Share

Bab 157.

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 02:15:40

“Buktikanlah..! Jangan cuma sekedar berbicara saja kalian..!” cetus Schafer, merasa gemas dan jengkel pada kedua pengawalnya.

Ibarat ‘kue lezat’ sudah di suap dan menempel di bibir, namun terjatuh ke tanah. Begitulah hal yang dirasakan Schafer.

Bagaimana dia tak jadi penasaran setengah modar, terhadap sosok jelita seperti Devi.

Akhirnya malam itu Schafer pun tidur dengan perasaan ‘kentang’.

***

Ke esokkan harinya.

Pagi-pagi Elang sudah mandi dan mempacking rapih ranselnya. Dia berniat berjalan-jalan ke arah rumah Devi, sambil mencari tempat yang cocok untuk sarapan.

Setelah mengembalikan kunci kamarnya pada petugas losmen, Elang melangkah keluar dengan santai. Dia masih hapal dengan rute jalan, yang di laluinya semalam bersama Made.

Akhirnya pilihan tempat sarapan Elang jatuh di sebuah warung nasi goreng, yang terlihat bersih dan agak ramai pengunjung.

Elang pun masuk dan duduk di dalamnya, seorang pelayan datang menanyakan pesanannya.

Elang memesan nasi goreng spesial ala w
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 158.

    Braaghk..!!Suara keras pagar gerbang di tabrak sesuatu terdengar, memecah suasana damai di kediaman Aditya. Elang bergegas melesat ke arah atap rumah, untuk melihat sesuatu yang terjadi di depan rumah. Di lihatnya pagar rumah Devi roboh bagai di terjang truk, besi-besinya tampak melengkung ke arah dalam. Namun Elang maklum, itu adalah ulah dua pengawal Schafer, yang kini tengah bertolak pinggang di depan teras rumah Aditya. Sementara dilihatnya Schafer melipat tangan dan berdiri angkuh, di belakang kedua pengawalnya itu. “Aditya..! Kami kemari atas nama Tuan Richard..! Untuk menarik dana Tuan Richard yang ada di perusahaanmu. Harap diselesaikan sekarang juga atau Devi sebagai jaminannya..!” seru Peter Lee bernada mengancam. Aditya maju keluar dari rumahnya, dia sama sekali tak gentar pada dua pengawal Schafer ini. “Kalian ini dari negara maju tapi kelakuan kalian bagai negeri barbar..! Bicaralah baik-baik..! Tak usah mengancam-ancam orang..!” seru Aditya yang naik darah, meli

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 159.

    Ya, saking emosinya mereka lupa, jika masih ada Elang di situ. Seth..! Elang pun berkelebat cepat menangkap kaki Peter Lee, dan juga pergelangan tangan Storm sekaligus. Taphh..!! Klagh..! Krakhh..!! Terdengar dua kali suara tulang patah, saat Elang menyentak keras tulang kaki dan tangan mereka berdua. “Aarrgghkks...!!” dua teriakkan syahdu kesakitan 11 oktaf pun bergema di area rumah Aditya. Sungguh padu dan saling mengisi. Storm langsung terloncat-loncat kesakitan, dan Peter Lee langsung bergulingan memegangi pergelangan kaki kanannya yang patah. Semua mata yang melihat pun terbelalak ngeri. Schafer langsung menjatuhkan diri berlutut di tempat. Brugh.! Dirinya sungguh takut dan bergidik melihat pemuda itu. Dia tak mau mendapat nasib sama, seperti kedua pengawalnya. “Ampun Tuan, saya tak melakukan apa-apa..!” Schafer berseru sambil menundukkan kepalanya pada Elang. Drap, drap, drap..! "Hihh..!" Prakkhh..! Bi Wati berlari sambil memegang sapu lidi mendekati Schafer, lalu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 160.

    “Duh Gusti..! Ya ampunn..! Iya Bu..!” bi Wati lepaskan sapu lidinya jatuh begitu saja, dan ikut berlari ke dapur. Elang dan Aditya hanya tersenyum geli, melihat kehebohan ibu-ibu itu. ‘Biarlah, paling ganti menu atau beli saja nanti’, pikir Aditya, sambil mengusap matanya yang masih agak basah. “Elang mari kita duduk dulu di teras. Bapak ingin bicara,” ajak Aditya sambil merangkul bahu Elang. Sementara Devi masih memandangi sosok Elang dengan mata basah. Tertulis sudah nama Elang kini di lubuk hati terdalamnya. Ya, Devi sudah jatuh cinta penuh tanpa bisa ditawar lagi, pada pemuda gagah dan berkemampuan itu. “Devi, tolong buatkan minuman ya,” Aditya memerintahkan Devi, saat dia melihat putrinya masih terpana menatap Elang. Aditya pun tersenyum memakluminya. “Ahh..ehh..! Iya Ayah,” sahut Devi gugup. ‘Untung mas Elang membelakangiku’, bathin Devi tersipu malu. “Nah ya, Ka Devi ketahuan,” Made berbisik di sebelahnya dengan senyum meledek. “Apa sih..?” balas Devi berbisik keki.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 161.

