"Aku setuju dengan usulan Kakang Kampala. Bagaimana kalau gerakkan kita tunda dulu..? Sambil menunggu Mahaguru kembali. Karena sepertinya hanya Mahaguru sendiri, yang bisa mengatasi orang bernama Elang itu," ujar Surapati, menanggapi usulan Kampala. "Baiklah. Mulai besok, kita tarik mundur semua pasukkan kita ke Hutan Lawangjati, yang merupakan perbatasan Tlatah Kalpataru dan Palapa. Maharaja Kumbadewa Padmachakra sendiri telah mengatakan, dia akan menyerang Kalpataru pada saat yang tepat. Lebih baik kita menunggu kepulangan Mahaguru di hutan Lawangjati, dan menunggu juga kesiapan Maharaja Palapa Kumbadewa Padmachakra, untuk menyerang secara serentak ke Kalpataru," akhirnya Gardika memberikan putusannya. Keputusan yang langsung disambut baik oleh kedua adik seperguruannya. "Namun sementara waktu menunggu Mahaguru tiba. Kita juga harus menyelidiki dan selalu mengawasi, sepak terjang orang bernama Elang itu. Kita harus tahu banyak tentang orang itu, dan juga kelemahannya," ujar G
"Prayoga..! Prasti..! Mari kita bersama ke istana," seru Ki Randujati pada Elang. "Baik Ki Randujati. Dimana yang lain Ki?" tanya Elang. "Semuanya sudah bergerak ke alun-alun, mengawal para tawanan pemberontak, Prayoga. Istriku, Dirga, Panji, Lanjarsari, Batara, dan yang lainnya sudah ke sana. Sementara Kedasih langsung pulang menuju ke Jurang Hampa Sukma," jelas Ki Randujati. Akhirnya mereka pun tiba di istana Galuga. Kepala pengawal istana langsung menyambut mereka, dan mempersilahkan mereka semua berkumpul di Pendopo Agung istana. "Selamat datang seluruh para satria kerajaan Galuga..! Suatu kebanggaan bagiku menerima kedatangan kalian semua. Tanpa kalian, mungkin saat ini kerajaan Galuga telah runtuh tak terselamatkan. Elang Prayoga, terimakasih atas sumbangsihmu menyelamatkan putriku Arum Sokawati, dan mengalahkan Panglima pemberontak. Ki Randujati dan semua para pendekar wilayah Galuga. Terimakasih atas kesetiaan kalian pada tanah air Galuga. Aku Dewangga Kusumawardhana,
"Keparat dangkalan..! Rupanya kau yang membunuh adik seperguruanku.! Hiaahh..!!" Werrssh..! Wusshk..!!Betapa murka Lamhot hingga ke ubun-ubun, karena di antara saudara seperguruan lainnya, dia memang paling dekat dengan Bashuta. Dia langsung berseru keras kibaskan deras Kipas Awan Saktinya. Dua serangannya seketika mengarah ke leher dan pinggang Elang. Dua larikkan hawa dingin berselimut cahaya putih, menderu tajam dan ganas. Elang langsung melenting tinggi, menghindari serangan Lamhot. Dan selanjutnya Elang berlesatan kian kemari, menghindar dan sesekali menangkis serangan membabibuta Lamhot, yang sedang dikuasai amarahnya itu. Larikan-larikan serangan kipas Lamhot, bagaikan liukkan ular yang mencari mangsa. Sedangkan Elang yang sejak tadi hanya menghindar, kini mulai balas menyerang. Spratzh..! ... Blastth..! Pukulan-pukulan jarak jauh Elang dilesatkan, untuk mengacaukan arah serangan kipas Lamhot. "Bedebah..! Hanya jurus monyet main petak umpet inikah kebisaanmu Elang..! Ay
"Lihatlah..! Pemimpin kalian telah mati..! Menyerahlah..!" teriak Prasti lantang di tengah medan perang, seraya menunjuk Ki Reksogoro yang terkapar tanpa nyawa. Namun pasukan pemberontak tak menyerah. Karena mereka melihat, di sektor kanan sana para rekan mereka masih sengit berperang, bersama Panglima Awan. Namun tentu saja perlawanan pasukkan pemberontakkan di sektor kanan itu tak sedahsyat sebelumnya. Apalagi kini dengan masuknya pasukkan para pendekar, yang kemampuan seorang saja dari mereka, sudah setara dengan 5 orang pasukkan pemberontak. Maka tak lama kemudian. Pasukkan pemberontak di sektor kanan, yang masuk melalui gerbang Campaga berhasil di tumpas habis. 'Kemana Mas Yoga? Mengapa dia lama sekali tak kembali..?' bathin Prasti. Dia segera mendekati Ki Randujati, yang tengah menyiapkan kembali pasukkan pendekar. Untuk membantu menghadapi pasukan pemberontak di sektor kiri. "Ki Randujati, sepertinya aku lebih baik mendahului ke sana menyusul Mas Yoga," ucap Prasti membe
