. Lampu senter di ponsel pemuda itu padam tatkala menjawab panggilan.

Selagi Ricky bercakap-cakap dengan ibunya di telepon, Rena meraba-raba sekitar untuk mencari ponselnya sendiri. Ia tersentak saat tak sengaja menyentuh paha muridnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Usman
jsjsjsjaja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 103 : Akhir yang ...

    "Nggak... Itu nggak mungkin.""Apanya yang nggak mungkin? Kenapa kamu ke sini?""Aku pikir ada masalah karena Billy meliburkan semua orang. Ternyata bukan hanya masalah. Tetapi masalah besar!" Kilatan di mata Aurora berubah. Ia bukan orang bodoh yang tak tahu situasi."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" Billy muncul dari pintu."Kamu juga ada di sini? Jangan bilang... Kamu nggak mengejar Rena lagi karena...." Aurora kehilangan kata-kata."Apa yang mau Mama katakan?""Nggak, itu nggak mungkin." Aurora menggeleng-geleng tak percaya.Ingatan Aurora kembali ke malam itu. Ketika ia menemui Widya untuk mengatakan jika ia telah memenangkan David.Widya tengah menunggu di seberang jalan stasiun yang saat itu belum begitu ramai. Wanita itu terkejut melihatnya alih-alih David yang telah lama dinanti."Mau apa kamu ke sini, Aurora?""Untuk membayar kesalahan suamiku padamu.""Apa maksudmu?""David nggak akan pernah kembali padamu, Widya. Dia nggak akan mau meninggalkan semua fasilitas yang ia milik

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 102 : Piknik Keluarga

    Rena gemetaran dalam dekapan Joshua di sampingnya. Ia takut menunggu reaksi ayah kandungnya.David hanya membuka mulut tak begitu percaya kata-kata Billy. Kemudian Billy menyodorkan hasil tes DNA yang diberikan Oliver saat di pulau waktu itu.Semua orang bisa tahu, Billy lah yang meremas-remas kertas itu sampai kusut dan sobek di beberapa bagian. Untungnya, hasil tes DNA masih bisa terbaca.Probabilitas David Ethan sebagai ayah biologis dari Renata Cahyani adalah 99,999%."A-apakah ini nyata?" David berdiri sambil memandangi Rena."Si tua Oliver itu yang melakukan tes DNA diam-diam. Nggak tahu dapat sampel dari mana."Air mata David kembali meleleh. "Kamu... Rena... Kamu anakku dan Widya? Oh Tuhan, ini pasti keajaiban!" David bersimpuh seperti orang yang sedang berdoa.Reaksi David membuat hati Rena bergejolak. Ia menyembunyikan wajah ke dalam jaket suaminya. Ada rasa senang sekaligus malu."Jadi... Bayi ini cucuku?""Iya, Pa. Tadinya dia akan menjadi anak tiriku, ternyata malah jadi

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 101 : Rahasia Aurora

    "Papa menyesal selama ini hanya diam saja, sedangkan papa tahu semua perbuatan burukmu." Mata David berkaca-kaca. "Papa merasa gagal sebagai seorang ayah. Maafkan papa, Bill."Mulut Billy sedikit terbuka, hampir mengucap sesuatu. Tapi David lebih cepat memotongnya."Papa tahu perbuatanmu dan Aurora demi untuk mendapatkan keinginan kalian. Tapi ini nggak benar, Billy. Belum ada sejarahnya seorang pria di keluarga kita menjadi suami kedua."Billy terkekeh-kekeh. "Aku hampir tergoda dengan usulmu, Pa.""Maaf, mengecewakan, Om. Tapi saya nggak akan pernah rela membagi istri saya dengan lelaki lain," tegas Joshua."Lalu..."Rena segera memotongnya, "Mari kita selesaikan makanannya dulu. Setelah ini baru bicara."Tiga puluh menit kemudian, di atas meja makan hanya tersisa minuman. Tak ada salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan.Suara khas bayi milik Ethan dari dalam kereta dorong bayi memecah keheningan. Joshua menirukan suara anaknya. Lagi-lagi sibuk memeriksa gigi Ethan dan tak m