    “Elang.! Entah apa yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih bapak. Atas kebaikkanmu yang bagaikan air mengalir ini. Terimakasih Elang..! Terimakasih atas uluran tanganmu pada kami,” begitu tulus dan dalam sekali, ungkapan terimakasih Aditya pada Elang. “Sudahlah Pak Aditya, sudah sewajarnya kita saling menolong sebatas yang kita mampu. Pak Aditya orang baik, walau Pak Aditya tak bertemu saya. Pasti akan ada saja orang lain yang membantu keluarga Bapak. Ini hanya kebetulan saja Pak,” Elang berkata pelan. “Minuman dan kuenya Mas Elang, Ayah,” ucap Devi datang tersenyum, namun matanya nampak agak sembab. Dia sebenarnya sudah agak lama berada di balik teras rumah. Devi ikut mendengarkan pembicaraan Elang dengan pak Bambang, dan Devi pun menjadi paham. Ya, sekali lagi Elang telah membantu sang ayah dalam bisnisnya. Dan Devi ikut menangis, saat ayahnya menangis berterimakasih pada Elang. “Terimakasih Devi,” Elang tersenyum. “Silahkan Mas Elang, Ayah,” Devi segera beranjak kembali

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 162.

    “Serahkan tasmu atau kau mati disini..!!” hardik seorang berpakaian ala preman kampung. Pada seorang ibu muda cantik berkacamata hitam. Wanita itu sedang hendak naik ke mercusuar bersama putranya, yang masih berusia 5 tahun lebih. Dan di belakang si preman kampung itu, ikut serta dua orang temannya. Seorang berbadan cukup kekar, seorang lagi beranting sebelah. Ketiga preman itu memakai kaos buntung, seolah memamerkan tato di lengan kiri mereka masing-masing. Yang sedang mengeksekusi si ibu muda bertato Kalajengking. Sementara dua temannya bertato ‘ular kobra’ dan ‘jarum suntik’. Ketiganya berambut gondrong. “T-tidak..! Jangann..! Toll.... mmphhf..!” ibu muda berseru gugup ketakutan. Namun belum sempat dia berteriak minta tolong, sebuah tangan kasar dan bau rokok telah membekap mulutnya. Rupanya si ‘Jarum suntik’ cepat tanggap, akan apa yang akan di teriakkan si ibu muda. Dia segera maju dan membekap ibu muda itu. Sedangkan si bocah yang mulai ikut berteriak menangis, langsung

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 163.

    "Tubuhmu indah sekali Wanti,” Permadi berkata tenang memuji. “Hahh..! Mas Permadi..! Tolonglah segera keluar dari kamar Wanti..!” Wanti langsung menoleh ke arah pintu dan terkejut, saat mendapati Permadi telah berada di dalam kamarnya. Tentu saja Wanti merasa malu dengan kondisinya, yang nyaris polos itu. Permadi berjalan perlahan mendekati Wanti, sambil membuka pakaiannya sendiri. Dia tersenyum dingin, saat melihat Wanti berusaha menutupi dada dan bagian bawah tubuhnya dengan wajah panik. Wanti mau berteriak tapi takut namanya malah akan buruk dan tercemar. Karena memang dialah yang mengundang Permadi ke rumahnya. “Mas, tolong jangan lakukan ini padaku..!” seru Wanti tertahan. “Saya akan melakukannya dengan lembut Wanti,” ujar Permadi tersenyum, sambil melepaskan celana dalamnya. Degh..! Jantung dan hati Wanti berdebar keras, matanya terbelalak ngeri, saat melihat sesuatu yang tegak mengarah ke atas dari pangkal paha Permadi. ‘Ohh..! Be..besar dan keras sekali nampaknya’, ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 164.

