"Dari Arjuna? Kalau kamu bilang dari aku, mungkin lebih bisa dipercaya.""Haha, benar, benar.""Jangankan Arjuna, menantu kepala desa saja mustahil.""Ya, zaman sekarang hanya menantu laki-laki yang diberi barang, mana ada menantu laki-laki yang memberi barang untuk mertua? Apalagi Arjuna itu seorang pecundang. Kalau dia tidak pulang untuk meminta barang, itu sudah bersyukur.""Siapa yang kamu sebut pecundang?"Ketika Ravin mendengar penduduk Desa Sava mengatakan bahwa Arjuna adalah seorang pecundang, dia langsung turun dari gerobak sapi, kemudian mencengkeram kerah orang tersebut."Tentu saja Arjuna ....""Buk!"Sebelum lelaki itu menyelesaikan kata-katanya, tinju Ravin menghantam wajahnya dengan keras."Ah!" Lelaki itu menyentuh separuh wajahnya yang terkena pukulan, kemudian menunjuk Ravin sambil mengumpat, "Kamu memukulku? Kamu masuk ke desa orang lain dan memukul orang?"Penduduk desa sekitar berkumpul.Pada zaman itu, jika ada orang dari desa lain datang ke sebuah desa dan memuku
Melihat beras, mi, minyak dan bahan makanan dibawa ke dalam rumah satu per satu, Jairo dan Dipta yang tadi mengejek Arjuna sebagai pecundang, serta mengancam akan mengusirnya dari Desa Sava pun tercengang.Terutama Wulan yang paling sinis.Dia menatap kayu bakar, beras, mi, serta kain-kain dengan lekat.Ketika tatapannya akhirnya tertuju pada daging, air liur tanpa sadar mengalir dari sudut mulutnya.Sungguh tak disangka cucu-cucu merugi yang dibesarkan oleh kedua tua bangka itu benar-benar mendapat seorang suami kaya."Hei, bung, kamu pasti lelah datang jauh-jauh ke sini. Ayo, biar aku bantu mengambilnya."Sebagai orang yang rakus dan tak tahu malu, Wulan berlari ke depan Ravin, ingin mengambil daging dari tangannya."Tidak perlu."Meskipun Ravin tidak tahu siapa Wulan bagi Alsava bersaudari, dia dapat menebak bahwa mereka adalah saudara. Entah apa saja yang terjadi di rumah ini tadi.Namun sebelum dia tiba, suasana di rumah ini pasti sudah buruk. Para kerabat Alsava bersaudari pasti
"Siapa satu keluarga dengan kalian? Keluar! Kalau tidak, jangan salahkan anak panahku melayang sembarangan!""Tadi kalian sudah tanda tangan dan resmi memutuskan hubungan kalian dengan kakek-nenek. Kalau kalian tidak pergi, artinya kalian melanggar hukum Kerajaan Bratajaya. Kami bisa menuntut kalian.""Sebelum beras dan mi kami tiba, bukankah Paman Jairo dan Paman Dipta keluar dari batu? Begitu beras dan mi tiba, kalian jadi keluar dari perut Nenek?""Intinya, kalian adalah manusia sampah yang ingin menelantarkan orang tua sendiri ketika tidak ada makanan. Begitu ada makanan baru mengakui orang tua sendiri. Satu keluarga? Itu hanya alasan kalian untuk kebagian beras, mi, daging dan bahan-bahan makanan ini."Ketiga saudari itu mengusir orang secara bergantian.Disa adalah orang pertama yang berbicara, kemudian diikuti oleh Dinda dan Daisha.Suara Disa adalah yang paling sederhana dan brutal. Jika mereka tidak mau pergi, maka mereka semua akan bertarung.Keahliannya sudah cukup bagus. Se