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 100 : Bertemu Ayah Kandung

    Joshua mencengkeram kemudi dengan erat ketika melihat istrinya memeluk pria lain. Meskipun tahu siapa Billy bagi istrinya."Ah, bikin nggak tenang."Joshua membanting pintu mobil dengan kencang. Ia pun berjalan menghampiri mereka berdua yang tak sadar oleh kehadirannya.Setelah mendengar pengakuan Billy dan Rena, Joshua mundur teratur agar tak ketahuan mencuri dengar. Ia menyesal sudah marah-marah dan curiga berlebihan."Mereka lagi shooting sinetron? Mantan pacarku tercinta ternyata anak kandung Papaku?" Joshua terkekeh oleh leluconnya sendiri."Itu sama sekali nggak lucu, Josh! Istrimu sedang sedih!" Ia membentak dirinya sendiri.Sementara itu, Rena tengah menyeka air mata Billy. "Sudah, jangan menangis lagi.""Apa yang kamu inginkan sekarang, Rena?""Maksudmu? Tentang apa?""Mamaku. Dia yang sudah...""Aku nggak tahu, Bill. Aku marah sekali waktu tahu ibuku meninggal karena mamamu. Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya dan memanggilnya ibu." Rena kembali terisak."Katanya janga

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 99 : Kakak Adik

    Tangan Rena bergetar hebat dan hampir menjatuhkan satu ikat kertas di tangannya. Joshua sigap menggenggam kedua tangan istrinya."I- ini... I -ini pasti salah. Nggak mungkin mereka orang tuaku, Josh!""Shhh, shhh... Mau dibaca dulu keterangan di belakangnya? Haruskah aku yang membacakannya untukmu?"Rena mengangguk.Joshua mengambil kertas itu dengan posisi duduk yang masih sama. Membalik foto pernikahan Aurora dan David, lalu mulai membaca isi dalam dokumen itu."Nama ayah kandungmu David Ethan dan nama ibumu Widya Cahyani."Rena membungkam mulut dengan kedua tangannya sendiri. "Apa ibuku...." Rena terisak."25 tahun yang lalu, David melayangkan gugatan perceraian kepada Aurora. Karena David mengetahui perselingkuhan Aurora dengan..." Joshua tiba-tiba mengumpat."Dengan siapa, Josh?""Aditya Wijaya, ayah Gladis."Rena menatap sang suami tak percaya."Sejak itu, David sering tak pulang. Dia bahkan membeli rumah sendiri. Dan selama satu tahun, David diam-diam berhubungan dengan Widya,

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 98 : Orang Tua Rena

    Di ruang keluarga Gavin, para anggota keluarga masih berbincang-bincang. Kemudian mereka dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tak terduga."Aurora Volker! Bagaimana dia bisa masuk ke sini?!" Teriak James."Aku nggak pernah mengundangmu ke rumahku, Nyonya Volker," kata Peter."Aku yang menyuruhnya datang!" Seruan Oliver membuat semua orang terdiam. "Ikut aku, Nyonya Volker."Aurora membuntuti Oliver ke arah ruang kerja Peter. Wanita itu sama sekali tak memandang satu pun anggota keluarga Gavin yang lain. Jika bukan karena Oliver memiliki kartunya, mana sudi ia menginjakkan kaki di tempat ini."Langsung saja, katakan apa yang ingin Anda sampaikan," kata Aurora dengan sikap menantang."Kamu memang Volker sejati. Nggak terlihat gentar walaupun dalam hati ketakutan." Oliver terkekeh-kekeh."Aku sibuk, Tuan Besar Gavin. Kalau hanya mau basa basi, bilang saja ke sekretarisku.""Baik, baik." Oliver duduk berhadapan dengan Aurora. "Aku sudah memberi tahu Billy Volker tentang rahasiamu.""