    “Aihh..! Mas Permadi..! K-kenapa dilepas..?” protes Wanti dengan nafas tersengal. 'Ihhh..! Padahal aku sudah mau melayang tadi’, bahin Wanti kesal dan gemas. “Sabar Wanti,” Permadi berucap tenang, sambil membuka kembali paha Wanti dan menempatkan ‘milik’nya di mulut ‘belahan surga’ milik Wanti. ‘Ahh..Rupanya dia hendak memasukiku sekarang’, bathin Wanti berdebar. Wanti memejamkan kedua matanya. Dia ingin meresapi saat-saat bersejarah dalam permainan ranjangnya, bersama lelaki yang bukan suaminya itu. Permadi memulai dengan menggesekkan lebih dulu kepala ‘miliknya’, di sekitar ‘belahan surga’ Wanti. Sambil memejamkan mata, pinggang Wanti berputar agak terangkat, memburu ‘milik’ Permadi yang menggoda di sekitar ‘belahan’ miliknya agar segera masuk. Ya, hasrat Wanti sudah melenting tinggi bukan main, di permainkan oleh gesekkan ‘milik’ Permadi di sekitar ‘belahannya. Akhirnya..."Ahgshs..!” Diiringi desahan tersentak. Akhirnya seluruh batang milik Permadi pun amblas, ke dalam bel

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 165.

    "Bagus..! Mari kita laporkan pada pos-pos di depan ke arah Jogja..!” sahut rekannya. Mereka pun sibuk menginfokan data tersebut ke pos rekan-rekan mereka. Ngguuenngg.....!! Permadi makin menggila dan menggaspoll motornya, melesat dan meliuk gesit melewati mobil atau pun motor di depannya. Melewati jalan raya Wates, Permadi menoleh ke belakang dan melihat sudah ada 3 orang polisi yang mengejarnya. Satu dengan motor trail dan dua dengan motor KLX 150L, ketiganya juga gesit dan lincah berusaha mengejarnya. ‘Hhh..! Sepertinya sudah saatnya ku lepaskan motor ini’, bathin Permadi memutuskan. Dia terus melihat spion motornya, untuk memastikan posisi ketiga motor polisi yang mengejarnya. Melintasi jalan raya Sedayu, Permadi agak mengurangi kecepatannya. Hingga jarak dengan ketiga motor polisi yang mengejarnya semakin dekat, hanya sekitar 300 meteran saja. Cittt.tt.!! Ngungg.....!! Permadi berbalik arah dan langsung menggaspoll motornya. "Gila..! Dia nekat..!" seru terkejut seorang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 348.

    "Heii..! Siapa yang bersamamu Nalika..? Aku baru melihatnya," seru bertanya Bhasuta, dengan mata menatap tajam pada Elang. Dia bisa merasakan aura energi Elang, yang dirasanya cukup besar. Susah payah Elang menyembunyikan 'aura power'nya. Namun ternyata masih tertangkap juga oleh mata awas Bhasuta. Elang memang berhasil meredam getar energi dalam dirinya. Namun aura dasar seorang pendekar, yang memiliki power pastilah tetap nampak. Terlebih di mata orang linuwih seperti Bhasuta ini. "Ahh, dia hanya seorang pengawal pribadi yang saya bayar Panglima. Karena disaat genting ini, posisiku cukup rawan di mata pihak istana. Makanya aku harus berjaga-jaga Panglima," sahut Nalika tenang. 'Hmm. Memang masuk akal. Nalika pasti ketakutan jika rahasianya terbongkar oleh kerajaan', bathin Bhasuta, memaklumi alasan Nalika. "Baiklah Nalika. Siapa namamu anak muda?" tanya Bhasuta pada Elang. "Saya Prayoga, Tuan Panglima," sahut Elang, hanya menyebutkan nama belakangnya. "Bagus..! Bantulah Nalik

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 347.

    "Nalika. Sekarang saatnya kita ke berdua ke markas pusat Pasukan Panglima Api, di hutan Kandangmayit. Laporkan saja pada Panglima Api itu, kalau semuanya beres dan sesuai rencana. Sementara aku hendak mengamati dan mempelajari situasi di markas itu. Sebelum penyerangan pasukkan kerajaan Dhaka esok hari," ujar Elang, memberikan arahan. "Baik Mas Elang..!" sahut Nalika patuh. "Para prajurit..! Segera bereskan mayat-mayat pasukan pemberontak itu, dan berjagalah..!" seru Nalika tegas, pada para prajurit yang berada di situ. "Baik Kanjeng Adipati..!!" seru mereka semua. Taph..! Slaph..! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, dan membawanya melesat cepat, menuju ke arah selatan. Dan seperti yang sudah-sudah, Nalika hanya bisa memejamkan matanya. Dia tetap saja masih merasa ngeri untuk membuka matanya, saat dibawa Elang melesat. Dengan kecepatan yang berada diluar nalarnya itu. Dan benar saja, hanya kira-kira 15 helaan nafas saja. Elang sudah menghentikan lesatannya, dan hinggap di

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 346.