"Tuan, Tuan, dia memukulmu begitu parah ...." Wulan mendongak, lalu dia berteriak marah kepada Arjuna. "Bayar! Paling sedikit ...."Jairo mengangkat tiga jari.Wulan melirik tangan Jairo lalu berkata, "Tiga tael perak!"Ekspresi Jairo langsung berubah dari kesakitan hingga menyengir semangat.Wanita ini bahkan lebih kejam darinya.Tiga jari yang dia maksud adalah tiga ratus sen.Semua yang mereka hasilkan sepanjang tahun ini, totalnya bahkan kurang dari tiga tael perak.Penduduk desa yang ada di luar juga terkejut.Tiga tael perak!Banyak sekali, Wulan jelas-jelas serakah.Tak lama kemudian, perhatian penduduk desa beralih dari Wulan ke Arjuna untuk melihat apakah pria itu akan memberikan uang sebanyak itu.Pendapat pertama adalah, permintaan itu terlalu banyak. Arjuna tidak bisa memberinya.Pendapat kedua adalah, Arjuna dapat membeli begitu banyak barang sekaligus, dia pasti bisa.Lambat laun, lebih banyak orang yang setuju dengan pendapat kedua daripada yang pertama.Setelah itu, beb
Jairo memegang tangannya yang patah. Rasa sakit membuat wajahnya terlihat menyeramkan dan ganas. "Kamu benar-benar arogan. Apakah kamu pikir dengan memiliki sedikit uang, kamu bisa menyelesaikan semuanya?"Arjuna tersenyum dingin. "Benar sekali. Hari ini aku memang akan memberimu pelajaran dengan uang."Kalau begitu lihat saja! Ayo!"Jairo bersandar pada Wulan. "Bawa aku ke kantor pemerintahan daerah!"Tepat saat dia sampai di depan pintu, Jairo berbalik untuk menatap Arjuna yang masih duduk di dekat tungku. "Kenapa kamu tidak pergi? Takut? Bukankah kamu mau memberiku pelajaran dengan uang? Ayo, tunjukkan kepadaku bagaimana kamu melakukannya.""Tidak apa-apa!" Arjuna menepuk pelan Daisha yang gelisah. "Aku keluar sebentar. Kamu takut dingin, jadi tunggu saja di sini."Arjuna berdiri, kemudian berjalan keluar, lalu membungkuk kepada penduduk desa yang menonton di luar pintu."Halo, aku Arjuna dari Desa Embun. Aku ingin meminta kalian bertiga untuk menjadi saksi. Orang yang bersedia akan
"Halaman keenam dari 'Hukum Pengadilan Bratajaya' menyatakan: Barangsiapa memasuki sebuah rumah atau menggunakan kendaraan orang lain tanpa izin dari pemiliknya, bila dipukul sampai mati, orang yang memukul tidak salah.""Paman Jairo, kamu yang duluan masuk ke rumah Kakek dan ingin memukuli kami. Tuan kami memukulmu demi melindungi kami. Berdasarkan hukum Bratajaya, tuan kami tidak salah."Dinda mengangkat wajahnya tinggi-tinggi. Dia tampak bangga dan percaya diri, suaranya sangat jernih dan keras.Sementara mengagumi pandangan Arjuna yang jauh ke depan, Dinda juga berterima kasih kepada mendiang ibunya.Ibunya Alsava bersaudari berbeda dengan wanita desa lainnya. Dia bisa membaca dan menulis, mengajari kakak-kakak Dinda membaca. Sebelum meninggal, mendiang ibunya berpesan kepada kakak-kakaknya untuk mengajari Dinda membaca."Memukul kalian? Kapan aku memukul kalian?"Meski nada bicara Jairo galak, dia terdengar sedikit takut.Ini juga alasan mengapa Jairo sangat tidak menyukai Alsava
"Arjuna, keponakan menantuku yang baik." Wulan memeluk kaki Arjuna sambil memohon. "Paman Jairo-mu khilaf karena tangannya sakit. Tante mohon, ampunilah kami."Arjuna menggoyangkan kakinya. "Aku mana punya tante di desa ini?""Arjuna!" Wulan memeluk kaki Arjuna lebih erat. "Aku minta maaf padamu. Kami salah. Tolong jangan tuntut kami. Jangan tuntut kami!"Cuaca makin dingin, tangan Jairo patah pula. Jika dia dijebloskan ke penjara saat ini, dia akan cacat saat dibebaskan dari penjara."Minta maaf? Apa nilai dari permintaan maafmu?""Kami salah. Bagaimana dengan nasib kami kalau tuanku dijebloskan ke penjara? Putraku masih kecil.""Kamu juga tahu bahwa anakmu masih kecil dan tak bisa hidup tanpa seorang ayah? Bagaimana dengan istri-istriku dulu? Apakah mereka tidak kecil saat itu?"Mengingat bagaimana Jairo menyebut mereka sebagai wanita jalang tadi, serta laporan penduduk desa tentang penyiksaan sebelumnya, Arjuna tidak bisa memaafkan pasangan itu."Aku ...."Wulan tidak pernah menyang