"Tak usah dipikirkan Paduka Raja. Keadaan Galuga saat ini memang sedang rawan dan mencekam. Hamba bisa mengerti jika paduka Raja bersikap hati-hati," sahut Elang tersenyum tenang memaklumi. "Baiklah Mas Elang. Silahkan kau periksalah kondisi putriku Arum Sokawati itu. Semoga saja dia bisa segera pulih kembali," ujar sang Raja akhirnya. Ya, sang Raja akhirnya mengijinkan Elang melakukan tindakan yang dianggap perlu. Dia sepenuhnya percaya kini pada pemuda itu. Akhirnya setelah mengalirkan hawa murninya pada putri Arum. Dan melihat kondisi gadis itu, yang sudah agak membaik dan sadar kembali. Maka Elang langsung memutuskan, untuk kembali terjun ke medan perang. Dia menuju ke arah sektor kanan, di arah pintu gerbang daerah Kedungga. Karena Elang menduga, pastinya Panglima Awan yang memimpin penyerangan di sana. Karena di sektor kiri tadi, dia sama sekali tak melihat sosok Panglima Awan di medan peperangan. Elang sama sekali tak cemas pada Prasti. Karena dia yakin gadis baju hijau
Weerrsshk..!"Majulah perempuan tak tahu di untung..!" serunya marah. Ki Rekso memutar cepat gada hitamnya, yang kini telah berselimut kobaran api hitam panas. Dia sudah tak memandang Arum sebagai wanita jelita lagi. Ya, kini Ki Reksogoro benar-benar melihat Arum sebagai lawan, yang harus dilenyapkan. Blaanngkhs..!! Benturan dua ajian sakti milik keduanya, menggaungkan suara dentuman bergema di tengah medan peperangan. "Arkhkssh..!! Hoeksh..!!" Arum terpental melayang, akibat hantaman energi Ki Reksogoro yang terlampau kuat baginya. Darah menyembur dari mulutnya, saat ia masih terhempas. Slaph! Taph! Dari kejauhan sosok tubuh berkelebat cepat, menyambar sosok Arum yang tengah terhempas itu. "Ahh..! K-kau seorang wanita..!" seru sosok itu, yang tak lain adalah Elang adanya. Dari kejauhan dia tak jelas menampak, bahwa sosok yang tengah bertempur di tengah kalangan adalah seorang wanita, dari pasukan kerajaan Galuga. "S-siapa kau..?! Hoeksh..!" seru Arum dalam keadaan setengah
Kepanikkan penduduk kotaraja pun makin menggila. Suara teriakkan, denting senjata, jerit kematian, dan tangisan wanita serta anak-anak. Seolah menjadi latar belakang pecahnya perang, yang tak mungkin dielakkan lagi. Dan di sektor kanan. Senopati Agrapati yang memimpin tiga ribu pasukkan kerajaan Galuga. Dia harus menahan terjangan deras 4 ribu pasukkan pemberontak, yang dipimpin langsung oleh Panglima Awan Lamhot. Sungguh perang yang tak seimbang tengah terjadi di sektor kanan itu. Sektor yang merupakan pintu gerbang perbatasan kotaraja, dengan daerah Kedungga. Karena baik dari sisi kemampuan maupun jumlah. Pasukkan kerajaan Galuga berada di bawah pasukkan ppemberontak, yang datang menyerbu bak badai gelombang samudera. Pasukkan kerajaan di bawah pimpinan Senopati Agrapati pun, seketika saja berada dalam keadaan terdesak. Adalah Patih Manggala yang berada di sektor tengah. Melihat pasukkan sektor kanan yang dalam keadaan terdesak. Maka segera dia mengarahkan pasukkan di bawah pi
"Ki Randujati..! Ka-kami adalah prajurit utusan kerajaan. Wilayah batas kerajaan, pagi ini tiba-tiba telah dikepung oleh pasukkan pemberontak. Patih Manggala memerintahkan kami, untuk mengabarkan pada Ki Randujati dan para pendekar semua. Untuk turut membantu pasukkan kerajaan," ucap terbata , dari salah satu prajurit yang terluka itu. "Baik..! Begitu mendadak..! Apakah mereka sudah menyerang ke dalam wilayah kerajaan..?!" Seru Ki Randujati. "Te-telik sandi kerajaan berkata, mereka akan menyerang esok hari. Tepat saat matahari terbit Ki Randujati..!" sahut prajurit itu. Lalu ... Brughk..! Brughk..! Kedua prajurit itu pun roboh tengkurap tak sadarkan diri. Akibat luka-luka yang dideritanya. Seth..! Elang segera melesat dan memeriksa kondisi kedua prajurit itu. Dengan cepat di totoknya beberapa jalan darah, di sekitar punggung kedua prajurit itu. Untuk menghentikan pendarahan yang terus mengalir. "Prayoga, biarlah selanjutnya istriku Nariti yang mengobatinya. Dia adalah putri Ki
Ya, rasa bersalah dalam diri Batara, atas kejadian yang menimpa nenek guru Lanjarsari, Nyi Centring Manik. Membuat Batara merasa harus bersikap baik, pada Kedasih dan putrinya Lanjarsari. Batara lah yang menyadarkan Kedasih dari pingsannya, dan mengalirkan hawa murninya. Untuk mempercepat pulihnya energi Kedasih, akibat luka dalam yang diterimanya. Sedangkan di sudut ruangan itu, Sepasang Garuda Putih nampak duduk tenang di sana. Namun tatapan Setyoko, tak pernah lepas dari sosok Prasti. Gadis cantik yang saat itu nampak gelisah, menanti kembalinya Elang bersama Eyang Guruchakra. Kyaarrghk..!! Slaph..! Pekikkan Ki Naga Merah di atas langit bukit Rajawali, menjadi penanda tibanya Elang kembali. Elang pun segera melesat turun dan mendarat di tengah dataran bukit Rajawali. Di tempat bekas panggung peresmian perguruan Rajawali Emas, yang telah rata dengan tanah itu. Sementara Ki Naga Merah kembali melesat masuk, ke dalam Cincin Naga Asmara. "Mas Yoga..! Syukurlah kau kembali," seru