    "Ba-baik Mas Elang..! Pengawal..! Tutup pintu ruangan ini..! Jangan biarkan siapapun masuk..! Katakan saja sedang ada pertemuan, bila ada ada teman mereka yang bertanya..!" perintah Nalika, pada para prajurit yang berjaga. "Ba-baik Kanjeng Adipati..!" seru para pengawal itu. Nalika segera menuju ke ruang dalam kadipaten yang merupakan ruang keluarganya, tampak beberapa kamar di ruangan itu. Brethk..! Terdengar suara kain tersobek, di sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka. "Keparat bajingan kau..! Belum puas kau menggauli pelayan-pelayan di istana ini..?! Tidakk..!! Mmphh!" terdengar pula teriakkan seorang wanita dalam kamar itu. Ya, rupanya benar, kamar itu adalah kamar Nalika dan istrinya. "Hhh.. hh..! Hahahaa..! Menyerahlah cantik..! Kau milikku malam ini," suara kasar seorang lelaki terdengar, seraya terbahak dengan nafas memburu. Dia baru saja melumat paksa bibir ranum milik Anjani, istri sang Adipati. "Nimas Anjani..!!" Braghk..! Nalika langsung berseru marah, se

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 345.

    "Ahh..!" terdengar seruan Nalika, yang sejak tadi memejamkan kedua matanya. Dia memang sangat terkejut dan jerih, melihat betapa cepatnya lesatan Elang membawa tubuhnya. Suatu kecepatan yang baginya tak mungkin, dimiliki oleh seorang manusia. Dan Elang memang sengaja membawa Nalika, ke tempat sunyi ini lebih dulu. Untuk memberikan sedikit peringatan pada Nalika. Agar tiada lagi 'keinginan' berkhianat di hatinya, terhadap kerajaan. "Nalika..! Inilah yang akan terjadi pada tubuhmu, jika kau berani berkhianat. Kau lihatlah bukit batu di kejauhan itu," seru Elang, seraya menunjuk sebuah bukit batu. Bukit batu itu terletak sekitar ratusan langkah, dari posisi mereka berada. Seth! Daambh..! Elang acungkan genggaman tangan kanannya ke atas, lalu hantamkan kaki kanannya deras ke bumi. Grghks..! Grrghkkh..!! Bumi di sekitar area itu pun berguncang dahsyat bak dilanda gempa. Gemuruhnya bagai puluhan ekor gajah, yang berlarian menabrak pepohonan. "Jagad Dewa Bhatara..!" Seth..! Nalika

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 344.

    "Nalika..! Kau sudah dengar apa yang dikatakan Elang. Apakah kau masih hendak berkhianat atau tidak, itu terserah kau..! Namun jangan salahkan pihak kerajaan. Jika sampai seluruh keluargamu kami babat habis..! Kau mengerti..?!" seru sang Prabu, memberikan peringatan keras pada Nalika. "Ba-baik Paduka Prabu! Hamba mengerti," sahut Nalika, terbata penuh rasa gentar. "Pengawal..! Lepaskan ikatannya.!" perintah sang Raja, pada kedua pengawal yang berdiri di belakang Nalika. "Baiklah Paduka Raja. Hamba mohon diri dulu bersama Nalika. Agar kami tak terlalu malam sampai di hutan Kandangmayit," Elang pun pamit undur diri, dari hadapan Raja Samaradewa. "Baiklah Elang. Pergilah dengan restu dariku," ucap sang Prabu. Taph..! Slaphh. ! Elang langsung menyambar tubuh Nalika, lalu mereka pun langsung lenyap seketika, dari ruang dalem istana. Bagai tak pernah ada di ruangan itu. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pemuda bernama Elang itu..? Baru kali ini aku mendengar dan melihatnya. Ternyata

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 343.