Setelah Esha selesai berbicara, dia menarik suaminya. Meskipun Dipta sangat enggan, dia akhirnya menurut juga."Ayah, Ibu, anak-anak, Paman dan Tante minta maaf kepada kalian."Melihat ini, Wulan juga menarik Jairo untuk meminta maaf kepada Yusuf, Disa dan yang lainnya. Mereka bersujud dengan keras.Arjuna tidak bersuara, tidak ada seorang pun yang berani memaafkan Jairo, Dipta dan yang lainnya.Makin lama waktu berlalu, Jairo tampak makin lemas. Akhirnya dia jatuh ke lantai."Tuan, Tuan, ada apa denganmu?" Wulan memeluk Jairo dengan panik."Ayah, Ibu, anak-anak ...." Wulan memohon, "Jairo sudah begini, maafkanlah kami.""Disa, Daisha." Wajah Saira menunjukkan kecemasan. "Maafkanlah paman-paman kalian.""Sudah waktunya berakhir. Penduduk desa sudah menonton kita begitu lama." Yusuf pun akhirnya berbicara.Tidak peduli apa yang dilakukan Jairo dan yang lainnya di masa lalu, mereka tetaplah putra mereka. Bohong jika mengatakan bahwa Yusuf dan Saira sama sekali tidak merasa kasihan."Tuan
Disa mendorong beberapa saudarinya turun dari kereta."Ayumi, kendarai kereta dengan baik, jangan mengintip. Aish, sebenarnya tidak apa-apa kalau kamu mengintip. Kamu juga punya tanggung jawab untuk memberi Tuan keturunan.""Kak Disa, apa yang kamu bicarakan?"Wajah serius Ayumi sedikit memerah.Dia membawa pisau setiap hari dan memimpin pasukan untuk melindungi keluarga Arjuna. Dia hampir lupa bahwa dia juga seorang gadis.Disa mengabaikan Ayumi. Dia mengambil dua toples anggur yang tergantung di lehernya, membuka tutupnya, mengangkat kepalanya, kemudian meneguk anggurnya."Plak!" Disa meletakkan kendi anggur dengan berat di papan kayu kereta. "Tuan, mari kita mulai."Sambil berbicara, Disa mulai melepaskan pakaian Arjuna.Arjuna merasa tak bisa berkata-kata. Ternyata gadis ini serius.Disa sudah hampir menanggalkan semua pakaian Arjuna, tetapi Arjuna masih tidak bergerak. Disa menjadi cemas.Ketika Arjuna menghadapi Daisha dan Putri Delapan, dia tidak seperti ini. Dia akan memeluk me
"Dosa besar, dosa besar."Begawan Sena, kepala biara Kuil Dewi, keluar dengan tangan terangkat dan ekspresi saleh."Dewi Kelahiran selalu berbelas kasih kepada semua makhluk hidup. Beliau telah memberi banyak bayi laki-laki ke Bratajaya setiap tahun. Dermawan ini tidak sopan pasti akan menyinggung Dewi.""Mulai hari ini, aku akan membakar dupa dan berdoa memohon pengampunan untukmu setiap hari.""Satu tahun kemudian, kalau sang dermawan masih tidak dapat melahirkan anak, maka harus datang ke Kuil Dewi, berlutut selama 49 hari, mengakui bahwa dirimu mandul, memohon pengampunan dari Dewi agar bisa menjadi seorang pria sejati di kehidupan berikutnya."Itu bukan doa, melainkan deklarasi perang kepada Arjuna.Jika Arjuna tidak berani menerima, itu sama saja mengakui bahwa dia bukan pria. Jika dia berani menerima, maka Sena akan menunggu.Sebelum keluar, Sena sudah sepenuhnya memahami Arjuna. Seperti Irwan, dia yakin bahwa Arjuna tidak dapat memiliki anak.Tadi Arjuna berbicara dengan kasar