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 97 : Pria Sejati

    Meskipun hari mulai gelap, para tamu masih memenuhi hotel. Tempat acara diperluas sampai ke dalam karena semakin banyak tamu yang datang. Sebab beberapa orang mendapat undangan di jam yang berbeda.Di sebuah layar di dalam hotel, rekaman Joshua dan Rena tadi diputar berulang-ulang. Orang yang baru datang pun bisa tahu acara yang sesungguhnya bukan hanya ulang tahun perusahaan.Rena dan Joshua duduk di sofa paling depan. Memberi salam dan berjabat tangan dengan para tamu silih berganti. Seperti pengantin baru pada umumnya.Kelompok yang pernah bertemu Rena di bar dulu ikut bergabung. Berfoto-foto lalu mengobrol seru."Ya ampun, aku nggak pernah menyangka kamu mau sama dia, Ren!""Iya, astaga! Kasihan sekali hidupmu!""Kalian mau dipecat, hah?!" Sentak Joshua.Para pria dan wanita itu cukup dekat dan terbiasa bersikap kurang ajar pada atasannya di luar kantor. Tapi mereka cukup sopan dan tahu posisi masing-masing saat bekerja.Mereka terus saja menggoda Joshua sampai wajah suami Rena it

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 96 : Nyonya Gavin

    Seminggu berlalu, pesta pun tiba. Hari ini tepat satu tahun ulang tahun pernikahan Rena dan Joshua. Sekaligus merayakan kelahiran Ethan meskipun telah 3 bulan berlalu.Acara diselenggarakan di halaman belakang Hotel Gavin sore ini. Para tamu undangan telah memenuhi area hotel.Oliver dan para tetua Gavin yang memasuki area diiringi tepuk tangan para undangan. Banyak karyawan yang belum tahu sosok Oliver Gavin itu. Sebab Oliver jarang sekali keluar pulau."Wah, kakeknya Pak Josh tampan sekali," ujar Cynthia."Betul... betul... Aku mau tuh jadi istri kedua," tukas wanita lainnya."Itu Alexa ada di belakang mereka. Dengar-dengar acara ini juga untuk merayakan pesta cucunya. Jangan-jangan beneran tuh Pak Josh mau menikah dengan Alexa."Sabrina mengerutkan kening tak suka. "Aku nggak pernah dengar tuh. Lagi pula di undangan cuma merayakan hari jadi Gavin Corp saja. Jangan banyak gosip kalian!""Eciee, yang tiap hari masakin calon suami," goda Ririn, teman Sabrina.Karyawati di Gavin Corp t

  • Sang Janda dan Para Pria Penggoda   Chapter 95 : Masak Garam

    "Kamu mau bilang dia istrimu?""Siapa lagi kalau bukan dia?""Jangan gila, Josh! Tadi bilang kalau kamu tahu aku mau ke sini, bukan?""Aku bilang, mungkin tahu tujuanmu ke sini. Mana aku tahu kamu mau datang.""Nggak, nggak. Aku yakin kamu tahu. Lalu kamu mau membuatku cemburu dengan pura-pura tidur dengan perempuan ini, bukan?"Joshua menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ia sudah berusaha menjelaskan sebaik mungkin tapi lawan bicaranya tak juga mengerti."Jawab, Josh!""Kamu tunggu di luar saja. Aku mau pakai baju dulu."Alexa menangis tapi Ethan menangis lebih keras. "B- bayi siapa itu?""Itu anakku, Lexa."Rena membuai tempat tidur Ethan tapi ia terus menangis keras. Disusui pun tak mau.Rena bisa melihat Alexa terus menangis sambil menatap dirinya. Ia pun menuju ke arahnya. Memamerkan muka Ethan agar Alexa tahu bahwa Joshua tak bohong. Alexa menyumpal mulutnya ketika menatap Ethan."Gendong dia, Josh. Aku pusing," perintah Rena."Sebentar, Mamah. Aku pakai baju dulu." Joshua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status