    "A-ampun Gusti Prabu. Hanya hamba yang berkhianat dalam hal ini. Istri dan putra hamba bahkan telah mengingatkan hamba. Namun hambalah yang berkeras kepala. Panglima Api juga mengancam dan menekan hamba Gusti Prabu. Hingga akhirnya hamba tak bisa menolak, untuk berkhianat terhadap kerajaan," sahut Nalika tergagap, dengan tubuh gemetar gentar bukan main. Namun rupanya dia masih ingat, untuk meminta ampunan bagi anak dan istrinya. "Nalika..! Aku bertanya apa rencana Panglima Api pada kerajaan ini..?! Bukan soal alasanmu berkhianat! Cepat katakan, Nalika..!!" seruan sang Raja Samaradewa memgguntur, di dalam ruangan dalem istana tersebut. Hal itu membuat siapapun yang berada di dalam ruangan tergetar ngeri. Karena sang Prabu, tak sengaja telah mengeluarkan aji 'Sabdo Guntur'nya. Sebuah ajian yang memang rata-rata dimiliki oleh seorang Raja, atau pun pemimpin tertinggi. Ajian yang diperoleh dengan laku bathin yang cukup sulit. "Ba-baik Gusti Prabu. Panglima Api beserta pasukkannya a

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 342.

    "Mohon maaf, Paduka Raja. Menurut hamba adalah hal yang aneh, jika seorang Adipati tidak mengetahui persis kejadian ini. Bukankah letak istana kadipaten dan istana kademangan tidaklah terlalu jauh. Wedana Suralaga telah mengatakan pada hamba. Bahwa dia dan keluarganya kini, berada dalam tekanan pasukkan pemberontak Panglima Api itu. Namun dia tetap bersetia pada kerajaan Dhaka. Yang jadi pertanyaan hamba adalah, bagaimana seorang Adipati tidak tahu soal kejadian ini..?!" ujar Elang, seraya menyerukan keheranannya. Dan pancingan Elang pun mengenai sasarannya. "Ampun Paduka Raja. Hei..! Pengawal Gusti Putri..! Apakah kau mencurigai aku berkhianat pada kerajaan..?! Apakah kau bisa mempertanggungjawabkan tuduhanmu itu, jika tak ada bukti..?!" Nalika menghormat terlebih dulu pada sang Raja. Lalu dia berdiri berseru seolah menantang pada Elang, seraya menuding Elang dengan telunjuknya. Emosi Nalika langsung naik ke ubun-ubun, mendengar tuduhan Elang. Yang sesungguhnya memang benar ad

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 341.

    "Ahh! Silahkan Gusti Putri Ratih, Tuan Muda silahkan masuk ke dalam. Baginda ada di astana istana dalem. Mari ikuti hamba," sahut sang kepala pengawal hormat. Ya, dia segera mengenali Gusti Putrinya itu. Karena dia memang pernah berkunjung bersama rombongan Rajanya, ke istana kerajaan Kalpataru. Sampailah mereka di depan sebuah ruang megah dalam istana. Pintu masuk ruang itu tidak memiliki daun pintu. Namun dua orang prajurit istana berjaga di depan pintu itu. Kedua prajurit jaga itu memegang tombak serta perisai di tangannya, mereka mengangguk hormat saat kepala pengawal istana datang. Kepala pengawal langsung mengajak Elang dan Ratih ikut masuk bersamanya, ke dalam ruang istana dalem keraton tersebut. Sebelumnya sang Kepala Pengawal sempat menanyakan lebih dulu nama Elang. "Salam Paduka Yang Mulia. Dua utusan dari kerajaan Kalpataru, Gusti Putri Ratih Kencana datang bersama pengawalnya Elang Prayoga," ucap sang kepala pengawal, setelah dia berlutut seraya memberi hormat pada Ra

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 340.

    Elang pun menerapkan aji 'Perisai Sukma' pada tangannya. Cahaya hijau terang seketika menyelimuti telapak tangannya. Dia hendak menyediakan tangannya itu, untuk menjadi 'sasaran' hantaman. Dari dua hantaman jarak jauh Tantri, dan si pemuda baju putih itu. Sekaligus melerai pertarungan adu energi tersebut. "Maaf, tulangnya berbahaya jika melayang begini, bisa melukai orang lewat," ucap Elang tenang, seraya menggenggam potongan tulang kambing yang agak runcing tersebut. Taph! Brashk..! Blasth..! Dua energi pukulan jarak jauh menghantam tangan Elang. Gelombang dua energi itu pun pecah disekitar tangan Elang itu. Namun tentu saja hal itu tak berpengaruh terhadap tangan Elang, yang sudah terlambari aji 'Perisai Sukma'nya. Sraghk..!! Sosok Tantri dan si pemuda baju putih sama tersentak ke belakang. Namun mereka berdua seolah lepas, dari tindihan energi yang sejak tadi saling mendorong itu. "Ahh..!" sentak kaget Tantri dan si pemuda bersamaan. Mata mereka berdua terbelalak, menatap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status