Share

Sang Ksatria Malam
Sang Ksatria Malam
Penulis: Yudistira JN

Bab 1: Hancurnya Padepokan

"Tuan Guru! Tuan Guru! Tuan Guru! dimana engkau berada tuan Guru," teriak Bajulgeni sembari menyingkirkan reruntuhan padepokan utama.

"uhuuuk! uhuuuk! aku disini bajulgeni," jawab Guru Mada sembari melambaikan tangan diantara reruntuhan padepokan.

"Syukurlah Tuan Guru selamat. Aku sangat senang sekali," ucap Bajulgeni sambil meneteskan air mata kepiluan.

Tuan Guru Mada merupakan guru besar dari Perguruan Bela Diri Raja Malam, sedangkan Bajulgeni merupakan Asisten sekaligus murid terbaik di padepokan. Awalnya keadaan Padepokan masih baik-baik saja, sampai kemarin malam padepokan diserang oleh segerombolan orang yang tidak dikenal. Diperkirakan mereka adalah pasukan musuh yang hendak mengambil alih kekuasaan di Kerajaan Nusa.

"Apa sebenarnya yang telah terjadi Bajulgeni?" tanya Guru Mada.

"Kemarin malam ketika latihan rutin dilaksanakan tiba-tiba terdengar suara tembakan di tempat latihan. Saya yang pada waktu itu bersama Tuan Guru yang di padepokan seketika panik, dan langsung pergi ke tempat latihan sendiri, karena pada waktu itu Tuan Guru juga sedang beristirahat, saya merasa tidak enak, kalau membangunkan Tuan Guru. Ketika saya melihat tempat latihan dari gubuk pemantau alangkah terkejutnya saya ketika mendapati para murid dan guru-guru telah tergeletak di atas tanah," jawab Bajulgeni.

"Apa kau melihat pelakunya?" sambung Guru Mada. "Dari menara pemantau aku hanya melihat orang-orang berbadan besar yang mengenakan pakaian dari wol dan sepatu dari kulit, anehnya lagi aku tidak mendapati orang-orang itu membawa senjata, mereka hanya berbekal tangan kosong saja," ujar Bajulgeni.

"Setelah itu, apa yang terjadi?" tanya Guru Mada kembali.

"Saya sontak terkejut, karena tiba-tiba gubuk pemantau roboh karena diserang, saya yang pada waktu itu tidak mempunyai persiapan apa-apa langsung tersungkur ke tanah dan wajah, tangan, punggung, serta kaki saya dipukul habis-habisan oleh orang-orang berbadan besar tersebut," jawab Bajulgeni.

"Jadi mereka bermaksud meninggalkanmu dan membiarkan kamu mati secara perlahan-lahan, begitu?" Tanya Guru Mada.

"Tidak Tuan Guru, mereka juga melempar saya ke sungai sebelah tempat latihan. Kemudian mereka melemparkan sebuah bongkahan kayu yang lancip tepat ke arah dada saya, namun seperti biasa, saya selalu menaruh buku catatan di dalam baju, alhasil buku itu menyelamatkan nyawa saya," Jawab Bajulgeni sambil mengeluarkan sebuah buku kecil yang rusak dan sobek tidak karuan akibat terkena dorongan dari lemparan bongkahan kayu lancip.

"Lantas, mereka tidak curiga kalau kau masih hidup?" tanya Guru Mada keheranan. "Mungkin tidak guru dikarenakan sebelumnya tubuh saya sudah memar dan mengeluarkan banyak darah, jadi meski bongkahan kayu yang dilempar tidak mengenai saya tepat. Aliran darah yang terus keluar dari tubuh saya yang terus menggenang di sungai membuat mereka berpikir kalau saya sudah tewas," terang Bajulgeni.

Setelah menceritakan hal yang dialaminya, Bajulgeni membantu Guru Mada untuk mencoba berdiri. Ia sangat berhati-hati membantu sang guru, karena ia melihat kaki sang guru memar penuh luka.

"Apakah Tuan Guru masih bisa berjalan?" tanya Bajulgeni dengan napasnya yang masih terengah-engah.

"Ya, kakiku hanya luka sedikit, tetapi tidak apa-apa, aku masih bisa berjalan," jawab Tuan Guru Mada sembari berusaha untuk menggerakkan kakinya yang terluka berat akibat tertimpa reruntuhan.

"Kau sudah melihat keadaan semua murid dan para guru?" tanya Guru Mada.

"Sudah tuan Guru, namun tidak ada yang selamat diantara mereka semua, aku sangat bersyukur karena Tuan Guru selamat, aku sudah mengumpulkan jenazah mereka di tempat latihan," Jawab Bajulgeni sambil menunjukkan dimana letak jenazah para murid dan para guru.

"Baiklah, kita akan mengubur mayat mereka, tapi sebelum itu kita berganti pakaian terlebih dahulu dengan pakaian bersih yang masih tersisa," Tutur Guru Mada.

"Siap, laksanakan!" jawab Bajulgeni.

Setelah membersihkan diri, Guru Mada dan Bajulgeni menyisiri hutan menuju tempat latihan, mereka terkejut bukan main melihat banyak pohon tumbang dan hewan-hewan juga mati akibat serangan kemarin malam. Sesampainya di tempat latihan tak henti-hentinya Guru Mada menangis, melihat teman-teman seperjuangannya mati mengenaskan. Selain itu Tempat latihan yang awalnya asri sekarang menjadi lautan darah. Segera Bajulgeni membuat sebuah liang lahat yang cukup besar di tempat latihan tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status