Daisha juga buru-buru menutup mulut Arjuna. "Tuan, tolong jangan menyinggung Dewi Kelahiran."Dalam beberapa tahun terakhir, warga Bratajaya berani menyinggung dewa mana pun, tetapi mereka tidak berani menyinggung Dewi Kelahiran.Meskipun Arjuna memberi tahu Daisha dan yang lainnya banyak pengetahuan ilmiah modern, bagaimanapun juga mereka hidup di zaman kuno yang feodal dan penuh takhayul.Mereka tak akan bisa keluar dari pola pikir seperti itu."Siapa kalian? Kenapa kamu berlama-lama di sini? Kalau kalian tidak mau masuk, minggir saja, jangan menghalangi jalan kami."Suara yang sangat tidak sabar terdengar dari belakang.Arjuna menoleh. Melihat Arjuna, suara orang itu makin keras. "Oh, bukankah itu Arjuna?"Melihat siapa orang itu, Arjuna langsung merasa geli. "Tuan Irwan, penampilanmu hari ini cukup unik. Mirip sekali dengan kepala babi di talenan daging."Perkataan Arjuna mengundang tawa dari mana-mana.Sekarang Irwan mengenakan penutup mata di sisi kanan wajah, sedangkan sisi kiri
"Siapa di antara kalian yang mengenal prinsip tuas?" Disa yang berwatak lugas langsung bertanya kepada orang lain.Arjuna menarik Disa dengan ekspresi tak berdaya. "Disa, jangan berteriak. Prinsip tuas bukan manusia.""Bukan manusia?" Disa tampak kebingungan. "Kalau bukan manusia, bagaimana membantu kita?""Aku tahu!" Wajah Dinda penuh dengan keyakinan. "Ketika Tuan jatuh ke jurang, bukankah dia pergi ke dunia surga itu? Prinsip tuas ini pastilah teman Tuan di sana.""Uh ...." Arjuna menggaruk kepalanya. "Anggap saja begitu.""Hei, bukankah kita sedang terburu-buru pergi berdoa agar punya anak? Kalau kita terlambat, kita tidak akan bisa punya tempat." Khawatir Alsava bersaudari masih mempermasalahkan hal ini, Arjuna buru-buru mengalihkan topik."Benar, benar, kita harus segera pergi."Berangkat pagi-pagi, Arjuna dan istri-istrinya hampir tertabrak kereta lain tiga kali di jalan sebelum mereka tiba di Kuil Dewi di Gunung Kelana.Orang yang mendapat tempat pasti telah berjuang keras sepa
"Kehidupan selanjutnya? Aku mau melahirkan anak dan menikmati kebahagiaan bersama kalian di kehidupan ini.""Dinda, kamu ingin seumuran denganku? Jangan bermimpi. Tumbuhlah dengan baik, kemudian lahirkan seorang anak perempuan yang sama imutnya denganmu untukku."Arjuna menarik Daisha dan Dinda dari tubuhnya.Dia mengangkat tirai pintu kereta, kemudian melangkah ke arah Disa."Apa yang kamu lakukan? Mau mengendarai kereta sendiri? Arjuna, aku katakan padamu, jangan membuat perlawanan yang tidak perlu. Hahaha!" Tawa Irwan terdengar menyeramkan dan mengerikan.Kereta Arjuna telah didesak hingga ke tepi. Jika roda berputar ke samping lebih jauh lagi, maka keretanya akan jatuh ke lembah."Siu!"Arjuna mencabut dua anak panah dari tabung yang ada di punggung Disa."Panah! Hahaha!" Irwan berkata dengan nada meremehkan. "Apakah kamu ingin mati lebih cepat?"Jarak antara kedua gerbong itu kurang dari setengah meter. Jika Arjuna menggunakan panah untuk melukai kuda, kuda pasti akan ketakutan da
Kereta itu ditarik oleh empat ekor kuda, keempat kuda tersebut gemuk dan kuat.Suara gemuruh makin lama makin keras, debu yang beterbangan akibat hentakan kaki kuda di jalan pun mulai beterbangan.Di dalam kereta yang ditarik oleh empat kuda.Tirai terangkat, memperlihatkan wajah Irwan. Mata kanannya ditutup dengan penutup mata hitam. Seperti yang dikatakan Arjuna, matanya sudah rusak.Irwan dengan bangga meremehkan Arjuna. "Arjuna, bukankah kamu sangat hebat dan kaya? Kenapa keretamu hanya punya dua ekor kuda, kudanya juga kuda biasa? Ckckck, bagaimana mungkin kudamu bisa mengalahkan kudaku?""Tapi, tidak mendapat tempat di Kuil Dewi juga tidak berpengaruh terhadapmu. Lagi pula, tiba pertama di tempat pun tidak dapat mengubah fakta bahwa kamu mandul. Hahaha!" Terdengar suara tawa yang keras. Tertawa membuat wajah Irwan menjadi menyeramkan."Aish." Tadinya baik-baik saja, sekarang jadi jelek sekali." Arjuna menggelengkan kepalanya sembari menghela napas.Melihat Arjuna tidak marah, tet
Daisha merasakan kesedihan yang mendalam saat dia mengingat kepahitan dan kesedihan yang dia rasakan ketika dia pergi ke Kuil Dewi tahun lalu.Tahun lalu pada hari yang sama waktu pagi, Ranjani membangunkan, kemudian membawa mereka ke Kuil Dewi untuk merebut tempat.Itu terjadi sekitar pukul lima hingga enam pagi.Para pejabat tinggi agak malas. Mereka ingin punya anak, tetapi tidak ingin bangun terlalu pagi. Pada saat yang sama mereka juga harus memastikan bahwa mereka kebagian tempat, jadi mereka memberikan tekanan kepada kepala biara Kuil Dewi. Karena tidak mampu menahan tekanan dari pejabat tinggi, kepala biara membuat sebuah deklarasi.Dewi Kelahiran mempunyai peraturan bahwa orang yang mengantre terlebih dahulu dianggap tidak cukup saleh. Hanya orang beriman yang berangkat pada jam lima di hari yang sama yang memenuhi syarat untuk masuk ke kuil untuk berdoa memohon kelahiran anak.Kesehatan Daisha kurang baik, jadi Disa menggendongnya sambil berlari di jalan pegunungan.Ketika Di
Arjuna mengulurkan tangan untuk membuka tirai kereta. Begitu tangannya menyentuh tirai, Daisha memegang tangannya, lalu menariknya kembali."Tuan tidak perlu bertanya pada Kak Disa, aku tahu ke mana kita akan pergi."Arjuna menoleh lalu bertanya, "Ke mana?""Ke Kuil Dewi di Gunung Kelana.""Kuil Dewi di Gunung Kelana?" Arjuna bahkan lebih bingung. "Hanya pergi ke kuil, kenapa begitu terburu-buru?""Tuan, kamu lupa lagi." Suara Dinda terdengar jelas. Dia memiringkan kepalanya. "Dewi di Kuil Dewi adalah dewa kelahiran. Setiap tanggal 1 Mei penanggalan lunar adalah hari ketika Sang Dewi turun ke bumi untuk memberi anak. Kalau kita memujanya pada hari ini, kita akan diberi seorang putra tahun depan."Arjuna tak bisa berkata-kata.Awalnya dia ingin membantah Dinda, dengan mengatakan bahwa bisa melahirkan anak laki-laki atau tidak adalah urusan pria, tidak ada hubungannya dengan dewa. Namun, melihat wajah saleh Dinda, Arjuna pun tidak mengatakan apa-apa.Orang zaman itu belum punya konsep il
"Apakah kalian mendengarnya? Aku mau istirahat sekarang. Pergilah kalian," usir Arjuna. Istrinya tidak sabar untuk membuat bayi dengannya.Entah karena masa ovulasinya atau bukan, gadis itu tampak tak kenal lelah. Dia terus mengganggu Arjuna sepanjang malam.Waktu berlalu dengan cepat. Satu bulan lagi telah berlalu. Selama masa ovulasi bulan ini, Daisha makin melekat pada Arjuna.Arjuna pun tidak melarang. Dia membuat Daisha kelelahan hingga memohon ampun, barulah melepaskan Daisha.Memikirkan bahwa gadis itu lelah setelah lembur semalaman dan pasti tidak bisa bangun pagi, Arjuna memerintahkan Dafodil dan yang lainnya nanti baru datang ke kamar.Tak disangka, keesokan harinya, sebelum fajar dan Arjuna belum bangun, Daisha yang ada di samping sudah bangun. Dia tidak hanya bangkit sendiri, tetapi juga menarik Arjuna."Sekarang bahkan belum fajar, kenapa kamu bangun begitu pagi? Tanpa membuka matanya, Arjuna melingkarkan lengannya di pinggang Daisha, menariknya kembali ke kasur.Tampaknya